Hal yang memberatkan perbuatan Hayati tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Sedangkan yang meringankan hakim menilai Hayati belum pernah dihukum, kemudian sopan dan mengakui perbuatannya.
Hakim juga berbeda pendapat dengan versi perhitungan kerugian negara dengan jaksa penuntut umum.
Di mana menurut majelis hakim, kerugian negara yang ditimbulkan dari perkara ini adalah senilai Rp 9,3 miliar. Hakim menilai kerugian ini dari fakta persidangan.
BACA JUGA:Nekat Melawan Saat Akan Diamankan Polres Lampung Timur, Tersangka Curas Tewas Terkena Timah Panas
Perbedaan ini juga mengakibatkan berbedanya uang pengganti kerugian negara Hayati.
Sebelumnya dalam tuntutan jaksa, Hayati diminta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar.
Dalam putusan ini, hakim juga menolak permohonan Hayati untuk menjadi justice collaborator.
Sebab, dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai justru peran Hayati lebih besar dari dua terdakwa lainnya.
BACA JUGA:Dewa Dalam Mitologi Yunani Berdasarkan Karakteristiknya
"Diperoleh peran terdakwa Hayati lebih besar dibanding terdakwa lainnya. Dan terdakwa memberikan keterangan yang sama dan tidak terlalu signifikan. Justice collaborator Hayati harus ditolak," tandasnya.
Usai membacakan putusan, Hayati langsung menerima putusan hakim. Sedangkan jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir.
Diberitakan sebelumnya Hayati mantan pembantu bendahara penerimaan DLH Bandar Lampung dituntut empat tahun dan enam bulan penjara. Dia juga didenda Rp 500 juta.
"Menghukum terdakwa Hayati untuk membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan penjara," jelasnya.
BACA JUGA:Catat! Ini Daftar Rincian Formasi CPNS 2023 Untuk Lulusan D3 Semua Jurusan
Tak hanya itu, terdakwa Hayati juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1,747 miliar.