Kemudian, Kabupaten Jayawijaya, Papua, menduduki urutan pertama kabupaten dengan kerawanan isu politik uang paling tinggi, disusul Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan di Sulawesi Tengah, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, dan Kabupaten Lampung Tengah, Lampung.
Dalam kesempatan itu, merujuk pada pengalaman pemilu 2019, Lolly membagi modus politik uang menjadi tiga rupa.
Memberi janji, memberi barang, dan memberi langsung.
Memberi langsung contohnya, uang, voucher, atau uang digital sebagai imbalan memilih.
BACA JUGA:Ingat, Politik Uang Lecehkan Pemilih
“Yang nominalnya Rp 20 ribu sampai Rp 200 ribu. Murah ya? Padahal untuk masa depan Indonesia,” kata Lolly.
Memberi barang, misalnya membagikan perlengkapan ibadah, hadiah lomba, bahan bangunan, kompor gas dan lain sebagainya.
Kemudian yang terakhir adalah memberi janji. Menjanjikan barang atau uang pada masa tenang.
Sementara pelaku praktik politik uang kata Lolly, ada empat. ASN, tim sukses, simpatisan, adhoc, hingga kandidat atau peserta pemilihan.
BACA JUGA:Sambangi Bawaslu Kota, Massa Demo Soal Dugaan Politik Uang
Anggota KPU RI Parsadaan Harahap menjelaskan, pemetaan isu politik uang inu akan menjadi referensi bagi KPU.
Hal ini menurutnya perlu dilakukan lantaran praktik politik uang semakin hari semakin bermodus variatif dan mencederai demokrasi.
“Bentuk-bentuknya sangat variatif, dari yang bentuknya konvensional sampai yang sifatnya sudah mengarah ke kejahatan kerah putih,” ucap Parsadaan.
BACA JUGA:11 Wisata Solo Jawa Tengah dari Wisata Alam hingga Religi, Surga Tersembunyi di Kota Batik
Bahkan, sambungnya, dengan kecanggihan dan praktik politik uang yang semakin terstruktur dan masif, penyelenggara pemilu kerap kesulitan melakukan pembuktiannya.
Karenany, ditegaskannya, KPU menegaskan sangat penting kolaborasi stakeholder dalam mencegah politik uang.