Know Your Customer Versus Know Your Employee
Oleh: Anto Febria, Kepala Seksi Pencairan Dana pada KPPN Metro PEMANTAUAN atas aspek integritas pegawai dan kinerja organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan dirasakan masih perlu ditingkatkan. Hal ini ditandai dengan masih terjadinya beberapa kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lainnya terhadap pegawai Kementerian Keuangan. Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan sebagai unit yang bertanggung jawab untuk mengawal dan memantau kinerja organisasi memiliki keterbatasan sumber daya dalam melakukan pengawasan terhadap kantor-kantor vertikal Kementerian Keuangan di seluruh Indonesia. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, dibentuklah Unit Kepatuhan Internal (UKI) sebagai lapis kedua pengawasan, sehingga tugas pemantauan integritas pegawai dan kinerja organisasi Kementerian Keuangan dapat dilaksanakan. Inspektorat Jenderal sebagai koordinator bertugas membantu UKI di seluruh Indonesia untuk dapat melaksanakan fungsi pemantauan. Know Your Employee sebagai bagian dari Strategi Anti Fraud Strategi Anti Fraud yang dalam penerapannya berupa sistem pengendalian fraud, memiliki 4 (empat) pilar yaitu 1) pencegahan, 2) deteksi, 3) investigasi, pelaporan dan sanksi, serta 4) pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut. Pilar pencegahan merupakan bagian dari sistem pengendalian fraud yang memuat langkah-langkah dalam rangka mengurangi potensi risiko terjadinya fraud, yang minimal mencakup Anti Fraud Awareness, Identifikasi Kerawanan, dan Know Your Employee. Pilar deteksi merupakan bagian dari sistem pengendalian fraud yang memuat langkah langkah dalam rangka mengidentifikasi dan menemukan fraud dalam kegiatan organisasi, yang mencakup paling kurang kebijakan dan mekanisme whistleblowing, pelaksanaan audit secara mendadak (surprise audit), dan sistem pengamatan (surveillance system). Pilar investigasi, pelaporan, dan sanksi merupakan bagian dari sistem pengendalian fraud yang paling kurang memuat langkah‐langkah dalam rangka menggali informasi (investigasi), sistem pelaporan, dan pengenaan sanksi atas fraud dalam kegiatan organisasi. Pilar pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang paling kurang memuat langkah‐langkah dalam rangka memantau dan mengevaluasi Fraud,serta mekanisme tindak lanjut. Sesuai Teori Fraud Triangle yang digagas pertama kali oleh Donald R. Cressey (1953), yang diperkenalkan dalam literatur profesional pada Statement on Auditing Standards (SAS) No. 99, yang dinamakan fraud triangle atau segitiga kecurangan menjelaskan tiga faktor yang menyebabkan fraud, yaitu : 1. Pressure (tekanan), yaitu adanya insentif/tekanan/kebutuhan untuk melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non keuangan. Menurut SAS No. 99 , terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan, yaitu financial stability, external pressure, personal financial need, dan financial targets. 2. Opportunity (kesempatan), yaitu situasi yang membuka kesempatan untuk memungkinkan suatu kecurangan terjadi. Biasanya terjadi karena pengendalian internal organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan dan penyalahgunaan wewenang. Diantara elemen-elemen fraud triangle yang lain, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan diminimalisasi melalui penerapan proses, prosedur, dan upaya deteksi dini terhadap fraud. 3. Rationalization (rasionalisasi) yaitu adanya sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud. Rasionalisasi atau sikap (attitude) yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) aset yang dicuri dengan alasan bahwa tindakan tersebut untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya. Kebijakan Know Your Employee sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya fraud, sejatinya merupakan upaya pengendalian dari aspek sumber daya manusia. Organisasi yang menerapkan kebijakan Know Your Employee harus memperhatikan hal-hal berikut yang paling kurang mencakup: 1) sistem dan prosedur rekruitmen yang efektif. Melalui sistem ini diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai rekam jejak calon pegawai (pre-employee screening) secara lengkap dan akurat; 2) sistem seleksi yang dilengkapi kualifikasi yang tepat dengan mempertimbangkan risiko, serta ditetapkan secara obyektif dan transparan. Sistem tersebut harus menjangkau pelaksanaan promosi maupun mutasi, termasuk penempatan pada posisi yang memiliki risiko tinggi terhadap fraud; dan 3) kebijakan Know Your Employee antara lain mencakup pengenalan dan pemantauan karakter, perilaku, dan gaya hidup pegawai. Kebijakan Know Your Employee di Direktorat Jenderal Perbendaharaan Pemantauan terhadap integritas pegawai dan kinerja organisasi oleh UKI dimulai dengan menerapkan Know Your Employee yang salah satu caranya adalah melakukan penyusunan profil pegawai di lingkungan kantor masing-masing. Profil pegawai diharapkan mampu memberikan informasi awal mengenai integritas pegawai dan kinerja organisasi. Kebijakan Know Your Employee dikembangkan dari prinsip mengenal nasabah –Know Your Customer– yang wajib diimplementasikan di sektor perbankan. Know Your Customer bertujuan untuk mencegah tindakan pencucian uang. Bila ada nasabah yang melakukan transaksi dalam jumlah yang sangat besar, maka perlu dianalisis apakah sesuai dengan profil nasabah tersebut dari sisi pekerjaan dan pendapatannya. Apabila nasabah tersebut adalah seorang pegawai berpenghasilan 10 juta rupiah per bulan namun secara tiba-tiba mendapat kiriman uang 500 juta rupiah, maka perlu ada penjelasan dari mana uang kiriman tersebut berasal dan untuk tujuan/keperluan apa. Frekuensi fraud yang melibatkan orang dalam (pegawai) relatif sering terjadi di dunia perbankan. Oleh karena itu kebijakan Know Your Customer dikembangkan pada prinsip Know Your Employee atau prinsip mengenal pegawai. Pegawai yang bergaya hidup mewah jauh diatas daya beli dari seluruh penghasilannya, perlu didalami dan diduga kemungkinan terlibat penyelewengan. Kesimpulan bisa didapat jika ada penjelasan/konfirmasi atau hasil dari investigasi karena kemungkinan pegawai tersebut mempunyai pendapatan diluar gaji bulanannya, seperti hasil bisnis keluarga, warisan, hadiah, dan sebagainya. Tujuan pelaksanaan profiling integritas pegawai adalah untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pengendalian internal yang dilakukan UKI agar lebih tepat sasaran, efisien, dan efektif. Kegiatan dimulai dengan mengumpulkan informasi terkait integritas maupun kinerja para pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan mengidentifikasi dugaan penyimpangan atas pelaporan harta kekayaan pejabat/pegawai maupun informasi lain yang tidak sesuai dengan profil jabatan pegawai tersebut. Pelaksanaan penyusunan profil pegawai dilakukan dengan 2 tahap, yakni 1) tahap perencanaan dan 2) tahap penyusunan. Tahap perencanaan dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan data dan informasi antara lain: hasil pemantauan kode etik, data hukuman disiplin, harta kekayaan, data pengaduan dan gaya hidup pegawai. Kriteria utama pejabat/pegawai yang harus diprofil adalah sebagai berikut, yakni pejabat/pegawai yang memiliki tugas dan fungsi menjalankan proses bisnis yang menjadi sasaran pemantauan. Selain itu, pejabat struktural/fungsional dan pejabat/pegawai yang memiliki masa kerja paling lama. Dalam hal UKI membutuhkan akses khusus terhadap data/informasi tertentu, misalnya data terkait harta kekayaan pejabat/pegawai yang diprofil, UKI dapat berkoordinasi dengan Auditor Mitra UKI/Tim Pembinan UKI pada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Tahap selanjutnya adalah penyusunan profil pegawai dengan mulai mengumpulkan dan menyusun data profil pegawai dari berbagai sumber (kehadiran, keberadaan di kantor, harta kekayaan, penugasan, gaya hidup, dan sumber informasi lainnya) yang akan dituangkan dalam Matriks Profil Pegawai. Langkah berikutnya adalah analisis lanjutan atas aspek-aspek atau area yang akan dipantau lebih mendalam, misalnya aspek integritas dengan memanfaatkan hasil pemantauan kode etik. Analisis harta kekayaan juga dilakukan pada tahap ini dengan menggunkaan metode net worth method dan penelusuran harta kekayaan/sumber penghasilan lain yang belum dilaporkan. Pendalaman informasi terhadap aspek yang dinilai berisiko tinggi, dapat dilakukan UKI melalui berbagai kegiatan, antara lain melakukan penelusuran sosial media, melakukan surveillance, observasi terbuka, wawancara/konfirmasi langsung, dan lain sebagainya yang dianggap perlu. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: