1 Dari 9 Anak Perempuan Menikah Dini

1 Dari 9 Anak Perempuan Menikah Dini

Skata Luncurkan Kampanye 1001 Cara Bicara RADARLAMPUNG.CO.ID - Rendahnya pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi menjadi salah satu penyebab kehamilan dan pernikahan remaja di Indonesia. Skata sebagai situs parenting dan referensi orangtua seputar kesehatan reproduksi dan seksual yang berada di bawah naungan Johns Hopkins Center for Communication Program (JHCCP) dan didukung oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), akan segera meluncurkan kampanye \"1001 Cara Bicara\" 24 Oktober 2019, di Jakarta. Ya, menurut hasil Riskesdas tahun 2018, terdapat 33.5% remaja perempuan usia 15-19 tahun sudah hamil dan mengalami risiko kurang energi kronis. Begitu juga berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016, bahwa 1 dari 9 anak perempuan sudah menikah di bawah usia 18 tahun, bahkan 0,5% berada pada usia <15 tahun. Fakta tersebut tidak terlalu mengejutkan mengingat remaja semakin permisif terhadap seks pranikah. Sementara hanya 5 dari 10 remaja yang mengetahui bahwa satu kali berhubungan seks saja sudah dapat menyebabkan kehamilan. Kurangnya pengetahuan remaja dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah akibat pembicaraan mengenai seks dan kesehatan reproduksi yang masih dianggap tabu sebagian besar orangtua. Padahal, orangtua memegang peranan penting dalam menyampaikan informasi akurat, memberikan motivasi, keterampilan sikap, dan menjadi role model dalam mempraktikkan perilaku yang dimaksud. “Selama ini orangtua sangat bersemangat untuk belajar parenting saat anak masih kecil dan berhenti saat anak semakin besar. Lalu, anak beranjak remaja dan orangtua menjadi bingung karena ternyata tantangannya cukup besar. Karena itulah, 1001 Cara Bicara berusaha untuk menjembatani missing link tersebut,” jelas Dinar Pandan Sari, Demand Generation Officer di JHCCP/ moderator media gathering di ICIFPRH, Rabu (2/10). Skata, melalui www.skata.info, berupaya mengembalikan peran orangtua sebagai referensi pertama anak, terutama soal edukasi seks dan kesehatan reproduksi. Berbicara kespro, lanjut dia, hal ini sebenarnya merupakan landasan yang dapat menentukan masa depan sebuah bangsa. Sebab tidak hanya akan mempengaruhi kualitas kesehatan dan keluarga, tetapi juga secara tidak langsung akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. 1001 Cara Bicara didesain menjadi sebuah program yang terkesan sederhana namun bisa berdampak luar biasa besar di kemudian hari. \"Melalui e-book, video tips singkat, dan berbagai produk serta aktivasi digital dan offline, diharapkan program ini dapat memberi inspirasi bagi orangtua untuk mencari cara yang tepat tentang bagaimana harus berkomunikasi dengan anak remaja,” tambah Dinar. Semuanya bisa diakses dengan mudah melalui situs online. \"Kami mendukung sepenuhnya program ini. Sebab kami sadar betul betapa krusialnya waktu yang dihabiskan bersama di dalam keluarga, termasuk pentingnya melekatkan hubungan emosional orangtua dengan anaknya. Maka dari itu pada awal tahun ini kami pun telah meluncurkan Gerakan Kembali ke Meja Makan sebagai upaya untuk menguatkan kembali fungsi keluarga,\" ujar Asep Sopari, SPd, MSc, Kasubdit Pengembangan Program Bina Ketahanan Remaja. Orang tua, kata dia, memiliki tugas menyiapkan anak-anaknya kelak menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Anak-anak ini nantinya harus mampu mandiri secara fisik dan psikologis menghadapi tantangan kehidupan. BKKBN akan mengadopsi produk-produk tersebut untuk membantu program Bina Ketahanan Keluarga Remaja hingga ke pelosok-pelosok, salah satunya dengan mendorong Pemerintah Daerah untuk menggunakan Dana Alokasi Khusus. Pemda diharapkan melakukan perbanyakan dan pelatihan di lapangan untuk mengimplementasikan produk ini. “Di jaman desentralisasi ini, Pemerintah Pusat sudah tidak lagi diizinkan untuk memberikan secara langsung ke Pemerintah Daerah, oleh karenanya yang bisa kami lakukan adalah membangun prototype bersama mitra untuk kemudian dianggarkan sendiri oleh pemerintah daerah,” ucap dia. Dr. dr. M. Yani, M.Kes., PKK., Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN menambahkan, urusan memahami anak memang susah-susah gampang. Apalagi ketika anak masuk fase remaja yang merupakan peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Orang tua perlu pintar-pintar memahami karakter dan ciri perkembangan yang tengah dialami anak. Setiap anak menurutnya adalah unik. Masing-masing mengalami fase perkembangannya sendiri-sendiri sehingga tidak bisa dibandingkan satu dengan yang lain. Bahkan adik dan kakak kandung pun tidak bisa disamakan perkembangannya. Tidak ada gunanya pula membandingkan karena hanya akan menorehkan luka di hati anak. \"Dengan demikian, orang tua dapat memberi respon yang tepat agar anak merasa dipahami, diterima, dan nyaman dalam mengembangkan konsep dirinya. Hingga akhirnya dengan penuh percaya diri, ia mampu mengatasi tantangan dan masalah yang menghampiri hidup,” tukas Yani. (sur) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: