BI Susun Langkah, Guna Tekan Inflasi

Selasa 13-10-2020,16:56 WIB
Editor : Yuda Pranata

radarlampung.co.id - Berdasarkan data yang dihimpun, Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada September 2020 mengalami deflasi yakni sebesar -0,22 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yaitu sebesar 0,37 persen (mtm).

Sedangkan untuk rata-rata inflasi September dalam 3 tahun terakhir tercatat sebesar -0,06 persen (mtm), sementara Nasional dan Sumatera masing-masing mengalami deflasi yakni sebesar -0,05 persen (mtm).

Secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung tercatat sebesar 1,35 persen (yoy), atau lebih rendah dibandingkan inflasi Nasional yaitu sebesar 1,42 persen (yoy) namun lebih tinggi daripada inflasi Sumatera yaitu sebesar 0,66% (yoy).

Secara spasial, dibandingkan 90 kota perhitungan inflasi nasional, inflasi Kota Bandar Lampung dan Kota Metro pada bulan September 2020 tergolong moderat dan masing-masing menempati urutan ke-72 dan ke-21.

Dilihat dari sumbernya, deflasi pada bulan September 2020 didorong oleh penurunan harga pada beberapa komoditas antara lain petai (-0,06 persen), telur ayam ras (-0,06 persen), angkutan udara (-0,04 persen), bawang merag (-0,02 persen) dan popok bayi (-0,02 persen).

Deflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan, khususnya petai, disebabkan oleh turunnya permintaan. Harga telur ayam ras juga turun disebabkan oleh peningkatan pasokan yang tidak dapat diserap secara maksimal di tengah permintaan masyarakat yang masih rendah.

Peningkatan pasokan terjadi baik pada perusahaan pembibitan maupun peternak ayam layer. Sementara itu, penurunan harga bawang merah terjadi seiring dengan bertambahnya pasokan dari sentra produksi.

Selain itu, penurunan tarif angkutan udara didorong oleh maraknya promo tiket penerbangan yang diberikan oleh maskapai untuk meningkatkan penjualan. Harga popok bayi/diapers juga turun dipengaruhi adanya potongan harga dari penjual.

Meski demikian, deflasi yang lebih dalam pada periode September 2020 tertahan oleh inflasi yang terjadi pada sebagian komoditas di antaranya bawang putih, tahu mentah, emas perhiasan, bahan bakar rumah tangga dan mie kering instan dengan andil masing-masing sebesar 0,01 persen.

Naiknya harga bawang putih merupakan dampak dari berakhirnya relaksasi impor bawang putih pada 31 Mei 2020 dan pasokan yang berkurang seiring dengan berakhirnya panen musim panas di Tiongkok dimana sebagian besar pasokan bawang putih di Lampung berasal dari Tiongkok.

Selain itu, harga tahu mentah naik dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan baku. Kenaikan pada harga bahan bakar rumah tangga disebabkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat. Harga mie kering instan juga tercatat naik dipengaruhi oleh kenaikan harga distributor.

Di sisi lain, berlanjutnya peningkatan harga emas perhiasan sejalan dengan naiknya harga komoditas emas dunia seiring meningkatnya permintaan masyarakat di tengah kekhawatiran pasar terkait kondisi perekonomian akibat COVID-19.

Di samping itu, Nilai Tukar Petani (NTP) September 2020 tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Meningkatnya harga beberapa komoditas pangan dan perkebunan mendorong kenaikan penerimaan petani (1,62 persen;mtm).

Di sisi lain, IHK perdesaan tercatat relatif rendah sebesar 0,17 persen (mtm) sehingga kenaikan biaya yang dikeluarkan sebesar 0,16 persen (mtm). NTP September 2020 tercatat naik 1,46 persen (mtm) dari 94,26 menjadi 95,63, khususnya pada subsektor tanaman perkebunan rakyat, hortikultura dan tanaman padi dan palawija.

Berdasarkan ini, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Lampung, Budiharto Setyawan mengatakan, pihaknya memperkirakan inflasi akan tetap rendah dalam rentang sasaran 3±1 persen.

“Ini sejalan dengan permintaan masyarakat yang belum sekuat kondisi sebelumnya, meskipun telah memasuki periode kenormalan baru. Komitmen pemerintah untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi selama masa pandemi juga turut mengurangi tekanan inflasi,” katanya.

Dia juga mengatakan, ada beberapa risiko yang perlu dimitigasi, antara lain berlanjutnya kenaikan harga beras seiring berkurangnya hasil produksi pada periode tanam gadu. Lalu risiko berlanjutnya kenaikan harga bawang putih seiring dengan berakhirnya relaksasi impor.

Serta, risiko kenaikan harga minyak goreng yang disebabkan oleh kenaikan harga CPO secara nasional akibat produksi yang menurun baik di Indonesia dan Malaysia dan mulai meningkatnya permintaan masyarakat.

Kemudian risiko kenaikan harga cabai merah disebabkan oleh kondisi cuaca yang kurang mendukung di beberapa sentra produksi. Penurunan harga yang terjadi pada beberapa komoditas akibat lemahnya permintaan juga perlu diantisipasi karena dapat mendorong dilakukannya pengurangan produksi.

“Lebih lanjut, hal ini dapat berimplikasi pada risiko meningkatnya tekanan inflasi seiring dengan berkurangnya pasokan pada periode mendatang,” tambahnya.

Dalam rangka mengantisipasi beberapa risiko tersebut, BI menilai perlu adanya langkah-langkah pengendalian inflasi yang konkrit terutama untuk menjaga inflasi yang tetap rendah dan stabil. Diantaranya yakni dengan memastikan keterjangkauan harga.

Kemudian, memastikan ketersediaan pasokan, khususnya dalam mempersiapkan fase adaptasi kebiasaan baru. Memastikan kelancaran distribusi melalui TPID dan Satgas Pangan dengan cara melakukan koordinasi untuk memastikan kembali kecukupan pasokan dan kelancaran akses distribusi bahan pokok.

“Serta meningkatkan komunikasi efektif terkait ketersediaan pasokan, rencana pemenuhan pasokan, dan himbauan untuk berbelanja secara bijak yang perlu disampaikan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga ekspektasi positif bagi masyarakat dan menjaga stabilitas harga,” pungkasnya. (Ega/yud)

Tags :
Kategori :

Terkait