Iklan Bos Aca Header Detail

Dentuman Meriam Masjid Jami\' Al- Anwar Pertanda Buka Puasa dan Sahur

Dentuman Meriam Masjid Jami\' Al- Anwar Pertanda Buka Puasa dan Sahur

RADARLAMPUNG.CO.ID - Masjid Jami Al- Anwar yang berlokasi di Jalan Laksamana Malahayati Nomor 100 Kelurahan Kangkung, Kecamatan Telukbetung Selatan, Kota Bandarlampung. Ya, lokasinya berada di pinggir dari pusat bisnis di kawasan Telukbetung, Bandarlampung. Jejak peninggalan Belanda masih tersimpan di Masjid tertua di provinsi Lampung tersebut. Terdapat dua Meriam berwarna hitam yang beradi di pelataran Masjid Jami Al-Anwar dengan sejarah yang terukir di dalamnya. Rusdi (53) salah satu pengurus Masjid Jami Al-Anwar, masjid ini tertua di Provinsi Lampung, bahkan berdiri sebelum Gunung Krakatau silam meletus, 26-27 Agustus 1883. Untuk Meriam Belanda yang sampai saat ini masih terpasang di pelataran masjid merupakan tanda buka puasa dan sahur pada saat itu. Dentuman meriam dapat didengar sejauh sekitar 3 Km. “Ya, dulu memakai meriam ini sebagai tanda sudah buka puasa dan sahur, jangkauan pendengaran bisa sampai 3 km jauhnya, kalo buka puasa bunyinya dua kali, kalo sahur 3 kali, kata Rusdi di Masjid Jami Al- Anwar, Kamis (7/4). Menurutnya, kalau sekarang bunyinya sudah memakai sirine. Meriam itu juga merupakan pemberian Belanda saat itu, Masjid Jami’ Al-Anwar pertama kali dibangun sejak tahun 1839 oleh empat orang yang berasal dari Bugis, yakni H. Muhammad Saleh, Sulaiman, Muhammad Ali dan Daeng Sawiji. \"Berdirinya sebelum Gunung Krakatau meletus. Gunung Krakatau kan meletusnya tahun 1883, masjid ini sudah ada sejak tahun 1839, tetapi menurut informasi saat itu masih berbentuk surau,\" ungkap Rusdi. Rusdi menuturkan, keempat tokoh agama tersebut merantau ke daerah Telukbetung, yang saat itu terdapat pelabuhan besar. Selanjutnya, pada zaman Pemerintahan Belanda, pelabuhan tersebut tidak terlalu aman karena banyak perampok, sehingga keempatnya dimintai tolong untuk mengamankan pelabuhan tersebut. “Mereka itu merupakan ahli agama, dibuatkan surau untuk beribadah. Saat itu, tiangnya masih bambu dan atapnya rumbia pada jaman dulu. Mereka juga tinggal di sini, selanjutnya Pemerintah Belanda memberikan izin untuk membuat Masjid, jadi di sini pusat aktifitas orang islam ada disini,” jelasnya. Pasca persitiwa meletusnya gunung Krakatau tahun 1883, Masjid Jami’ Al-Anwar sempat rata dengan tanah, lantaran mengalami banjir bandang. Kemudian, masih ada warga yang bermukim dan masih hidup, yakni Abdul Ghofar Ismailu dirinya dan masyarakat berinisiatif untuk membangun masjid Pada tahun 1888 dan beliau menjadi lurah pertama di Telukbetung. Jadi pada tahun 1888, menurut informasi, renovasi dilakukan dengan tetap mempertahankan enam tiang yang ada. Enam tiang tersebut menggambarkan Rukun Iman. Lebih lanjut, pada tahun 1972, renovasi kembali dilakukan dengan memperluas bangunan menjadi lebih besar karena jamaah yang datang saat Shalat Jumat dan hari-hari besar semakin banyak jumlah jamaahnya. \"Selanjutnya, Renovasi dilakukan sekitar 2015 sampai 2016, yang diganti atap masjid, awalnya genting biasa menjadi seng baja,\" ucapnya. Untuk ruang utama masjid berukuran sekitar 25 x 20 meter dengan enam tiang bundar dari beton. Mihrab ada dua dan terletak di dinding bagian barat dengan lengkungan berbentuk huruf \'U\' terbalik. \"Ya, untuk mimbar di sisi kiri berfungsi sebagai tempat imam dan mimbar di sisi kanan berfungsi sebagai mimbar. Pada dinding sisi kiri dan kanan masing-masing terdapat dua pintu masuk dan di dinding timur ada tiga pintu,\" bebernya. Kemudian, bagian atas pintu terdapat teralis kayu yang membentuk hiasan matahari terbit sebagai pemaknaan agar masjid ini dapat menjadi sumber cahaya kehidupan sesuai dengan namanya. Atap masjid berbentuk kubah dan terdapat hiasan bulan sabit pada bagian puncaknya. Meskipun telah mengalami beberapa kali renovasi, ada beberapa hal yang tetap dipertahankan di masjid tertua ini, seperti meriam peninggalan Belanda di depan masjid, beduk hadiah dari Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) yang tetap tersimpan serta kitab-kitab peninggalan sejak dahulu dari berbagai bahasa yang disimpan di perpustakaan masjid. \"Meriam belanda ini paling dipertahankan di masjid ini sampai sekarang masih ada. Lalu, ada beduk kecil, dari 1988 hasil dari MTQ Nasional di Way Halim,\" ujarnya. Dan yang paling dijaga juga yakni ada kitab-kitab kuno, peninggalan dari dulu, kitab-kitab tersebut ada dalam beberapa bahasa, seperti Arab, Belanda, Portugis. \"Masih ada beberapa bahasa lain yang sekarang masih disimpan, disini juga ada Al Qur\'an tertua yan sudah lebih dari satu abad juga,\" pungkasnya. (Gar/ang)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: