BENJAMIN Mangitung yakin manusia adalah makhluk sosial. "No man is an island," katanya, mengutip puisi penyair sekaligus rohaniawan Inggris John Donne (1572-1631).
Terjemahan bebasnya, tak ada seorangpun mampu hidup sendirian. Yang bisa melakukan segalanya tanpa keterlibatan siapa-siapa.
Sepeti anak, membutuhkan orang tua untuk dilahirkan dan dibesarkan. Orang tua memerlukan anak untuk merawat saat lanjut usia.
Atasan membutuhkan bawahan untuk bekerja. Bawahan memerlukan atasan untuk mendapat penghidupan. Dan seterusnya.
Intinya, kini zaman kolaborasi, bukan konfrontasi. Seperti pepatah Tiongkok, “唇亡齿寒” (chún wáng chǐ hán). Kalau tidak ada bibir, gigi akan kedinginan.
Artinya, antara orang yang satu dengan yang lain, berada dalam hubungan saling ketergantungan, interdependensi.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan: Konjen Jepang Takeyama Ken-ichi, Jing Wei Tian Hai
Begitu juga dengan kesuksesan Benjamin. Ia dapatkan dari campur tangan orang-orang.
”Waktu saya memulai bisnis hasil laut, terutama ikan, saya banyak mendapat uluran tangan dari teman-teman saya,” sebut Benjamin.
Misalnya, ia diberi pemakaian ruang proses untuk mengolah ikan menjadi fillet gratis.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan: Samuel Lie, Shui Zhi Qing Ze Wu Yu, Ren Zhi Cha Ze Wu Tu
Ini membuatnya bisa mengekspor produk ke luar negeri. Utamanya ke Australia dengan brand Wild Reef.
Sementara di dalam negeri, ia olah menjadi siomai, gyoza, bakso, dan lain-lain.
Sebelum menjadi pengusaha, Benjamin kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.