RADARLAMPUNG.CO.ID - Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi mengungkap merek Roti Okko terkontaminasi atau mengandung bahan baku kosmetik Natrium Dehidrosetat, Kamis, 25 Juli 2024.
Hal itu disampaikan Kepala Deputi III Bidang Pengolahan dan Pengawasan Makanan BPOM RI Ema Styawati pada siaran resminya kepada para awak media melalui meeting Zoom.
Ema mengatakan, Natrium Dehidrosetat digunakan Produsen Roti Okko sebagai pengawet makanan, di mana lamamnya sebuah produk yang tidak sesuai dengan regulasi yang ada dapat mencirikan bahan kimia tidak semestinya.
"Produk makanan yang diberikan bahan pengawet masa simpannya panjang, kalau dia awet selama tiga bulan selama tidak ada perubahan rasa dan tekstur atau reaksi saat itu juga tidak apa-apa," katanya.
Bicara soal reaksi atau dampak mengkonsumsi makanan dengan bahan pengawet berbahaya, kata Ema akan sangat berpengaruh pada kelompok Hypersensitivitas.
"Bila mengkonsumsi bahayanya yang mempunyai riwayat hypersensitivitas akan menimbulkan reaksi alergi disalurkan cerna. Efeknya langsung saat itu juga. Kalau terdapat efek, langsung segera ke pelayanan kesehatan," ujarnya.
Pihaknya juga telah melakukan uji laboratorium terhadap Roti AOKA, namun hasil lab yang ada tidak ditemukan bahan tersebut seperti tahun lalu.
"Roti OKKO adalah produk baru. Kalau tahun lalu kita temukan roti AOKA. Jadi diinspeksi BPOM roti OKKO berbasis resiko kita cek PPOB-nya tidak konsisten. Pengujian lab mengandung natrium hidroasetat yang tidak sesuai saat pengajuan produk pada Oktober 2023," imbuhnya.
BACA JUGA:Warga NU Diminta Berpolitik Aktif, Pengamat: Organisasi Kemasyarakatan Jadi Magnet Tersendiri
Merujuk pada hasil lab tersebut BPOM menyebut telah melakukan penghentian produksi sekaligus menarik semua roti Okko dari peredaran masyarakat.
"BPOM lakukan penghentian produksi dan menarik semua peredarannya. Karena tidak sesuai dan mengandung bahan yang bukan diizinkan maka produk ini ditarik dari peredaran," ujarnya.
Pihaknya juga menanggapi mengapa bahan tersebut belum ada rekomendasi dari BPOM meskipun hal ini sudah digunakan di luar negeri.
"Kenapa ini belum masuk rekomendasi bahan tambahan dari BPOM, sementara bahan tersebut di beberapa negara digunakan untuk margarin, namun di Indonesia belum diterapkan karena belum ada kajian panjang terhadap hal ini," tandasnya. (*)