Hilangnya Barang Hibah di DLH Metro jadi Temuan BPK, Nilainya Ratusan Juta

Senin 15-07-2019,16:52 WIB
Editor : Widisandika

radarlampung.co.id-Stok barang hibah untuk masyarakat di Dinas Lingkungan Hidup Kota Metro bermasalah. Ada persediaan barang hibah kepada masyarakat yang hilang dan belum dapat dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan Pemkot Metro TA 2018. Menurut Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Lampung nilainya mencapai Rp112. 227.200,00 ! Dalam catatan BPK RI, ada lima item yang diperiksa. Yakni mesin jahit, mesin potong rumput, alat pencacah sampah, alat bor biopori dan keranjang sampah. Terdapat selisih kekurangan barang antara yang tersedia menurut berita acara stock opname (penghitungan fisik atas persediaan barang di gudang,red) per 31 desember 2018 dengan hasil pemeriksaan fisik oleh BPK RI Lampung. Dalam stock opname tercatat mesin jahit ada tiga unit dengan harga satuan Rp3.197.700 dengan nilai total Rp9.593.100. Kemudian mesin potong rumput tercatat dua unit dengan nilai satu unit Rp5.137.000 dan total nilai Rp10.274.000 ; Alat pencacah sampah 33 unit seharga satu unit Rp2.798.400 dan total Rp92.347.200 ; alat bor biopori 47 unit nilai satu unitnya Rp598.000 dengan total nilai Rp28.106 .000  dan 50 unit keranjang sampah yang satu unitnya senilai Rp247.500. Sehingga total nilai barang-barang tersebut dalam berita acara stock opname mencapai Rp152.695.300. Nah, masalah muncul saat dilakukan pemeriksaan fisik. Data berbeda ditemukan pihak BPK RI. BPK menemukan ada selisih kekurangan pada alat pencacah sampah, alat bor biopori dan keranjang sampah. Alat pencacah sebanyak 33 unit tak ditemukan. Begitu juga sebanyak 20 unit alat bor biopori dan 32 unit keranjang sampah. Total nilai barang-barang tersebut mencapai Rp112. 227. 200,00. Setelah ditelusuri ternyata sebanyak 33 unit alat pencacah sampah ternyata sudah tak dikuasai DLH Metro. Mesin pencacah sampah tersebut ternyata masih berada di bengkel rekanan pengadaan mesin pencacah sampah. “Hal tersebut dikarenakan pembayaran pengadaan mesin tersebut belum seluruhnya dibayarkan oleh rekanan Dinas Lingkungan Hidup yang menjadi penyedia barang kepada bengkel pembuat mesin pencacah sampah tersebut,” tulis BPK RI dalam laporannya. Karenanya, BPK RI menilai persoalan ini berpotensi menimbulkan kerugian daerah atas persediaan yang hilang dan belum dapat dipertanggungjawabkan. Badan pemeriksa keuangan itu juga merekom Walikota Metro A. Pairin untuk meminta PPK, PPTK dan PPHP pengadaan mesin pencacah sampah DLH bertanggungjawab dengan mengembalikan mesin tersebut ke DLH Metro. Atau membayarkan uang senilai Rp92.347.200. Tanggungjawab sama juga dibebankan kepada PPK, PPTK dan pengurus barang pengadaan alat biopori dan keranjang sampah diminta mengembalikan alat-alat tersebut ke DLH Metro. Atau membayar uang sebesar masing-masing Rp11.960.000 dan Rp7.920.000. Sekdis DLH : BPK Salah Kira Terkait hal ini pihak DLH Metro angkat bicara. Sekretaris DLH kota Metro Yerri Noer Kartiko berdalih, ada miss administrasi yang terjadi lantaran laporan pengadaan barang yang diminta oleh BPK tidak bisa ditunjukkan. Dieinya beralasan tercecer disebabkan oleh beberapa kali kantor pindah tempat. \"Database pengadaan memang ada di BPKAD, tapi ketika ada yang minta barang kita tidak melakukan pencatatan berita acara, ini barang kemana, ini kemana. Akhirnya jadi temuan BPK,\" aku Yerri saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (15/7). Ia tak menapik bahwasanya, kesalahan memang terjadi pada lembaganya lantaran laporan pertanggung jawaban pengadaan barang tidak mampu mereka tunjukkan karena kantor DLH pindah tiga kali dalam lima bulan berturut-turut. Sehingga mengakibatkan berkas tercecer dan ada pula yang terendam air. \"Waktu itu kantor kita pindah sampai tiga kali. Berkasnya ada yang hilang bahkan ada yang keremdem air. Begitu juga barangnya ada yang hilang entah kemana. Namun, BPK minta melakukan penelusuran untuk dilaporkan kembali,\" terangnya. Yerri menganggap masalah itu sudah selesai. Karena, semua laporan dan barang-barang yang disalurkan telah disampaikan melalui laporan oleh penelusuran bagian pengadaan. Lebih lanjut dia mengatakan, terkait hilangnya 30 unit mesin pencacah saat itu Yerri menilai BPK mengira DLH tidak melakukan pengadaan. Padahal, sebenarnya, kata dia barang tersebut ada di gudang pembuatan mesin pencacah lantaran kantor DLH tidak memiliki gudang. \"Itulah yang akhirnya BPK mengira barangnya tidak ada. Namun, itu sudah selesai karena barang-barangnya sudah diambil dan dimuat di gudang DLH,\" kilahnya. Dirinya juga mengimbau, bagi kelompok tani atau kampus yang menginginkan mesin pencacah sampah dan bor biopori dapat mengajukan proposal ke DLH Kota Metro. (wdi/apr/wdi)

Tags :
Kategori :

Terkait