Radarlampung.co.id - Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung mencatat inflasi kota Bandarlampung selama bulan Juli 2019 sebesar 0,71 persen. Selain itu, selama dua bulan terakhir tekanan terbesar inflasi masih disebabkan komoditas cabe merah.
Kepala Bidang (Kabid) Statistik Distribusi BPS provinsi Lampung Riduan mengungkapkan bahwa dari tujuh kelompok pengeluaran, enam kelompok mengalami inflasi atau kenaikan indeks di Kota Bandarlampung.
Yakni, kelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar 2,69 persen, kelompok sandang 0,39 persen dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,38 persen.
Selanjutnya, kelompok Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,7 persen, kelompok kesehatan 0,2 persen dan kelompok pendidikan rekreasi dan olahraga 0,09 persen. Sebaliknya kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami deflasi (penurunan indeks) sebesar 0,62 persen.
“Pada minggu kedua bulan Juli 2019, BPS telah memberikan warning terkait kenaikan harga cabe yang masih bertahan. Data dari Dinas Perdagangan juga menunjukan hal yang sama,\" kata Riduan saat rilis data di kantornya, Kamis (1/8).
Ia menyebut, cabe merah keriting bahkan sempat menyentuh harga Rp100 ribu per kilogram di minggu keempat Juni 2019. Sedangkan cabe rawit hijau sempat naik hingga harga tertinggi yakni Rp104 ribu per kilogram.
Lebih jauh dia mengatakan, di minggu ke dua Juni 2019, pihaknya telah menggelar rapat bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) guna membahas terkait kenaikan harga cabe. \"Disitu kita sudah melihat bahwa sebenarnya di minggu ke dua, (harga cabe, Red) sudah naik tinggi,\" ujarnya.
Seharusnya, sambung dia, pemerintah daerah sudah memiliki semacam kebijakan untuk menanggulangi harga cabe merah di lapangan. Salah satunya dengan menambah stok bumbu dapur tersebut dari tempat lain dengan tujuan mengurangi tekanan inflasi.
\"Sebab, kalau kita lihat dari tren di minggu terakhir, harga cabe itu meningkat tajam. Kalau misalnya itu tidak ditanggulangi pemerintah sekarang, jangan-jangan di bulan Agustus akan jadi lebih tinggi lagi pengaruhnya (kenaikan harga, Red),\" imbuhnya.
Riduan juga mengatakan, dari penelusuran pihaknya menilai kenaikan harga terjadi karena kurangnya suply di tingkat produsen. Bahkan di tingkat petani mengaku mengalami kesulitan untuk memanen cabe merah lantaran curah hujan yang kurang selama beberapa bulan belakangan.
\"Kalau kita mau tunggu sampai panen lagi (cabe merah, Red) bisa sampai berbulan-bulan lagi lamanya. Maka yang jelas kita butuh ada terobosan dari pemerintah supaya suply cabe kita bisa teratasi dan menekan angka inflasi,\" tandasnya.
Diketahui, beberapa komoditi yang dominan memberikan andil dalam pembentukan inflasi bulan Juli 2019 diantaranya cabai merah 0,78 persen; beras 0,08 persen; cabe rawit 0,07 persen; siomay 0,06 persen; upah pembantu RT 0,04 persen; tarif pulsa ponsel 0,03 persen; pir 0,02 persen; ketimun 0,02 persen; tarif sewa motor 0,02 persen; dan cabe hijau 0,02 persen.
Bulan Juli 2019, inflasi Kota Bandarlampung menempati peringkat kedelapan dari 82 kota yang diamati perkembangan harganya. Sabanyak 55 kota dari 82 kota tersebut mengalami inflasi, sementara sisanya 27 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Sibolga sebesar 1,88 persen, sedangkan inflasi terendah terjadi di Makassar sebesar 0,01 persen.
Deflasi tertinggi terjadi di Tual sebesar 1,55 persen dan deflasi terendah terjadi di Gorontalo sebesar 0,02 persen. Kota Bandarlampung pada Juli 2019, berdasarkan perhitungan inflasi tahun kalender point-to-point mengalami inflasi sebesar 3,13 persen dan inflasi year on year adalah sebesar 3,58 persen. (ega/kyd)