Takut Nyoman dan Ketut Menghilang, Ada Pemberlakuan KB 4 Anak, Kepala BKKBN Buka Suara
RADARLAMPUNG.CO.ID - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo merespons kebijakan Gubernur Bali I Wayan Koster yang memutuskan menghentikan program KB 2 anak cukup. Di mana, melalui instruksi Gubernur Nomor 15-45 tahun 2019, Wayan Koster menyanangkan kampanye KB Krama Bali dengan jumlah anak sebanyak 4 orang, dengan urutan nama Wayan, Made, Nyoman, dan Ketut. Tanggapan lantas disampaikan Hasto saat menghadiri acara The 1st Internasional Conference on Indonesia Family Planning and Reproductive Health, di Yogyakarta, Senin (30/9). Hasto mengatakan, dirinya telah melakukan langkah persuasif terkait hal tersebut. \"Saya begitu dilantik dua minggu, saya langsung ke Bali. Saya temui Gubernur, tokoh adat ataupun tokoh agama di sana,\" ujar Hasto. Nah, berdasarkan hasil pendekatan didapati kebijakan itu terlahir atas alasannya berbasis pada budaya. \"Pak gubernur bilangnya nama Ketut hilang kan repot. Dari situ lalu saya lakukan pendekatan persuasif,\" kata Hasto. Ya, Hasto lantas memaparkan kebijakan nasional mengenai ngka kelahiran total (total fertility rate/TFR). \"Dampak kebijakan pak gubernur, TFR Bali bisa menjadi 2,3. Saya sampaikan kalau pak gubernur mencanangkan TFR 2,3 sekarang itu Bali 2,1, beliau mau menaikkan lagi agar lebih banyak lagi anaknya,\" beber Hasto. Dia lantas menyampaikan bahwa kebijakan itu tak sesuai spirit nasional. \"Karena nasional itu TFR menuju 2,1. Nanti kalau evaluasi penyelenggaraan pemerintahan di Bali negatif bagaimana? Kan kepala daerah itu kesuksesan programnya diukur dari evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah juga raport target nasional tercapai atau tidak,\" ucap Hasto. Tercetuslah usulan jalan keluar. \"Saya sarankan supaya ini dibuat rata-rata saja. Karena 10 persen pasangan suami istri itu sulit hamil dan tidak punya anak. Jadi target punya anak 4 itu sepuluh persen saja, yang tidak punya anak sama sekali 10 persen. Jadi 4 ditambah nol dibagi dua kan hasilnya dua. Jadi rata-rata kelahiran anak tetap dua, dan tetap menuju TFR 2,1. Sehingga tidak bertentangan dengan nasional,\" jelasnya. Selanjutnya, Hasto pun menyatakan telah menemui tokoh adat. \"Jadi sebenarnya tidak semua tokoh adat mendukung kebijakan pak gubernur. Kalau di Bali sebenarnya bukan jumlah anak, tapi yang penting tetap ada \"Suputre\", anak yang baik. Itu sudah lebih bagus dari memiliki banyak anak,\" tambahnya. Lebih jauh dikatakan, didapati juga kabupaten yang nyata-nyata memang masih miskin, bonus demograsinya jauh, dan TFRnya tinggi. \"Jika instruksi ini diterapkan untuk semua tentunya akan ada kabupaten yang memiliki dampak yang lebih besar. Karena itu saat ini kami membuat grand design pembangunan yang berbasis lokal,\" tukas Hasto. (sur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: