Kisah Mahasiswa Asing Belajar di Unila

Kisah Mahasiswa Asing Belajar di Unila

Radarlampung.co.id - Mahasiswa asing yang menempuh jalur degree di Universitas Lampung (Unila) mengaku senang dan nyaman kuliah di Unila. Tidak hanya ketersediaan fasilitas yang lengkap, namun budaya akademik dan toleransi civitas akademika Unila menciptakan suasana kondusif untuk menunjang aktivitas perkuliahan.

Raed Mohammed Hassan Arada, mahasiswa asing asal Palestina yang menempuh kuliah di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik (FT) Unila, mengaku senang dan nyaman sebab mahasiswa Indonesia, khususnya mahasiswa Unila, sopan dan tidak sombong.

“Saya banyak teman mahasiswa Indonesia di Unila. Alhamdulillah tidak ada kesulitan beradaptasi dengan mahasiswa Indonesia. Mahasiswa Indonesia sopan, tidak sombong,” ujar Raed.

Raed menambahkan, di Unila terdapat mahasiswa yang berasal dari berbagai suku dan daerah, tapi semua bisa damai dan saling menghormati. Dia mengaku kagum dengan toleransi yang dibangun di kampus sehingga semua mahasiswa bisa menjalankan aktivitas pembelajaran dengan aman dan nyaman.

Menurut Raed, dia mendaftar ke Unila pada Februari 2019 melalui program beasiswa kerja sama Kedutaan Besar Palestina dan Unila. Raed melihat pengumuman penerimaan beasiswa mahasiswa S-1 Unila di website Kementerian Pendidikan Palestina.

“Awalnya saya tidak tahu Unila, tapi saya tertarik kuliah di Indonesia. Saya lihat syarat-syaratnya (untuk kuliah di Unila), alhamdulillah semuanya masuk, saya bisa daftar. Setelah beberapa minggu dihubungi pihak Unila dan saya diterima lewat beasiswa ini,” tutur Raed.

Diterima lewat jalur beasiswa, Raed mendapatkan berbagai fasilitas, mulai dari digratiskan uang kuliah hingga lulus selama 8 semester, mendapatkan homestay, dan uang saku sebesar Rp2,5 juta per bulan.

Saat datang ke Unila, Raed tidak bisa berbahasa Indonesia. Kemudian dia mengikuti program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing–BIPA) yang digelar UnUnilaila, mulai dari belajar membaca, menulis, hingga bertutur menggunakan bahasa Indonesia.

“Saya belajar empat bulan kursus bahasa Indonesia, belum terlalu lancar. Jadi saya sering ngobrol dengan teman-teman sesama mahasiswa asing untuk latihan, alhamdulillah kalau sekarang sudah lancar,” katanya.

Menurut Raed, semester pertama dan kedua kuliah di Unila, dia mengalami kesulitan dalam memahami mata pelajaran yang disampaikan menggunakan bahasa Indonesia. Terutama untuk mata kuliah Bahasa Indonesia dan Pendidikan Pancasila.

“Kalau mata kuliah kalkulus saya bisa memahami karena rumus-rumus dan persamaan,” ujarnya.

Beruntungnya, Raed cukup mudah bergaul dengan mahasiswa Indonesia di Unila sehingga ini membantunya dalam perkuliahan dan keseharian. Bahkan, hingga semester tiga, Raed mampu meraih nilai IPK cukup tinggi 3,7.

Sekitar satu bulan pertama, Raed juga kesulitan untuk mencari makanan khas Palestina di Lampung, sementara lidahnya belum bisa beradaptasi dengan makanan Indonesia yang cenderung pedas.

“Dulu saya tidak bisa makan makanan Indonesia, sekitar satu bulan, jadi saya masak mi instan atau telur di kosan. Kalau sekarang semua makanan Indonesia saya suka, terutama rendang dan mi Aceh,” ujar Raed yang memiliki hobi mengoleksi koin kuno ini.

Pada tahun ajaran ini, Raed sudah masuk semester empat perkuliahan. Selama di Unila, dia sudah mengikuti berbagai kegiatan outdoor-study yang digelar Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Kerja sama dan Layanan Internasional (UPT-PKLI) Unila.

Di antaranya mengenal seni dan budaya Lampung, serta kain daerah Lampung berupa batik dan tapis Lampung. Di samping itu, Raed aktif melakukan kegiatan kemasyarakatan.

“Budaya Indonesia yang paling saya senangi adalah saat menyembelih hewan kurban di masjid dan membagi-bagikan daging kurban ke masyarakat,” ujar Raed.

Satu hal yang tidak henti-hentinya dikagumi Raed adalah kehidupan masyarakat Indonesia yang aman dan damai, termasuk di Lampung. Menurutnya, persatuan masyarakat Indonesia sangat kuat, dan itu tidak dia temukan di negara-negara Arab dan Timur Tengah.

“Saya senang di Indonesia, saya ingin melanjutkan pendidikan ke S-2 Unila. Saya juga sering cerita tentang Indonesia ke adik-adik saya dan mereka tertarik juga dengan Indonesia,” kata Raed.

Cinta Seni dan Budaya Lampung

Sementara itu, Vu Ngoc Thuy Trinch, mahasiswa asing asal Vietnam yang mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Unila mengaku selalu terpesona saat menonton pertunjukan seni dan budaya Lampung.

Empat tahun menempuh studi di Unila, Vu Ngoc Thuy Trinch sudah menguasai beberapa tarian tradisional Lampung, di antaranya Tari Kipas dan Tari Sigeh Pengunten.

Menurutnya, ilmu tentang seni tradisional ini dia dapatkan ketika mengambil mata kuliah Seni Pertunjukan Indonesia yang mewajibkan mahasiswa belajar tarian tradisional, dalam hal ini tarian tradisional Lampung.

“Mahasiswa harus belajar dan menguasai tarian tradisional, jadi saya sudah bisa tari kipas dan tari sigeh pengunten,” ujar Vu Ngoc Thuy Trinch.

Dia juga belajar Bahasa Lampung yang merupakan salah satu mata kuliah wajib di jurusannya. Vu Ngoc Thuy Trinch tidak hanya belajar bahasa tutur Lampung, tapi juga belajar aksara Lampung.

“Saya belum banyak bisa bahasa Lampung, yang saya tahu misalnya tabik pun ia pun (salam dalam bahasa Lampung),” kata Vu Ngoc Thuy Trinch yang menyukai tradisi nyeruit khas Lampung ini, yaitu makan bersama dengan sajian ikan, sambal, dan lalapan.

Saat ini, dia sibuk mengurus jadwal seminar hasil untuk skripsinya yang berjudul Pelafalan Bunyi Konsonan Bahasa Indonesia oleh Penutur Vietnam. Setelah lulus dari Unila, Vu Ngoc Thuy Trinch berniat untuk lebih mendalami Bahasa Indonesia dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2 Bahasa Indonesia. Dia bercita-cita, setelah lulus nanti akan kembali ke Vietnam menjadi pengajar Bahasa Indonesia. (gie/rls/yud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: