disway awards

Proyek Living Plaza Disorot DPRD Bandar Lampung, Ijin Lengkap Bukan Berarti Aman

Proyek Living Plaza Disorot DPRD Bandar Lampung, Ijin Lengkap Bukan Berarti Aman

Proyek Living Plaza Lampung di kawasan Rajabasa. Foto/Juli Abdul Gofur--


Proyek Living Plaza Lampung di kawasan Rajabasa. Foto/Juli Abdul Gofur--

“Saya akan kawal ini sampai tuntas. Setelah kembali, saya siap ajak teman-teman komisi turun ke lapangan. Masyarakat berhak tahu rencana pembangunan di wilayah mereka,” katanya.

Lebih lanjut, Agus menegaskan hingga kini belum ada sosialisasi ataupun hearing antara pihak pengembang dan DPRD utamanya persoalan AMDAL.

BACA JUGA:Respon Keluhan, Walikota Datangi Lokasi Calon Mal Living Plaza

 “Amdal-nya belum pernah kami lihat, baik dari Dinas Lingkungan Hidup maupun Perkim sampai saat ini. Tidak ada sosialisasi, hearing juga belum ada  tahu-tahu sudah ada peletakan batu pertama. Ini seperti main kucing-kucingan. Bagi kami, itu tidak bisa dibenarkan,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila) Dr. Muhammad Thoha B. Sampurna Jaya menyoroti masih adanya penolakan warga terhadap rencana pembangunan kembali Living Plaza Lampung (LPL) di Rajabasa Nunyai, Kota Bandarlampung.

Dirinya menilai, pihak pengembang harus membuka secara transparan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) agar masyarakat memahami dampak yang mungkin ditimbulkan dari proyek tersebut.

Menurut Thoha, AMDAL bukan sekadar formalitas izin, melainkan dokumen yang harus disertai bukti pemantauan dan pengelolaan lingkungan secara nyata.

BACA JUGA:GM Witel Lampung Dampingi Bupati Lampung Barat Kunjungi Living Lab SCN

 “AMDAL itu harus dibuktikan, bukan hanya izin. Pemantauan lingkungannya seperti apa, masyarakat sekitar juga harus tahu. Itu harus disampaikan dalam forum resmi antara pemilik proyek dan masyarakat,” ujarnya saat dimintai tanggapan pada 13 Oktober 2025 lalu.

Dia juga menyoroti pertemuan antara pihak pengembang dan tokoh masyarakat beberapa waktu lalu. Thoha mempertanyakan apakah dalam pertemuan tersebut aspek AMDAL telah dibahas secara komprehensif, mengingat kawasan Rajabasa dikenal rawan banjir.

“Kita bisa melihat dari dua sudut pandang. Karena itu, AMDAL harus dilihat secara menyeluruh—layak atau tidak layak. Ada dokumen perencanaan pengelolaan dan pemantauannya. Menolak atau menerima proyek itu harus punya dasar yang kuat. Kalau ada AMDAL, ya harus benar dan transparan,” tegasnya.

Terkait wacana pembangunan embung yang diusulkan sebagian warga sebagai solusi limpahan air di wilayah tersebut, Thoha menilai hal itu dapat membantu mengurangi potensi banjir. Namun, kelayakan pembangunan embung juga harus tercermin jelas dalam dokumen AMDAL.

BACA JUGA:Soal Pemangkasan Anggaran TKD Rp300 Miliar dari Pusat, BKAD Bandar Lampung Tunggu Pembahasan DPRD

“Embung itu sifatnya membantu limpahan air di wilayah sekitar. Tapi kelayakannya harus tergambar jelas dalam analisis dampak lingkungan. Semua harus tertulis dan dapat diakses,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: