INDRA Wahidin mengirimkan foto diri di depan kaligrafi pepatah Mandarin kesukaannya. Bunyinya: 难得糊涂 (nán dé hú tu).
Secara kata per kata, "难得" (nán dé) artinya: jarang-jarang. Sedangkan "糊涂" (hú tu) maknanya: ngaco.
Jadi, kalau diartikan letterlijk: jarang-jarang bisa ngaco.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan: Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman, Dang Ji Li Duan
Namun di Tiongkok, peribahasa yang berasal dari pelukis masyhur era dinasti Qing Zheng Banqiao 郑板桥 ini acap dialihbahasakan menggunakan bait puisinya Thomas Gray.
Dalam penutup ode (syair pujian) berjudul Ode on a Distant Prospect of Eton College, pujangga Inggris abad ke-18 itu menulis, "where ignorance is bliss, 'tis folly to be wise."
Terjemahan bebasnya, mending tidak tahu, daripada tahu hanya bikin mumet. Bisa juga, mending mengalah, daripada ngotot cuma menambah masalah.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan: Jahja B. Soenarjo, Ping Liu Huan Jin
Boleh juga diartikan, mending pura-pura bodoh, daripada sok pintar.
Perumpamaan sederhananya, tahu banyak tentang kenaikan angka Covid-19, justru membuat kita tambah tidak tenang daripada tidak mengetahuinya sama sekali.
Tahu banyak tentang mantan yang makin hari makin mapan, malah membuat kita gagal move on dan sakit hati.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan: Pemerhati Pasar Seni Rupa Hendro Tan, Zhi Zu Bu Ru, Zhi Zhi Bu Dai
Begitulah. Ada kalanya, tak peduli atau acuh tak acuh pada sesuatu, banyak gunanya juga. Atau, mengutip Indra yang kini menjabat ketua harian Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI),
"Bisa merelakan dan mundur selangkah, bisa membuat hidup kita jadi lebih santai dan tanpa beban."
Indra mencontohkan, dalam pergaulan sehari-hari banyak sekali perbedaan pendapat yang berakhir pada percekcokan lantaran menganggap diri paling benar dan paling menguasai masalah.