Kuasa Hukum Mardani H. Maming Jelaskan Kronologi Kerjasama PT PCN dan PT PAR (B69)

Selasa 24-05-2022,07:00 WIB
Reporter : Alam Islam
Editor : Alam Islam

RADARLAMPUNG.CO.ID - Kuasa hukum Mardani H. Maming, Irfan Idham, S.H., menyatakan memiliki fakta baru bukti kuat berupa dokumen lengkap untuk membantah kesaksian Christian Soetio sebagai Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) soal aliran dana ke Bendahara Umum (Bendum) PBNU, Mardani H. Maming, dalam kasus dugaan suap izin pertambangan dengan terdakwa Dwiyono Putrohadi.

“Saya memiliki dokumen lengkap untuk membantah seluruh keterangan saksi Christian Soetio terkait aliran dana yang ditujukan kepada klien kami, Mardani H. Maming. Kesaksian Christian tidak disertai dengan bukti dan fakta yang ada,” tegas Irfan Idham, pengacara yang bergabung dalam Titah Law Firm itu.

Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kalsel, Jumat (13/5) lalu, Christian Soetio, yang diajukan sebagai saksi meringankan terdakwa Dwiyono, menyebut adanya aliran dana sebesar Rp89 miliar kepada Mardani H Maming, melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).

Padahal, kata Irfan, transfer itu justru ditujukan ke rekening perusahaan yang saat itu tidak ada kaitannya dengan Mardani H Maming.

“Justru PT PCN lah yang mempunyai utang kepada PT TSP dan PT PAR sebesar Rp106 miliar. Saat ini PT PCN sedang dalam proses perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ungkap Irfan.

“Kesaksian Christian itu fitnah yang keji. Karena faktanya, dana yang ditransfer ke rekening PT PAR dan PT TSP adalah dana tagihan kepada PT PCN. Di mana, saat itu PT PAR ataupun PT TSP memang dimiliki keluarga Mardani H. Maming. Tapi tidak ada kaitan dengan bapak Mardani,” tegas Irfan Idham.

Irfan melanjutkan, PT PAR dan PT TSP yang saat ini milik Batulicin Enam Sembilan (B69) Group, beberapa tahun lalu menjalin kerja sama dengan PT PCN dalam mengelola pelabuhan batu bara PT Angsana Terminal Utama (ATU).

“Jadi ini adalah murni hubungan keperdataan antara perusahaan dengan perusahaan atau dengan kata lain ini adalah murni busines to business,” sebut dia.

Dilanjutkan, dari dokumen yang dihimpun, Mardani H. Maming memang belum menjadi pemilik perusahaan. Karena pada tahun 2009 sampai dengan 2018, Mardani tidak terlibat dalam perusahaan karena sedang menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.

Adapun PT PAR dahulunya merupakan anak perusahaan dari B69. Namun kemudian dimiliki secara penuh oleh PT PCN.

Sesuai fakta-fakta dan bukti yang ada, Irfan Idham lantas merincikan kronologis hubungan bisnis antara PT ATU, PT PAR, PT TSP dan PT PCN.

Awalnya pada 21 Februari 2011, PT ATU didirikan dengan pemegang saham Rois Sunandar Maming sebesar 80% dan M. Bahruddin 20%. Saat itu PT ATU sudah mempunyai izin pelabuhan sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KP.940 Tahun 2011. Perusahaan itu sepenuhnya milik group B69.

Lalu pada 2 April 2012, datanglah PT PCN sebagai investor menawarkan kerjasama dengan PT ATU untuk membangun fasilitas crusher dan counveyor.

PT ATU setuju dan disepakati PT PCN mendapatkan saham sebesar 70%. Susunan kepemilikan saham PT ATU berubah menjadi M. Bahrudin 30% dan PT PCN 70%. Direksi Hendry Soetio sebagai Direktur dan M. Bahruddin sebagai Komisaris.

Selanjutnya pada 28 Februari 2014, terjadi pernyataan di luar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa PT ATU. Sehingga PT ATU sebagai pemegang saham 30%, berubah menjadi PT TSP dengan Direktur M. Aliansyah dan Komisaris M. Bahruddin.

Pada 20 Agustus 2014, atas inisiatif Hendry Soetio selaku Direktur PT ATU pada saat itu menawarkan perubahan pembagian hasil atau deviden 30%.

PT TSP dipersamakan dengan Fee Rp10.000/Mt batu bara, dengan maksud untuk mempermudah hasil penghitungan. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam perjanjian antara PT TSP dan PT ATU.

Selanjutnya tanggal 31 Desember 2015 dan 1 Januari 2016, atas keinginan Hendry Soetio selaku Direktur PT PCN yang memiliki 70% saham, ingin menguasai 100% saham PT ATU, agar dapat melakukan pinjaman bank.

Hendri Soetio menawarkan merubah saham 30% milik PT TSP menjadi Fee Rp10.000/Mt yang diserahkan kepada PT Permata Abadi Raya (PT PAR) yang merupakan bagian dari perusahaan B69.

“Dana inilah yang menjadi tagihan PT PAR kepada PT PCN yang disebut Christian dalam persidangan, mengalir kepada klien kami Mardani H Maming,” ungkap Irfan Idham.

Padahal, lanjut Irfan, justru PT PCN lah yang memiliki hutang kepada PT PAR. Saat ini, PT PCN  sedang dalam proses perkara PKPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Lebih jauh Irfan Idham menjelaskan, pada tanggal 25 Agustus 2016, akhirnya terjadi perubahan nama pelabuhan milik PT ATU menjadi pelabuhan PT PCN yang tercantum dalam Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Laut. BX-285/PP 008.

Dalam pertimbangan SK Dirjen Perhubungan Laut, poin B disebutkan bahwa terminal untuk kepentingan sendiri yang akan dikelola oleh PT PCN sebelumnya adalah milik PT ATU yang telah mendapatkan persetujuan pengelolaan berdasarkan Keputusan Menhub No. KP.940 tanggal 28 November 2011.

Irfan juga mengungkapkan, saat ini PT PCN mengalami kesulitan keuangan dan sedang dalam perkara PKPU di PN Jakarta Pusat dengan lerkara Nomor 412/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Di mana, dalam perkara tersebut Jhonlin Group adalah pihak investor yang ingin mengambil alih kepemilikan aset dan perusahaan PT. PCN. (rls/ais)

Tags :
Kategori :

Terkait