Bosda Berkurang, Siswa Dipungut Iuran
radarlampung.co.id – Iuran yang ditetapkan pihak sekolah menjadi pertanyaan orang tua. Pasalnya, pungutan lebih besar dari bantuan operasional sekolah daerah (Bosda) yang diterima siswa. Pungutan ini antara lain terjadi di SMAN 1 dan SMAN 2 Liwa.
Untuk SMAN 1 Liwa, pihak sekolah bersama komite menetapkan iuran sebesar Rp130 ribu per bulan per siswa. Jumlah itu lebih besar Rp50 ribu dibanding Bosda yang diterima siswa sebanyak Rp80 ribu per bulan.
Begitu juga dengan SMAN 2 Liwa. Iuran tiap siswa ditetapkan Rp125 ribu per bulan. Jumlah itu lebih besar Rp45 ribu dibanding Bosda yang diterima.
Wakil Kepala SMAN 1 Liwa Bidang Humas Agustiansyah membenarkan iuran sebesar Rp130 ribu per siswa. Ini berdasar hasil rapat dengan komite sekolah. berdbasar data per Agustus 2019, siswa di sekolah itu berjumlah 950 orang. Rinciannya, kelas X sebanyak 314 siswa, kelas IX 322 siswa, dan kelas XII 314 siswa.
”Iya. Itu lebih tepatnya biaya pengembangan pendidikan. Kami ada tiga rujukan untuk melaksanakannya. Namun yang lebih kami kuatkan, Permendikbud Nomor 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan,” kata Agus mewakili Kepala SMAN 1 Liwa Aruji Kartawinata, Kamis (5/3).
Agus menuturkan, penerapan iuran dengan pertimbangan Bosda hanya keluar 50 persen sejak semester sebelumnya (Juli-Desember 2019). Per siswa, seharusnya mendapat Rp1 juta per tahun. ”Karena defisit, jadi tidak semua terealisasi,” ujarnya.
Bahkan, untuk 2020, belum ada kejelasan terkait Bosda. Meskipun ada informasi tetap dicairkan 50 persen. Lantaran belum pasti, pihak sekolah berama komite mencari solusi, yakni dengan iuran siswa.
”Ada kesepakatan biaya pengembangan pendidikan. Jika Bosda cair 15 persen saja, nantinya akan didata per siswa. Untuk mencari siswa yang layak diberikan subsidi, khususnya mereka yang kurang mampu,” tegasnya.
Lebih lanjut Agus menuturkan, pihak sekolah juga harus membayar gaji honorer dan tunjangan penambahan beban kerja yang per bulan bisa menghabiskan Rp80 juta. Belum lagi tagihan listrik, internet dan air serta keperluan lainnya.
Sisanya dipergunakan untuk keperluan lain, seperti mebeler. ”Mebeler di sekolah ini sudah ada sejak dari gempa. Ada dua kelas yang mengguanakan kursi plastik. Rencananya, kekurangan mebeler kita tutupi dari itu (iuran siswa, Red). Selain itu, setiap tahunnya sekitar 10-20 kursi rusak dan perlu diganti,” urainya.
Menurut dia, sejak kewenangan SMA beralih ke provinsi, sekolah itu belum pernah mendapatkan bantuan mebeler . ”Iuran siswa itu tidak untuk satu tahun. Hanya Januari-Juni. Setelahnya, dibahas kembali dengan komite,” kata dia.
Pada bagian lain, Waka Sarana dan Prasarana SMAN 2 Liwa Benson membenarkan pungutan siswa sebesar Rp125 ribu per bulan. Permasalahan tersebut terjadi di seluruh SMA di kabupaten itu.
”Total, ada 552 siswa. Keputusannya memang ada iuran Rp125 ribu per bulan per siswa. Tetapi mohon maaf, saya hanya bisa menyampaikan informasi sebatas itu. Sebab kebetulan kepala sekolah sedang tidak masuk,” kata Benson. (nop/ais)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: