Oleh Eka Sofia Agustina*
*Dosen FKIP Universitas Lampung
RADARLAMPUNG.CO.ID-”Jak Ranau tigoh di teladas - Jak Palas munggah mit Bengkunat - Gunung rimba Tiuh Pumatang - Pulau-pulau di laok lepas” Sepenggal lagu Tanah Lado yang populer dinyanyikan Bapak Andi Achmad melalui lirik tersebut sekiranya bisa membawa kita paham betapa indah dan kayanya Bumi Lampung dengan sumber daya alamnya.
Kekayaan lainnya juga terekspresikan dengan sangat cantik pada bait selanjutnya: ”Meregai buai rik bahasa - Nayah sina tanda ram kaya - Adat rik budaya - Suratni kaganga - Jadi warisan Jama-jama”. Bait ini menunjukkan betapa kayanya bumi Lampung dengan bahasa dan budayanya. Tanah Lampung, Bumi Lampung, tanah lado, bumi ghuwa jurai dan sebutan lainnya sangat jelas memberi pesan betapa kayanya Provinsi Lampung.
Kekayaan yang tidak hanya ditopang dengan sumber daya alam luar biasa dari Sang Mahakuasa, tapi juga diberikan sekelompok manusia yang hidup dengan kebiasaan dan keunikan masing-masing, yang kemudian disebut dengan kelompok masyarakat budaya.
Hal kaya lainnya dari Bumi Lampung adalah menerima dengan tangan terbuka terhadap kelompok masyarakat budaya di luar dari masyarakat budaya Lampung itu sendiri. Hal itu dibuktikan bahwa Bumi Lampung memiliki keragaman suku yang berdasarkan pada data BPS 2010 menunjukkan suku Lampung sudah berabad-abad berdampingan harmonis dengan suku Jawa, Sunda, Sumatera Selatan, Banten, Minangkabau, Batak, Tionghoa, Bugis, Melayu, dan lainnya.
Adanya sekelompok manusia dilengkapi faktor kebiasaan hidup yang diwarisi secara turun-temurun oleh leluhurnya akan mewujudkan sebuah budaya. Menurut Koentjaraningrat, hal itu kemudian dimanifestasikan ke dalam bentuk religi atau upacara keagamaan, bahasa, seni, kehidupan bermasyarakat, mata pencaharian, serta sistem teknologi dan peralatan.
Bayangkan, betapa kayanya Bumi Lampung dengan memiliki keragaman suku di Nusantara yang harmonis tetap lestari dan berkembang mengusung identitas budaya pemilik bumi sejatinya yaitu budaya Lampung. Dan ternyata, kekayaan nan-mempesona ini ibarat puteri cantik yang memikat dari banyak sisi, dan mulai menjadi magnet kuat dari para peneliti luar negeri.
Penggiat peneliti luar negeri semakin berduyun memotret dari banyak sisi tentang kekayaan Bumi Lampung khususnya seni, budaya, dan bahasa Lampung. Lampung dengan persebaran wilayah yang luas ibarat mutiara terpendam yang siap “diterkam”. Melihat fenomena ini, tentu kita harus melihatnya secara objektif.
Ada sisi positif dan tentu saja ada hal yang berdampak negatif terhadap potensi kepemilikan seni, budaya, dan bahasa Lampung beserta keragamannya itu sendiri. Ruang positif tentu saja sesuai perkembangan dunia bahwa kita perlu menjadi bagian dari penerima kebijakan dunia dengan mengusung konsep global.
Maka dengan sikap terbuka, kita menerima mereka datang bersama sertumpuk agenda untuk dengan leluasa memotret kekayaan seni, budaya, dan bahasa Lampung juga keragaman tradisi seni budaya di luar suku Lampung. Tentu, Lampung menjadi mendunia dengan cara mereka.
Bagaimana dengan sisi negatifnya? Di bagian lain, saat ini Lampung sedang “bergeliat” ibarat tumbuhan sedang menghijau dari segala sisi. Semua sedang tertuju pada satu titik tentang “kemolekan” Bumi Lampung untuk dipotret baik bagi para penggiat seni Lampung, penggiat budaya Lampung, praktisi, juga akademisi.
Berkaitan dengan hal ini, ada sebuah rumpang yang nampaknya harus kita isi dengan sebuah kesepakatan bahwa seni, budaya, dan bahasa leluhur yang hidup di Bumi Lampung adalah kekayaan leluhur yang perlu kita jaga untuk tidak lagi disentuh pihak asing secara subtansi. Biarkan itu menjadi kekuatan kita bersama untuk kita gali bersama bagi para penggiat, praktisi, serta akademisi seni, budaya, dan bahasa Lampung serta tradisi seni budaya yang lain di Lampung. Bergerak sesuai dengan porsi dan bidang ilmu masing-masing.
Kita bisa menduniakan seni, budaya, dan bahasa Lampung tanpa harus bangga menjadi objek dari pihak asing. Kita berupaya untuk menduniakan kekayaan seni, budaya, dan bahasa leluhur ini dengan segenap potensi yang kita miliki. Pastinya, jika kita lakukan bersama dan kompak dari semua komponen baik praktisi, penggiat, maupun akademisi seni, budaya, dan bahasa Lampung dengan didukung sepenuhnya Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, atas izin Tuhan Yang Mahakuasa, maka kita akan berjaya mendunia.
Hal itu agar tidak lagi mengulang catatan masa lalu tentang negeri kita, tanah air Indonesia yang kaya raya. Cukup sudah 350 tahun kita dijajah dengan dibawa segala kekayaan sumber daya alam dan kekayaan budaya leluhur negeri kita ke negeri asal para penjajah.
Sudah waktunya kita berdaulat atas kemampuan yang kita miliki. Termasuk menjaga kedaulatan seni, budaya, dan bahasa Lampung serta tradisi budaya yang lain. Untuk kita gali, kita pelajari, lalu kita publikasikan, dan dokumentasikan. Untuk kita tinggalkan kepada anak cucu di bumi Lampung melalui pemikiran dan kerja keras kita.
Bukan lagi memberi jalan peneliti asing atau lainnya menguak semua ini. Ironi rasanya ketika kajian tradisi seni, budaya, dan bahasa leluhur kita, justru dikuasai orang dari negara asing. Lalu, kita belajar dari mereka tentang warisan peninggalan leluhur kita. Sungguh sangat ironi. Padahal, kita bisa berbuat untuk itu dan kita saat ini sedang berbuat untuk itu.
Mari kita beri penghargaan kepada saudara kita yang sudah mampu menghasilkan karya sesuai bidang dan porsi ilmunya masing-masing untuk menguak potensi seni, budaya, dan bahasa Lampung. Tanpa harus melihat bahwa jika orang asing yang berbuat akan lebih baik dari kita. Ini akan menjadi bekal rasa percaya diri kita untuk menguatkan kebudayaan nasional bangsa kita. Tanah air Indonesia yang kita cintai.
Mengapa ? Karena kajian seni, budaya, dan bahasa daerah di Nusantara (khususnya Lampung) adalah hal yang sangat prinsip dan memuat filosofi kehidupan para leluhur kita di masa lalu yang harus kita jaga, pelihara, pelajari, dan miliki dengan baik penuh kesetiaan.
Saya jadi teringat satu kalimat dari bapak Ki Hajar Dewantara (1951) “Jangan dilupakan bahwa kemerdekaan bangsa tidak hanya merupakan kemerdekaan politik, tapi harus sanggup dan mampu mewujudkan kemerdekaan kebudayaan, yakni sifat kekhususan dan kepribadian dalam segala sifat hidup dan penghidupannya di atas dasar adab kemanusiaan yang luas”.
Mari kita ingat bersama pesan Bapak Pendidikan Nasional kita tersebut. Ini akan menjadi bekal kepercayaan diri kita untuk menguatkan kebudayaan nasional bangsa kita, kedaulatan mengembangkan potensi budaya leluhur untuk Tanah air Indonesia yang kita cintai. Salam Budaya-Lestari Budaya Gham! (*)