KAHMI Lampung Sikapi Fenomena Oligarki Kekuasaan Negara

KAHMI Lampung Sikapi Fenomena Oligarki Kekuasaan Negara

RADARLAMPUNG.CO.ID- PMW Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Lampung menyikapi dinamika kehidupan politik, hukum, dan ekonomi negara saat ini. Dalam pernyataan sikap yang ditandatangani Koordinator PMW KAHMI Lampung Abi Hasan Muan dan Sekretaris Ganjar Jationo, KAHMI Lampung menyampaikan empat butir pernyataan sikapnya atas berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat. Berikut pernyataan lengkap PMW KAHMI Lampung yang diterima redaksi Rabu (3/3):   Pernyataan Sikap Pengurus Majelis Wilayah Korp Alumni Mahasiswa Islam (KAHMI) Propinsi Lampung Tentang Fenomena Oligarki Kekuasaan Negara Dalam Realitas Politik, Ekonomi Dan Hukum Yang Mendegradasi Nilai Sosial Budaya Dan Kehidupan Beragama Menyikapi dinamika kehidupan politik, hukum, dan ekonomi negara saat ini, dirasakan telah menjadi ruang sempit bagi tumbuh dan berkembangnya kehidupan manusia Indonesia yang memiliki keluhuran nilai sosial budaya dan ajaran agama (dalam berislam khususnya). Negara dengan kebijakan yang dibentuknya secara bertahap seperti telah menggerus hak-hak fundamental, nilai-nilai sosial budaya dan ajaran agama. Realitas politik, hukum, dan ekonomi yang terbentuk, memperlihatkan dominasi oligarki kekuasaan yang menguasai dan mengendalikan pengelolaan negara untuk kepentingan dan keuntungan ekonomi semata. Kolaborasi segelintir elit kekuasaan dan pemodal besar dengan kepentingan ekonomi dan politiknya, telah berhasil menyelundupkan kebijakan-kebijakan hukum yang merugikan dan melemahkan masyarakat dan bangsa ini. Negara dengan mengatasnamakan bagian dari masyarakat internasional, mengusung liberalisasi ekonomi dengan ideologi kapitalisme. Utang luar negeri sebesar Rp 2.870 triliun yang katanya untuk menggerakkan ekonomi Indonesia, nyatanya hanya mampu membangun infrastruktur yang dibutuhkan pemodal melalui investasi. Pembangunan jalan tol, pelabuhan dan bandar udara, “seolah olah” dilakukan untuk mensejahterakan rakyat, namun nyatanya lebih mengarah kepada kepentingan negara pemodal. Sementara konstitusi negara mengamanatkan tanggungjawab pengelolaan ekonomi negara sesuai dengan Pasal 33 ayat (1) ayat (2) ayat (3) „‟Perekonomian disusun sebagai usaha  bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Dalam _pasal 34 ayat (2) menegaskan tanggungjawab negara untuk mengembangkan sistem jaminan social bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat manusia. Kenyataan perkembangan ekonomi dibidang perdagangan dan industri, ekspor para pengusaha nasional tidak berdaya menghadapi banyaknya serbuan produk import. Kebijakan perlindungan dan pengamanan negara terhadap industri dalam negeri sangat lemah, terbukti pada banyak kasus (seperti produk hortikultura, hewan, dan baja) kalah dengan negara lain dalam sengketa di Organisasi perdaganan internasional (World Trade Organization). Menurut Laporan Bank Dunia (2018) salah satu ketimpangan di Indonesia terjadi akibat persoalan pemusatan kekayaan. Sebanyak 10% orang kaya memiliki 77% seluruh kekayaan negara. Selain itu uang yang didapat dari aset finansial dan fisik mengalir hanya ke kantong para orang kaya sehingga penghasilan yang mereka dapat lebih besar. Laporan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TP2K, Oktober 2019) menunjukkan bahwa 1% orang di Indonesia bisa menguasai 50% aset nasional. Jika dinaikkan jadi 10% keluarga maka ini menguasai 70%. Artinya sisanya 90% penduduk memperebutkan 30% sisanya. Saat ini negara sedang mempraktikan oligarki kekuasaan, melalui produk hukum revolusioner Omnybus Law (Undang-Undang Cipta Kerja) sebagai aturan-aturan sah untuk negara mendukung para pemodal mengeksploitasi sebesar-besarnya kekayaan negara. Berbagai Tambang di wilayah timur Indonesia dengan ribuan tenaga kerja asing menjadi tontonan masyarakat Indonesia. Investasi diberbagai sektor strategis diberikan dan dipermudah. Bahkan liberalisasi telah masuk kesektor pendidikan tinggi melalui perizinan dan akreditasi yang memberikan kemudahan pemodal asing mendirikan universitas internasional di Indonesia. Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi undang-undang memperlihatkan praktik kerja-kerja ekonomi dalam penanganan covid lebih dominan disamping kerja-kerja menyelamatkan manusia sebagai hukum tertinggi. Terbitnya SK Bersama tiga menteri (Pendidikan, Agama dan Menteri Dalam negeri) Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, meskipun dimaknai sebagai usaha menjaga eksistensi ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; serta membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama yang dianut peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, pada kenyataanya intervensi oligarki kekuasaan negara menyelusup membatasi nilai ajaran agama yang menjadi hak dasar warga negara bebas berkembang dalam kehidupan beragama anak didik atau tenaga pendidik dengan kehidupan sosialnya. Oligaraki kekuasaan telah mendegradasi ajaran agama tersekularisasi dalam batasan seragam anak didik dan para tenaga pendidik. Negara meletakkan titik sentral pada pembangunan ekonomi, telah mendudukkan penanam modal (investor) dianggap sebagai pelaku usaha utama. Sebagai agen pembangunan mendapatkan perlakukan istimewa dengan kemudahan-kemudahan dan mendistorsi ke berbagai bidang kemudahan investasi. Salah satunya yang nyata-nyata melukai hati umat Islam, adalah Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, tampak sekali negara abai terhadap aspek sosial budaya dan ajaran agama, dengan membuka keran investasi ikndustri minuman keras, yang selama ini ditutup untuk mencegah perilaku kehidupan sosial yang buruk, tidak sehat dan diharamkan dalam ajaran agama Islam, walaupun dengan dalih diberlakukan untuk Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi. Meskipun Presiden Jokowi melalui kanal Youtube menyatakan mencabut lampiran peraturan tersebut, akankah menjamin pemodal tidak mendapat izin untuk mendirikan industri haram tersebut. Undang-undang Omnybus Law menjadi alat oligarki kekuasaan merekayasa ekonomi (a tool of power oligarcy to economic enginering). Hukum digunakan bukan lagi dinilai dari kemampuannya memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum, tetapi hukum digunakan sejauhmana memberikan efesiensi dari untung rugi yang akan diperoleh. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas PMW KAHMI Lampung menyatakan sikap sebagai berikut:  

  1. Mengajak masyarakat dan kekuatan sosial untuk menolak keras kebijakan dan regulasi yang  mendegradasi  nilai-nilai sosial budaya dan agama serta yang sifatnya yang memarginalkan hak- hak sosial, politik, ekonomi rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
 
  1. Mengajak masyarakat dan kekuatan sosial untuk mendorong dan mendesak presiden untuk membuat kebijakan perlindungan ekonomi dan ketenaga kerjaan kepada masyarakat dari ancaman kemiskinan, kejahatan, pengangguran dan ketidak berdayaan ditengah pandemi covid-19 yang belum bisa dipastikan selesainya;
 
  1. Mendesak kepada Para Wakil Rakyat (Anggota DPR RI dan DPD RI) untuk selalu kritis dan responsif terhadap kebijakan negara yang memarginalkan kehidupan  rakyat                             Indonesia yang tengah menghadapi keterpurukan akibat pandemi covid-19.
 
  1. Mengajak kepada semua elemen kekuatan sosial dan keagamaan di Lampung untuk mengembangkan dialektika keumatan melalui silaturahmi, konsolidasi dan kerjasama terkait kondisi dan upaya- upaya dalam rangka menjaga dan memelihara kehidupan beragama dalam negara Pancasila yang berdasarkan UUD Negara RI.
  Tim Perumus : Drs. Ahmad Bastian, SY Dr. Slamet Haryadi, Sh., MH. Dr. Ayi Achadiyat, SE., MBA. Dr. Agus Nompitu, S.E., MTP Asrian Hendy Caya, SE., ME Dr. Usep Saifuddin, SE., MS.Ak. Rudi Antoni, SH., MH.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: