Wuthaisan, Tempat Beribadah Sekaligus Pusat Wisata
PERJALANAN di Tiongkok berlanjut. Setelah Kota Beijing, pemimpin redaksi dan pimpinan media cetak, elektronik Provinsi Lampung mengunjungi dan mengelilingi Provinsi Shanxi. Tujuannya, beberapa lokasi menarik dan bersejarah di provinsi kelas tiga dari negeri tirai bambu tersebut. Berikut laporan GM Radar Lampung, H. Purna Wirawan : --------------------- Perjalanan pagi hari Selasa, 13 Agustus 2019 diawali dari penginapan kami di Hampton Hotel, grup Hotel Hilton, di Kota Thaiyuan ibukota Provinsi Shanxi. Menggunakan kendaraan mercy minibus, rombongan mulai mengelilingi kota yang menurut masyarakat Tiongkok masih kental mempertahankan budaya tradisonal. Shanxi memiliki luas wilayah 150.000 km² dan populasi 32,97 juta orang. Shanxi bila diterjemahkan dalam bahasa Mandarin berarti \"barat gunung\", yang menunjuk ke lokasi provinsi ini yang terletak di sebelah barat Gunung Taihang. Shanxi berbatasan dengan Hebei di timur, Henan di selatan, Shaanxi di barat, dan Mongolia Dalam di utara. Provinsi Shanxi bisa dibilang wilayah yang mengawali perkembangan peradaban kehidupan beragama yang kini berkembang di negeri Panda sebutan lain dari Negeri Tirai Bambu tersebut. Yakni, agama Buddha. \"Itulah kenapa Provinsi Shanxi ini masih sangat menjaga budaya tradisional hingga saat ini,\" jelas Steven, Sekretaris PSMTI Lampung sekaligus Pemilik Lembaga Kursus Bahasa Mandari Han Yuan yang terus memandu perjalanan kami. Tujuan utama perjalanan rombongan kami kali ini Vihara atau Kuil Buddha di Wutaishan National Park yang terletak di 205 Sheng Doa, Wutai Xian, Xinzhou Shi, Shanxi Seng, Tiongkok. Untuk bisa sampai ke lokasi yang berjarak 210, 3 Km tersebut butuh waktu hampir 3 jam perjalanan menggunakan nimibus yang kami tumpangi. Sebagaimana ulasan sebelumnya, sepanjang perjalanan sangat nyaman. Kendaraan yang melintas tidak berusaha saling mendahului. Ini bisa dimaklumi, meski sama sekali tidak nampak petugas kepolisian yang mengatur namun kamera CCTV ada dimana-mana. Jalanan semua mulus. Kiri dan kanan indah dengan hamparan pegunungan dan hamparan tanah pertanian hijau yang tertata rapi. Kami juga melintasi beberapa terowongan dan ada yang panjangnya mencapai 5.882 meter. \"Semua daerah di Tiongkok bisa seperti yang kita lihat karena memang pemerintah dan masyarakatnya kompak untuk maju,\" ujar Steven lagi. Sekitar pukul 13.00 waktu setempat kami sampai ditempat yang dituju. Menakjubkan. Wutaishan adalah salah satu dari lima tanah suci Buddha di dunia dan empat pegunungan Budha yang terkenal di Tiongkok. Untuk tampilan yang super menawan dan budaya Buddhisme yang kaya, Gunung Wutai terdaftar sebagai situs warisan dunia pada tahun 2009 dan menjadi daya tarik wisata Nasional. Dengan ketinggian 624 meter di kaki gunung Shanxi yang mencapai 3.061 meter maka Wutaishan juga disebut punggung Gunung Shanxi. Wutaishan secara harfiah berarti gunung lima teras. Lokasinya terletak di mata air sungai Qingshui. Di dalamnya terdapat situs keramat Buddha yang jumlahnya mencapai ratusan. Terdata saat ini sudah ada 300-an kuil dan 124 diantara sudah dibangun sejak berabad-abad tahun silam. Diantaranya Kuil Xiangtong yang dibangun pada Dinasti Han dan Kuil Tayuan yang dibangun pada masa Dinasti Yuan pada 1301 masehi. Halnya Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah dan Candi Prambanan di Sleman, Jogjakarta. Wutaishan kini tidak hanya menjadi tempat beribah umat Buddha, melainkan salah satu tujuan wisata Nasional masyarakat Tiongkok. Bahkan wisatawan mancanegara. Pemerintah Tiongkok membangun berbagai macam fasilitas di lokasi ini. Mulai dari penginapan hingga restoran mewah. Fasilitas umum lainnya pun seperti lahan parkir juga tidak luput dari perhatian. Karenanya, wajar jika setiap hari Wuthaisan selalu dikunjungi ribuan wisatawan lokal dan mancanegara. Langkah pemerintah Tiongkok menjadikan lokasi ini sebagai tempat beribah umat Buddha dan menjadi tujuan wisata Nasional dinilai tepat. Pembangunan yang dilakukan secara cepat membuat kawasan pegunungan inipun kini berubah menjadi pusat perekonomian baru bagi masyarakat setempat. Meski demikian, budaya tradisional masih tetap dipertahankan. Saat kami mengelilingi lokasi yang super luas tersebut nuansa tersebut masih sangat terasa termasuk keramahan lingkungan sekitar. Para pedagang yang mendiami tempat-tempat yang sudah disediakan juga cukup memberikan kenyaman bagi para pengunjung. Sama sekali tidak nampak adanya upaya pemaksaan. Bebas dari pengemis atau gelandangan. Keamanan pun sangat terjamin. Tindakan-tindakan kriminalitas juga rendah. \"Karena sekarang, jika ada yang berbuat jahat maka selamanya akan dianggap jahat. Makanya, orang kalau mau melakukan tindakan kriminalitas di Tiongkok pada umumnya mikir panjang,\" ujar Steven. (bagian2/wdi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: