Iklan Bos Aca Header Detail

Soal Omnibus Law, Ini Tanggapan Pengamat dan UMKM

Soal Omnibus Law, Ini Tanggapan Pengamat dan UMKM

radarlampung.co.id - Undang-undang Cipta Lapangan Kerja yang mewacanakan penghapusan beberapa pasal di 32 undang-undang, terus medapatkan sorotan dari berbagai pihak. Terutama tentang rencana penghapusan pasal di undang-undang Jaminan Produk Halal.

Terkait ini, Pengamat Ekonomi dari Universitas Lampung (Unila), Asrian Hendi Caya mengatakan, bisnis halal saat ini semakin berkembang, khususnya di Indonesia. Seharusnya, perkembangan ini bisa mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.

“Label halal ini juga justru tidak menghambat bisnis. Jika memang masih terkendala dalam mengurus sertifikasinya, berarti pemerintah harus mencari solusi bagaimana caranya supaya bisa lebih mudah,“ kata dia kepada radarlampung.co.id, Rabu (22/1).

Terlebih, sambung dia, saat ini proses untuk mengurus syarat halal itu sudah kambali lagi ke Kementerian Agama dan bukan di MUI lagi. Dirinya mengusulkan, agar Pemerintah bisa memperbanyak lab-lab yang menguji syarat halal pada produk-produk yang akan dijual.

Selain itu, Pemerintah juga bisa menggandeng sejumlah perguruan tinggi seperti Universitas Islam Indonesia (UIN) di sejumlah daerah untuk menguji syarat halal tersebut. “Justru perguruan tinggi itu akan sangat senang sekali bisa ikut terlibat karena otomatis itu akan berdampak baik juga untuk perguruan tinggi mereka,“ katanya.

Hal serupa juga diungkapkan Pengamat Ekonomi dari Universitas Bandar Lampung (UBL), Syahril Daud yang mengatakan, label halal jelas sangat dibutuhkan untuk menjamin kehalalan bahan-bahan yang digunakan dalam memproduksi suatu produk. Khususnya di Indonesia, yang 75 persen masyarakatnya adalah muslim

“Karena di dalam hukum Islam kan memang ada namanya tentang keyakinan untuk menggunakan produk-produk yang halal itu,“ katanya.

Dia berpendapat, rencana penghapusan pasal-pasal dalam undang-undang Jaminan Produk Halal ini bisa jadi mendapat intervensi dari berbagai pihak yang tidak bisa menjual produk non-halal di Indonesia. “Sehingga tidak ada lagi yang menghambat (bisnis, red) mereka,“ katanya.

Penghapusan pasal pada undang-undangan Jaminan Produk Halal ini, sambung dia, otomatis akan menciptakan keresahan di masyarakat, sebab ada beberapa bahan yang digunakan dalam membuat produk bisa jadi tidak halal. Khususnya untuk produk makanan.

“Masyarakat butuh jaminan halal itu. Kalau ini sampai dihilangkan pasti akan menciptakan masalah. Sedangkan masyarakat inginnya ketentuan halal itu ditambah pasal-pasalnya biar lebih aman, bukan malah dihapuskan,“ tambahnya.

Hal ini juga akan berpengaruh terhadap market, karena perlahan-lahan konsumen akan meninggalkan produk-produk yang tidak memiliki label halal. Sebab tren konsumen saat ini yang cendrung untuk mencari tau bahan-bahan yang terkandung dalam suatu produk.

“Jangankan untuk makanan, sekarang ini bahkan untuk produk kecantikan dan kesehatan saja, orang-orang sudah mulai mencari produk-produk yang berlabel halal,“ tandasnya.

Sementara itu, Owner Damarian Pusat Oleh-Oleh Khas Lampung, Heri Andrian berpendapat, jika dilihat dari segi bisnis label halal itu sendiri banyak dikeluhkan lantaran proses mengurusnya yang tidak mudah dan tidak murah selama ini.

“Prosesnya juga agak panjang dan kalau UMKM biasanya keberatan karena persyatannya yang banyak. Sehingga kalau di UMKM menengah bawah, label halal biasanya tidak bersertifikasi,“ katanya.

Dia juga mengatakan, sebagai pengusaha yang menampung berbagai produk-produk dari UMKM, pihaknya jelas lebih senang menjual produk-produk yang berlabel halal. Sebab bagi konsumen label halal menjadi hal yang sangat penting sekali.

Namun, sambung dia, jika nantinya sertifikasi halal itu dihapuskan atau tidak diwajibkan sama sekali, hal itu mungkin akan memudahkan para UMKM, khususnya yang menengah bawah untuk memasarkan produk mereka kemasyarakat.

“Tapi selama UMKM itu jujur dan yakin kalau produk mereka dibuat dari bahan yang halal, ya tidak ada masalah. Cuma itu juga tidak bisa menjamin karena tidak jarang ada pedagang nakal, apalagi kalau produk yang dijual berbahan daging,“ tandasnya.

Dirinya sendiri berharap, Pemerintah bisa memilik satu lembaga yang nantinya ditunjuk untuk memudahkan proses sertifikasi halal tersebut, untuk membantu UMKM dalam mengurus sertifikasi halal mereka. “Karena sebenarnya sertifikasi halal itu kan mengandung kepentingan UMKM dan konsumen,“ pungkasnya. (ega/yud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: