“Program ini sudah di jalur yang tepat, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, terutama terkait regulasi dan kejelasan status tenaga ahli gizi maupun akuntan,” ujarnya.
Bastian juga mendukung penerapan sistem klasifikasi SPPG berbasis grade. “Dengan adanya klasifikasi, SPPG akan lebih terpacu memenuhi standar. Misalnya, jika luas dapur belum sesuai, maka grade-nya bisa diturunkan, dan itu berdampak langsung pada jumlah penerima manfaat. Ini akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala SPPG Beringin Raya, Kemiling, Krisnina Maharani Wijaya menyebut pihaknya melayani 10 sekolah dari jenjang TK hingga SMA, termasuk satu pondok pesantren, dengan total 3.218 penerima manfaat.
Lebih lanjut SPPG ini juga melayani SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi di Jalan Teuku Cik Ditiro, Beringin Raya dengan menerapkan aturan khusus terkait jenis makanan.
BACA JUGA:Perdana, Dapur SPPG Pemuda Muhammadiyah Lampura Salurkan 1.481 MBG
“Untuk siswa SLB, kami menerapkan aturan khusus terkait jenis makanan. Salah satunya, kami tidak menyajikan makanan berbahan dasar tepung atau yang mengandung gluten,” jelas Krisnina.
Guna menjaga keamanan pangan, dapur SPPG menerapkan sistem dua kali proses memasak setiap hari.
“Menu untuk TK dan SMP dimasak mulai pukul satu dini hari, sedangkan untuk SMA dimasak mulai pukul tujuh pagi,” imbuhnya.
Sementara itu, Herwan SDA selaku mitra pengelola SPPG menuturkan, SPPG Beringin Raya mulai beroperasi sejak 16 September 2025 dan kini mempekerjakan 47 orang, yang sebagian besar warga sekitar.
BACA JUGA:Bupati dan Wakil Bupati Pringsewu Tegaskan Persiapan MBG Harus Mengacu Pada SOP
“Kehadiran SPPG ini membuka lapangan kerja baru dan menggerakkan ekonomi lokal. Banyak ibu rumah tangga kini punya penghasilan tambahan,” ungkap Herwan.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, lembaga legislatif, dan masyarakat, keberadaan SPPG diharapkan dapat memperkuat upaya mewujudkan Makanan Bergizi Gratis yang aman, berkualitas, dan berkeadilan untuk seluruh anak Indonesia.