radarlampung.co.id - Kanwil Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Lampung menggelar event Correctional Fair 19. Yakni, Pameran Produk Narapidana Lapas, Rutan dan LPKA se-Lampung, Penampilan Kesenian dan Bakat Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) atau Anak Didik Pemasyarakatan (Andikpas).
Kegiatan yang berlangsung selama 5 hari, 22-27 Juli 2019 di Lampung Walk, Bandarlampung, dibuka langsung Plt. Kakanwil Kemenkumham Lampung Sefrizal, didampingi Ketua Dekrasnada Bandarlampung Hj. Eva Dwiana Herman HN.
\"Saya baru tahu kegiatan ini ada hasil karya WBP atau Andikpas. Ke depan saya bekerjasama. Hasil hari ini terlihat bahwa mereka (WBP/Andikpas) memiliki tangan berbakat dan kreatif,\" kata bunda Eva sapaan Hj. Eva Dwiana Herman HN saat acara pembukaan, Senin (22/7).
Tak lupa, Bunda Eva meminta WBP/Andikpas agar jangan malu menciptakan produk kerajinan tangan, tapi terus berkarya setelah kembali ke masyarakat sekitar. “Pengalaman ini adalah guru pelajaran yang paling berharaga. Mudah apa yang dilakukan mereka saat ini untuk ke depannya lebih baik lagi,” ujarnya.
Sementara itu, Plt. Kakanwil Kemenkumham Sefrizal menjelaskan, dasar pembinaan WBP/Andikpas dari 10 prinsip kemasyarakatan. Pertama, Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
Kedua, penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara.
Ketiga, Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat.
Kemudian Keempat, Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana. Kelima, selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
Selanjutnya Keenam, pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan yang menunjang usaha peningkatan produksi.
Ketujuh, bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila. Kedelapan, Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit perlu diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarganya dan lingkungannya, kemudian dibina/dibimbing ke jalan yang benar. Selain itu mereka harus diperlakukan sebagai manusia biasa yang memiliki pula harga diri agar tumbuh kembali kepribadiannya yang percaya akan kekuatan sendiri.
Lalu Kesembilan, sambung Sefrizal, Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai salah satu derita yang dialaminya. Serta Terakhir, disediakan dan dipupuk berbagai sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam Sistem Pemasyarakatan.
“Maksud dilaksanakannya pameran ini adalah dalam rangka menunjukkan ke masyarakat bahwa isi Lapas/Rutan yang notabene adalah orang-orang yang bemasalah dengan hukum namun kita tetap melakukan upaya meningkatkan kreatifivas para WBP dilingkungan yang serba terbatas. Walaupun mereka dibatasi tembok namun peningkatan kreativitas mereka tidak terhalang,” ujarnya.
Disamping itu, kegiatan pameran hasil karya narapidana ini merupakan upaya pencapaian tujuan pemasyarakatan yang salah satunya adalah membangun kembali para WBP untuk reintegrasi sosial agar mereka kelak setelah bebas dapat kembali ke masyarakat dengan dibekali keterampilan yang diperoleh di dalam Lapas atay Rutan.
“Hal ini menunjukan keseriusan kami dalam pelaksanaan program kemandirian terutama dalam membangun lapas industri yang bisa menghasilkan produksi yang bernilai jual dan berdaya saing di masyarakat dan agar masyarakat tahu bahwa dengan melihat hasil karya narapidana/tahanan ini membuktikan mereka bisa juga berkarya dan berkontribusi kepada masyarakat,” pungkasnya. (gie/kyd)