Iklan Bos Aca Header Detail

Optimalisasikan Putusan, MK Gandeng UBL

Optimalisasikan Putusan, MK Gandeng UBL

Radarlampung.co.id - Perguruan Tinggi (PT) memiliki peran penting dalam optimalisasi implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal inilah yang mendasari Universitas Bandar Lampung (UBL) menyepakati kerjasama dengan MK yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU). Penandatangan dilakukan Rektor UBL Prof. M. Yusuf S. Barusman dan Kepala Bagian Humas dan Kerjasama Dalam Negeri MK Dr. Fajar Laksono, Selasa (1/10). Dalam kesempatan itu, Fajar mengatakan bahwa lembaganya menyambut baik kerjasama dengan Kampus UBL. Menurutnya, MK sudah menggandeng banyak perguruan tinggi untuk turut berperan dalam mengoptimalkan putusan MK. “Seperti yang kita ketahui, MK tidak memilik cabang di daerah. Di mana, dalam Undang-undang MK hanya berkedudukan di Ibu Kota Negara. Padahal wilayah kerja MK mencakup seluruh nusantara. Karena itu salah satu langkah yang ditempuh sejak awal berdiri 16 tahun lalu dengan menggandeng Perguruan Tinggi yang jelas keberadaannya tersebar di seluruh daerah dan sudah tercatat sekitar 130 nota kesepahaman dengan Perguruan Tinggi,” terang Fajar. Selain untuk menjalin kerjasama, sambungnya, realisasi MoU ini juga akan diterapkan dalam Seminar Nasional yang bertemakan Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi Dalam Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi, PMK No. 35/PPU-IX/2012 Terkait Pengakuan Hak Masyarakat Adat. Sementara itu, Rektor UBL Yusuf Barusman memaparkan terkait permasalahan hukum adat di Indonesia, di mana Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman suku sangat besar, banyak sekali hukum-hukum adat yang belum diakui oleh negara yang pada akhirnya menimbulkan konflik. “Indonesia bukan hanya negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar, tetapi juga suku dan budaya. Dahulu tidak ada nama Indonesia, namun saat ini kita sudah bersatu di dalam satu nama yang menaungi seluruh suku-suku budaya ini. Bayangkan apabila terjadi ketidakstabilan, maka konflik bisa terjadi di berbagai daerah. Untuk itu, melalui seminar inilah diharapkan kita dapat berdialog mengenai hukum adat di Indonesia,” tandasnya. Sementara, Prof. Lintje Anna Marpaung, salah satu narasumber mengungkapkan bahwa mahasiswa adalah pelaku akademisi yang dapat menjadi agen dalam penyampaian pemahaman hukum adat kepada masyarakat, dikarenakan pemahaman ini mampu membuat masyarakat mengerti dalam menghadapi permasalahan hukum yang menyangkut adat di suatu daerah. Dia juga menekankan kepada para mahasiswa untuk tidak melupakan bahasa daerah, karena itu adalah salah satu wujud pelestarian adat istiadat. “Jangan malu menggunakan bahasa daerah, karena itu adalah wujud kita melestarikannya,” tambah Lintje. (rls/rur/kyd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: