Menilik Jebloknya Pertumbuhan Ekonomi Lampung

Menilik Jebloknya Pertumbuhan Ekonomi Lampung

radarlampung.co.id– Ngopi Bareng Bang Aca kali ini mengusung tema berbeda dari sebelumnya. Bukan membahas politik, tetapi tentang anjloknya ekonomi Lampung di triwulan I ke angka 1,73 persen. Diskusi di Warung Kopi Wartawan ini juga dilakukan dengan pertanyaan terbuka untuk tim kerja Gubernur Lampung dari politikus Lampung Nizwar Afandi. Tentunya dengan merujuk pada data di Badan Pusat Statistik (BPS). Ini menjadi menarik karena angka pertumbuhan ekonomi tersebut di bawah rata-rata Sumatera sebesar 3,25 persen dan pertumbuhan rata-rata nasional 2,97 persen. BPS juga memprediksikan pada triwulan kedua 2020, pertumbuhan ekonomi nasional bisa sampai minus 7 persen. Jika Lampung tetap pada tren sebelumnya, maka bisa jadi pertumbuhan ekonomi Lampung akan jatuh ke zona negatif. Afan –sapaan akrab Nizwar Afandi– menjelaskan hal ini tentunya menjadi kegelisahan. Di mana, dia juga merupakan pelaku usaha. ’’Saya pelaku usaha developer. Saya juga di pengolahan pasir silika. Dan di sektor ini, sejak awal tahun bukan lagi melambat, tetapi berhenti. Kemudian saya banyak bertanya, semua memang anjlok ketika kita melihat data di BPS dan BI, meskipun saya bukan okonom,” ucapnya. Dia juga menjelaskan nilai tukar petani (NTP) Lampung anjlok. ’’Ada perhitungan NTP di atas 100 itu untung, sama dengan 100 itu impas, dan di bawah 100 itu rugi. Sementara saat ini, nilainya 91,6 kalau tidak salah. Saya buka data dari tahun 2005 dan dalam kurun waktu 16 tahun terakhir, NTP saat ini paling rendah. Dengan kondisi ini, jangan-jangan kondisi perekonomian dalam 16 tahun terakhir juga kesejahteraannya paling buruk. Saya tegaskan karena saya bukan ekonom, saya hanya menduga-duga,” ucapnya. Dia menjelaskan di Lampung, struktur produk domestik regional bruto (PDRB)-nya didukung utama oleh sektor pertanian diikuti perdagangan. ’’Ada empat sektor dan ini di triwulan I minus semua. Sehingga, dugaan saya, Lampung terlalu bergantung pada empat sektor itu. Namun, kita melihat di saat yang sama di Sumsel dan Sumut bisa mencapai 5 persen. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Lampung selalu papan atas, bergantian dengan Sumsel, Sumut, atau Sumbar. Saya kira kita juga tidak bisa mengambinghitamkan pandemi Covid-19. Sebab jika karena Covid-19, sudah tentu semua tiarap secara merata,” ucapnya. ’’Di perdagangan, saya sempat baca ada pemda membanggakan transaksi dan surplus. Saya kira itu belum tentu menguntungkan. Karena itu bisa jadi impor bahan baku untuk industri di Lampung menurun. Jika begitu tidak ada produksi. Impor rendah itu tidak selalu baik. Saya kira impor bahan baku industri bagus, ada proses produksi dan menjadi nilai tambah. Dari impor, biasanya didominasi alat mekanik, bahan baku, dan sebagainya, belakangan itu tidak. Data terakhir, hanya gula rafinasi. Stabil itu ada impor sapi. Itu saja, lainnya tidak ada. Hanya, kita tak pernah tahu karena pemprov tidak pernah sampaikan. Apa betul ini macet dan sebagainya. Ini berkaitan Lampung dengan pengangguran,” paparnya. Jika dilihat kondisinya dari pertanian, kata dia, posisi 2/3 lahan pertanian di Lampung itu ada di tiga kabupaten yakni Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Lampung Timur.  “Bupati di tiga daerah itu tidak bsia lepas tanggung jawab. Kita lihat basis pemenangan Arinal Nunik juga ada di tiga kabupaten itu.  Tapi tidak bisa juga bertumpu pada pemprov,” kata dia. Dia memprediksikan jika linier dengan perkiraan BPS bakal terjadi penurunan pertumbuhan perekonomian sampai minus 7 persen, maka Lampung akan tetap di bawah angka tersebut.  “Saya belum lihat tanda-tandanya positif. Saya prediksikan minus. Kalau mengacu triwulan pertama, nasional minus 7, saya kira kita sudah bagus jika ada di minus 10. Bahaya, mati ekonomi Lampung. Saya prediksikan di bawah nasional. Kita juga tidak tau kalau memang ada jurus rahasia dari pemerintah ya,” kata dia. Dalam kesempatan sama, pengamat ekonomi Lampung Asrian Hendi Caya mengatakan memang sektor pertanian menjadi hal utama dalam anjloknya pertumbuhan ekonomi di Sai Bumi Ruwa Jurai. ’’Namun itu juga harus ada konfirmasi, perlu kita verifikasi ke pertaniannya. Juga pada sektor tambang, bisa dibilang galian C. Kalau pertanian, sebenarnya penurunan sektor pertanian ini sudah terjadi dari tahun 2009, gejalanya sudah ada. Tetapi memang tidak seperti saat ini. Ini harus kita bedah, mengapa bisa terjadi. Terjadi pergeseran musim. Kemudian dari data itu juga, impor pupuk turun drastis 80 persen. Di petani ini kan kalau nggak kebagian pupuk lebih baik tidak menanam. Saat mau treasure apakah benar, karena kita harus benar-benar lihat mengapa pertanian ini turun,” katanya. Asrian mengatakan berbicara soal APBD tidak semua itu harus dengan pelaksanaan kegiatan. Namun, pemerintah bisa berperan dengan kebijakan. ’’Ketika mengeluarkan regulasi yang sehat bagi dunia usaha bisa saja. Itu harus kita lihat. Saya melihat masih ada hilal, masih ada peluang. Di April, neraca perdagangan kita surplus. Kedua tinggal menunggu Mei dan Juni, satu potensi kekuatan yang mem-back-up.  Saya belum bisa memprediksi dengan pasti karena saya ingin konfirmasi terhadap sektor pertanian tadi. Saya kira jika terjadi penurunan tidak jauhlah. Tetapi jika karena pergeseran tadi, saya kira pertumbuhan ekonmi Lampung sama dengan rata-rata nasional,” tandasnya. (abd/c1/rim)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: