RADARLAMPUNG.CO.ID - Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lampung Barat menggelar pertemuan terkait kepemilikan tanah di Kelurahan Waymengaku, Kecamatan Balikbukit. Pertemuan itu dihadiri perwakilan warga yang mengklaim lahan dengan sertifikat atas nama Universitas Lampung itu adalah milik mereka. Turut hadir, Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR) Adi Irawan, perwakilan Bagian Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, pihak Kecamatan Balikbukit dan Kelurahan Waymengaku. Kepala Dinas PUPR Lambar Sudarto mengungkapkan, dalam rapat tersebut pihaknya mendengarkan keterangan dari Kantor ATR/BPN Lambar. Kemudian pendapat dari pihak-pihak terkait lainnya. Termasuk warga yang mengajukan tuntuan untuk pengembalian lahan. ”Kalau kita lihat surat-suratnya dan keterangan dari pihak BPN, tidak ada masalah dalam proses maupun legalitas kepemilikan lahan,\" kata Sudarto usai rapat, Rabu (12/8). Menurut dia, lahan tersebut merupakan tanah erpah. Yakni tanah sewa turun-temurun (dengan batas waktu tertentu). \"Tentunya ini milik negara. Tetapi sejumlah warga dalam surat yang mereka sampaikan juga tetap menuntut untuk pengembalian lahan tersebut kepada mereka,” ujarnya. Sudarto menuturkan, hasil rapat akan dilaporkan kepada Bupati Lambar Parosil Mabsus dan pihak Unila. Kemudian diagendakan pertemuan antara pihak Unila dan perwakilan warga guna mencarikan solusi terbaik dalam masalah tersebut. ”Pada intinya, rapat ini hanya mendengarkan keterangan dari pihak-pihak terkait. Hasilnya akan kita rangkum dan disampaikan kepada bapak bupati serta Unila. Sesuai arahan dari pihak BPN, harus dipertemukan antara kedua belah pihak,\" tandasnya. Sebelumnya, tokoh masyarakat Kelurahan Waymengaku, Kecamatan Balikbukit Daman Nuri dan Kawi Adi mendatangi Komisi I DPRD Lampung Barat, Senin (27/7). Mereka mengadukan status lahan 14 warga yang telah bersertifikat atas nama pihak lain. Daman Nuri mengatakan, persoalan lahan yang berada di Lingkungan Karyamaju ini bermula saat Camat Gulipar mengumpulkan 14 pemilik lahan pada 1995 silam. \"Saat pertemuan tersebut camat menyatakan bahwa tanah mereka dibutuhkan oleh pemerintah daerah. Karena itu tanam tumbuh di kebun masyarakat tersebut akan dihitung dan diganti rugi. Sesuai dengan kepemilikan masing-masing,\" kata Daman Nuri kepada wartawan. Daman Nuri mengaku, proses pembebasan lahan dengan luas sekitar 10 hektare tersebut diduga di bawah tekanan. Di mana, jika warga tidak memberikan lahan tersebut selama lima tahun, maka akan diambil paksa dan tidak mendapat ganti rugi. \"Sekitar setengah bulan sejak ditemui itu, masyarakat diminta ke kantor camat. Mereka dipanggil satu per satu dan diberi amplop. Isinya bervariasi. Ada yang menerima Rp300 ribu, Rp400 ribu dan paling tinggi Rp500 ribu,\" urainya. Lantas muncul persoalan. Pasalnya, setelah lima tahun, terbit sertifikat tanah atas nama pihak lain. \"Kami merasa ditipu. Kami telah menyerahkan SKT (surat keterangan tanah) dan akta tanah. Sebab janjinya hanya akan digunakan selama lima tahun. Ternyata telah disertifikatkan,\" sebut dia. (nop/ais)
Soal Lahan di Waymengaku, Pemkab Bakal Pertemukan Pihak Unila dan Warga
Rabu 12-08-2020,15:15 WIB
Editor : Alam Islam
Kategori :