Empat Tahun Lakukan KdRT, Oknum ASN Lampung Barat Hanya Divonis Delapan Bulan Penjara?

Empat Tahun Lakukan KdRT, Oknum ASN Lampung Barat Hanya Divonis Delapan Bulan Penjara?

Keluarga korban KdRT oleh oknum ASN di Lampung Barat kecewa dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Liwa. FOTO EDI PRASETYA/RADARLAMPUNG.CO.ID --

LAMPUNG BARAT, RADARLAMPUNG.CO.ID - Majelis hakim Pengadilan Negeri Liwa menjatuhkan vonis delapan bulan kepada Artha Dinata (38), yang menjadi terdakwa kasus kekerasan dalam rumah tangga (KdRT) kepda istrinya, NM (33), Rabu 28 September 2022. 

Putusan majelis hakim terhadap oknum aparatur sipil Negara di Pemkab Lampung Barat ini memancing reaksi dari berbagai pihak. Terutama dari keluarga korban.  

Sidang yang berlangsung sekitar satu jam lebih itu dipimpin hakim Paisol, dengan anggota Nur Kastwarani Suherman dan Norma Oktaria.

Dalam amar putusan yang dibacakan hakim ketua Paisol, terdakwa Artha Dinata dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga.

BACA JUGA: Waspada! Ada Mainan Anak-anak Dengan Barcode ke Situs Judi Online

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Artha Dinata dengan pidana penjara selama delapan bulan dan menetapkan lamanya masa penahanan agar terdakwa tetap ditahan,” kata Paisol.

Menanggapi putusan hakim Pengadilan Negeri Liwa, kuasa hukum korban, Hilda Rina menyatakan keberatan dengan hasil sidang. 

Menurut dia, putusan tersebut tentu akan menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap Aparat Penegak Hukum (APH) di Lampung Barat.

“Tentunya kami sangat kecewa atas putusan tersebut. Karena itu tidak memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. Bahkan kami juga menyayangkan dua alat bukti yang tidak disebutkan dalam pengadilan, sehingga itu meringankan hukuman terdakwa,” kata Hilda Rina.

BACA JUGA: Ada Hutang Budi kepada Residivis Curanmor, Penadah Ini Nekat Tampung Motor Hasil Curian

Dua alat bukti adalah hasil asesmen dari UPT PPA Provinsi Lampung terkait kondisi korban dan barang bukti pisau lipat yang digunakan terdakwa.

“Dalam persidangan, dua alat bukti itu tidak disebut sama sekali. Selain penyiksaan, korban juga mengalami ancaman pembunuhan oleh terdakwa. Diperkuat dengan adanya barang bukti berupa pisau lipat,” tegasnya. 

”Begitu juga dengan hasil asesmen terkait kondisi psikologis korban. Harusnya itu bisa dijadikan pertimbangan oleh pihak PN dalam memvonis terdakwa,” imbuh Hilda.

Selain itu, pihaknya juga menilai bahwa yang menjadi dasar pertimbangan JPU menuntut terdakwa delapan bulan juga sangat tidak masuk akal. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: