radarlampung.co.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung secara resmi menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HRT) terbaru untuk Elpiji 3 kilogram (kg), yang awalnya Rp16.500 per tabung menjadi Rp18.000 per tabung. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Lampung Nomor G/869/B.IV/HK/2019, pada 30 Desember 2019, lalu.
Meski begitu, HET terbaru itu baru akan resmi diterapkan per 1 Februari 2020. Adapun HET yang berlaku saat ini, yakni HET lama sebesar Rp16.500 per tabung Elpiji 3 kg. Sayangnya, penerapan HET tersebut tidak merata lantaran beberapa pangkalan telah lebih dulu menaikan harga menjadi Rp18.000 per tabung.
Salah satunya yakni SPBU Pertamina 24.351.35 - Ahmad Yani yang mengaku telah mulai menjual Elpiji 3 kg seharga Rp18.000 per tabung. ”Kalau tahun lalu masih Rp16.000 sampai Rp17.000 per tabung, tapi mulai tahun ini kita jual Rp18.000 per tabung,” kata salah seorang staf kepada radarlampung.co.id, Kamis (30/1).
Sementara itu, SPBU Pengajaran hingga saat ini masih menjual gas Elpiji 3 kg seharga Rp16.500 per tabung. ”Memang ada rencana kenaikan, kalau kita ya tinggal mengikuti. Tapi dari pusat belum ada perintah untuk menaikan harga dan dari agen juga kita masih diminta untuk menjual segitu,” kata Pengawas SPBU Pengajaran, Maulana Ali.
Terkait ini, Sales Area Manager Pertamina Lampung - Bengkulu, Doni Brilianto mengatakan, penatapan HET sendiri merupakan domain Pemerintah, Pertamina dalam hal ini hanya berperan sebagai operator yang mendistribusikan Elpiji sampai ke masyarakat.
”Pertamin mengikuti aturan HET dari Mendagri. Kalau (berdasarkan, red) aturan memang tidak boleh menjual di atas HET, kalau memang ada yang terbukti menjual di atas itu dan itu adalah pangkalan resmi, kami akan memberikan sanksi pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegas dia.
Adapun sanksi pembinaan yang dimaksud, sambung dia, yakni berupa teguran, skorsing sampai dengan pemutusan usaha. Pertamina sendiri juga mengaku siap melakukan sidak jika memang mendapatkan informasi serta bukti yang jelas terkait pangkalan resmi yang menjual Elpiji di atas HET.
Terkait sidak, menurut dia, hal tersebut sudah dilakukan secara rutin oleh Pertamina. Namun lantaran masih terkendala dengan keterbatasan personil, Pertamina juga secara rutin berkoordinasi dengan Hiswana Migas dan agen untuk mengawasi pangkalan dalam penjualan Elpiji 3 kg.
”Dan di dalam kontrak itu, agen Elpiji punya kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pangkalannya. Jadi pengawasan atau monitoring itu, dilakukan beberapa lapis dari Pertamina, Hiswana Migas dan Agen,” tambahnya.
Selain itu, Pertamina juga telah sepakat dengan Pemprov Lampung untuk membuat Tim Monitoring bersama, dengan harapan tim tersebut bisa meminimalisi penyelewengan pendistribusian Elpiji 3 kg, di provinsi Lampung.
Terpisah, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Lampung, Budiono menjelaskan, penetapan HET terbaru untuk Elpiji 3 kg tersebut merupakan bentuk penyesuaian harga. Sebab, sejak tahun 2015 - 2019, HET yang berlaku yakni Rp16.500.
”Sedangkan sekarang ini UMK naik, BPJS naik, dan margin pangkalan hanya Rp1500 per tabung, jadi kalau dengan margin segitu, taroklah pangkalan bisa menjual 1000 tabung sebulan, mereka hanya dapat Rp1,5 juta. Sedangkan, ada banyak karyawan yang dibayar dan lain-lain,” katanya.
Terkait dengan harga penjalan Elpiji 3 kg yang tidak merata saat ini, menurut dia, Pemprov Lampung bersama Hiswana Migas nantinya akan membentuk Tim Terpadu, yang terdiri dari pihak Pertamina, Hiswana Migas, Disperindak, ESDM dan Polri sebagai pendamping untuk mengawasi pangkalan.
Dia juga menegaskan, untuk saat ini HET yang digunakan masih Rp16.500, pihaknya juga sepakat untuk mulai menerapkan HET terbaru pada 1 Februari 2020. ”Untuk HET yang baru itu Rp18 ribu, dengan HET segitu, Pangkalan akan mendapatkan margin sekitar Rp2500,” tandasnya. (ega/yud)