Penegakan Hukum Pidana Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE)

Penegakan Hukum Pidana Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS BERBASIS ELECTRONIC TRAFFIC LAW ENFORCEMENT (ETLE)

 (Studi di Wilayah Polresta Bandar Lampung)  ABSTRAK  Oleh  Chitra Anggraini  Abstrak Guna melaksanakan penegakan hukum pidanamengenai pelanggaran lalu lintas berbasis electronic traffic law enforcement (Etle) masih adanya isu permasalahan yang menjadi hambatan dalam penegakan hukum terhadap sanksi yang diterapkan berbasis electronic traffic law enforcement (Etle) antara lain,: Keterbatasan sarana prasarana, Kebutuhan anggaran yang besar, Ketidaktaatan masyarakat terhadap aturan, dan Budaya masyarakat yang baru patuh apabila melihat polisi. Permasalahan: Bagaimanakah kebijakan hukum pidana terhadap pelanggaran lalu lintas berbasis electronic traffic law enforcement (Etle)?, Mengapa terjadi hambatan dalam penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran lalu lintas berbasis electronic traffic law enforcement (Etle)? Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normatif, dimana penulis akan memaparkan secara lengkap permasalahan yang terjadi dalam pelanggaran lalu lintas dan upaya penanggulangannya oleh pihak kepolisian. Dalam penelitian ini penulis akan lebih banyak menggunakan data sekunder, Sedangkan data primer akan digunakan sebagai pelengkap untuk mendukung data sekunder berupa wawancara langsung dengan pihak terkait. Hasil penelitian: Kebijakan hukum pidana terhadap pelanggaran lalu lintas berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (Etle) telah diatur dalam Pasal 272 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) yang menyebutkan, “Untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat digunakan peralatan elektronik”. Ayat (2) menyebutkan, “Hasil penggunaan peralatan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Hambatan dalam penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran lalu lintas berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (Etle) di dasarkan pada faktor sara prasarana, faktor masyarakat, faktor budaya, dan faktor penegak hukum. Saran: Polri harus gencar mengadakan sosialisasi mengenai ETLE. Jika diperlukan sosialisasi juga dapat dilakukan melalui media cetak dan elektronik agar masyarakat paham dan mengerti mengenai penegakan ETLE. Mengenai budaya masyarakat yang baru patuh apabila melihat polisi, hal ini mungkin dapat dihilangkan secara perlahan seiring dengan penerapan ETLE. Namun harus tetap ada polisi berjaga di jalan untuk mengantisipasi pelanggaran lalu lintas yang tidak dapat dilakukan melalui ETLE. Kata Kunci : Penegakan Hukum Pidana,  Pelanggaran Lalu Lintas, Electronic Traffic Law Enforcement 1. PENDAHULUAN Pengaruh globalisasi dalam segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini tidak dapat dihindarkan dan akibatnya telah dirasakan hampir di semua negara terutama di negara berkembang. juga diikuti dengan perkembangan ekonomi rakyat. Perkembangan ekonomi yang signifikan ini juga diikuti dengan meningkatnya mobilitas penduduk dari satu daerah ke daerah lain. Pada titik ini, peran penting transportasi juga akan terasa. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dinamika kehidupan, menuntut setiap manusia berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Jarak ke tempat yang akan ditempuh setiap manusia berbeda-beda sifatnya dan terkadang harus ditempuh dengan beberapa moda transportasi (Rakhmadani, 2017). Tentu saja perkembangan saat ini memiliki kelebihan dan kekurangan dan salah satu kelemahan yang paling sering terjadi adalah tingginya tingkat kemacetan pada jam sibuk (Sitepu, 2019). Kemacetan merupakan salah satu dampak negatif dari kemajuan pembangunan khususnya di bidang produksi kendaraan bermotor yang pada gilirannya menyebabkan lalu lintas jalan semakin padat (Wayne, 2020). Terjadinya pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu bentuk permasalahan yang sering menimbulkan permasalahan di jalan raya. Hal ini terlihat dari indikasi angka kecelakaan yang terus terjadi, bahkan cenderung meningkat setiap tahunnya. Karena pada dasarnya pelanggaran lalu lintas merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan. Kesadaran akan keselamatan tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk melindungi keselamatan orang lain. Secara sederhana, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat diartikan sebagai suatu sistem terpadu yang terdiri dari Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas, dan Angkutan Jalan. Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan dan pengelolaannya. Pelanggaran adalah perbuatan (perkara) yang melanggar suatu tindak pidana yang lebih ringan dari pidana. Pelanggaran dalam arti lain dapat diartikan sebagai perbuatan yang melanggar sesuatu dan berkaitan dengan hukum, yang artinya tidak lain adalah perbuatan melawan hukum (Irsan, 2018). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pelanggaran lalu lintas adalah seseorang yang menyimpang dari ketertiban lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna kendaraan bermotor, dimana akibat dari penyimpangan tersebut menimbulkan kecelakaan lalu lintas bagi pengguna jalan lainnya, baik korban jiwa maupun luka-luka. Bukti pelanggaran yang disingkat tilang adalah denda yang dikenakan oleh Kepolisian kepada pengendara yang melanggar peraturan lalu lintas. Pengadilan bersama kepolisian dan kejaksaan merupakan lembaga yang diberi mandat untuk menangani perkara pelanggaran lalu lintas berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan peraturan terkait lainnya. Pada bagian isi dijelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh undang-undang ini adalah: a. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib dan lancar serta terintegrasi dengan moda transportasi lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Salah satu penyebab tingginya angka kecelakaan lalu lintas adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam berkendara, misalnya tidak memperhatikan dan mentaati peraturan lalu lintas yang ada, tidak memiliki kesiapan mental saat berkendara atau berkendara dalam keadaan lelah.(Rahayu, 2020). Kondisi ketidaksiapan pengemudi dalam berkendara memungkinkan terjadinya kecelakaan yang dapat membahayakan keselamatan pengguna jalan lainnya, selain penyebab kecelakaan lalu lintas yang telah dijelaskan di atas, terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan juga dipengaruhi oleh usia pengemudi itu sendiri. Kenyataan yang sering dijumpai sehari-hari masih banyak pengendara yang belum siap mental, para pengendara ini saling mendahului tanpa mempedulikan keselamatan diri sendiri maupun orang lain. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada dasarnya dapat dihindari jika pengguna jalan mampu berperilaku disiplin, sopan dan hormat saat berkendara. Pembinaan dan penegakan disiplin lalu lintas di jalan memerlukan aturan hukum yang tegas, dan mampu mencakup semua penegakan terhadap pelanggaran yang terjadi, sehingga pelanggaran tersebut dapat ditindak tegas dan dapat dilakukan upaya pencegahan sebelum terjadinya pelanggaran. Secara umum permasalahan pelanggaran lalu lintas sering dialami oleh setiap daerah di Indonesia, hal ini dapat dibuktikan dengan indikasi angka kecelakaan lalu lintas yang sering meningkat setiap tahunnya (Arjuna, 2020). Perkembangan transportasi lalu lintas mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dimana keadaan ini merupakan bentuk dari perkembangan teknologi yang semakin modern. Faktor penyebab terjadinya masalah lalu lintas adalah manusia sebagai aktor utama yang menggunakan jalan, jumlah kendaraan, kondisi kendaraan, dan kondisi rambu lalu lintas yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas. Polisi mengeluarkan undang-undang baru dalam penegakan ketertiban lalu lintas yang diberi nama ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement). ETLE merupakan digitalisasi proses tilang dengan memanfaatkan teknologi yang diharapkan dapat lebih efisien dan efektif dalam seluruh proses tilang serta membantu pihak kepolisian dalam pengelolaan administrasi (Sutrisno, 2019). Bukan rahasia lagi bahwa praktik suap dalam operasi lalu lintas sering terjadi, itulah alasan kepolisian Indonesia telah menerapkan sistem E-ticket dan sistem ETLE yang diyakini dapat mengurangi praktik pungli (pungutan liar) dan suap. Proses ticketing ini dibantu dengan pemasangan kamera CCTV (Closed Circuit Television) di setiap lampu merah untuk memantau kondisi jalan. Berbeda dengan E-Tilang, penegak hukum ETLE menggunakan kamera pengintai atau CCTV, sedangkan tilang elektronik yang melakukan tindakan adalah anggota di lapangan. Perkembangan kejahatan atau tindak pidana dalam masyarakat yang sedang mengalami modernisasi meliputi masalah yang berkaitan dengan frekuensi kejahatan, kualitas kejahatan, dan kemungkinan jenis kejahatan atau kejahatan baru. Salah satu penanganan masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi seperti rekaman kamera CCTV (Noviana, 2017). Rekaman CCTV merupakan media yang dapat digunakan untuk memuat setiap rekaman informasi yang dapat dilihat dan didengar secara berulang dengan bantuan fasilitas perekaman CCTV. Rekaman CCTV digunakan sebagai bukti bahwa sistem menggunakan kamera video untuk menampilkan dan merekam gambar pada waktu dan tempat tertentu di mana perangkat ini dipasang menggunakan sinyal tertutup, tidak seperti televisi yang menggunakan sinyal siaran. Oleh karena itu, penelitian ini melihat bagaimana manajemen penerapan ETLE di Polresta Bandar Lampung dapat meningkatkan kesadaran berlalu lintas bagi pengguna jalan di Bandar Lampung. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu kajian yang berusaha mengidentifikasi hukum-hukum yang ada dalam masyarakat dengan maksud untuk mengetahui gejala-gejala lainnya. Serta mempelajari, melihat dan menelaah beberapa hal teoritis mengenai asas hukum. Konsepsi, pandangan, doktrin hukum, peraturan hukum dan sistem hukum yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Pendekatan yuridis normatif terhadap masalah dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang jelas tentang pokok persoalan gejala dan objek yang diteliti yang bersifat teoritis berdasarkan kepustakaan dan kepustakaan terkait. II. PEMBAHASAN 1. Penegakan Hukum Pidana Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (Etle)  E-TLE atau yang disebut Electronic Traffic Law Enforcement adalah sebuah sistem yang dibuat oleh Polresta Bandar Lampung bekerjasama dengan instansi pemerintah Kota Bandar Lampung terkait sebagai model penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas berbasis teknologi. Di era milenial ini, sumber daya kita dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan zaman dengan selalu berpikir ke depan dan kreatif dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat saat ini. Munculnya sistem E-TLE Satlantas Polresta Bandar Lampung merupakan jawaban atas tuntutan masyarakat saat ini yang menginginkan sistem penegakan hukum yang bersih, transparan, dan tentunya berkeadilan. Beberapa urgensi dalam pembuatan sistem E – TLE, diantaranya :

  • Rendahnya kepatuhan pengguna jalan terhadap peraturan lalu lintas
  • Tingkat efektivitas penegakan hukum belum maksimal
  • Melaksanakan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Dasar hukum yang menjadi dasar sistem E-TLE adalah:
  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Pasal 184 bahwa alat bukti yang sah adalah:
  • keterangan saksi;
  • pernyataan ahli;
  • surat;
  • Petunjuk;
  • pernyataan terdakwa.
  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumentasi Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumentasi Elektronik dan/atau hasil cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perpanjangan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
  2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 272, yaitu: (1) Untuk mendukung tindakan pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, dapat digunakan perangkat elektronik. (2) Hasil penggunaan alat elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Adapun tujuan dibuatnya Sistem ETLE adalah sebagai berikut :
  • Meningkatkan kualitas pelayanan publik
  • Meningkatkan kesadaran pemilik Ranmor untuk penyesuaian identitas (Pasal 71 ayat (1) huruf c UU RI No. 22 Tahun 2009)
  • Kepedulian pemilik angkutan umum untuk mengawasi pengemudi the
  • Efisiensi personel yang berkinerja tidak di lapangan
  • Meminimalisir penyalahgunaan wewenang petugas di lapangan
  • Meminimalkan masalah dalam tindakan konvensional
Alur penegakan hukum dapat dijelaskan dengan menggunakan sistem E-TLE, yaitu:
  1. Pelanggaran lalu lintas yang terekam CCTV oleh Dishub di Tangkap kemudian dikirim ke Operator Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung.
  2. Data Rekam Foto diidentifikasi oleh Petugas Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung menggunakan aplikasi Regident Ranmor.
  3. Setelah kendaraan teridentifikasi oleh Petugas Satlantas Polrsta bandar Lampung teridentifikasi, kemudian data dan bukti pelanggaran yang terekam CCTV dikirimkan ke alamat pelaku.
  4. Setelah data dan bukti pelanggaran dikirimkan ke alamat yang tertera pada data yang digunakan, maka pelanggar dapat melakukan konfirmasi melalui call center Satlantas Polrestabes Semarang.
  5. Saat melakukan konfirmasi konfirmasi, kemungkinan dalam data identitas pemilik Ranmor yang didapat petugas Satlantas bisa saja orang lain yang menggunakannya, data tersebut akan dikirimkan kembali ke pelanggar baru karena sudah ada konfirmasi dari pemilik Ranmor.
  6. Setelah menerima bukti pelanggaran beserta data-data pelanggar, pelanggar dapat langsung membayar denda tilang di Bank dan tidak perlu menghadiri sidang tetapi jika pelanggar tidak mengkonfirmasi atau tidak membayar denda di Bank maka ranmor STNK yang terekam oleh pelanggaran tersebut akan di Block.
Berdasarkan penjelasan data di atas mengenai penerapan sistem E-TLE Satlantas Polresta Bandar Lampung sebagai terobosan baru cara/model penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas dapat dipahami bahwa sistem E-TLE ini merupakan model progresif dari penegakan hukum. Teori Hukum Progresif yang digagas Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa hukum progresif merupakan bagian dari proses pencarian kebenaran yang tiada henti. Pelanggaran aturan itu sangat penting dalam sistem penegakan hukum. Dalam menegakkan hukum, hakim dan penegak hukum lainnya harus berani membebaskan diri dari penggunaan pola yang baku, dan cara seperti itu sebenarnya sudah banyak terjadi, termasuk di Amerika Serikat. Metode baru ini disebut melanggar aturan. Sistem penegakan hukum dengan menggunakan E - TLE merupakan perwujudan dari Rule Breaking yang digagas oleh Satjipto Rahardjo. Sistem penegakan hukum baru, E-TLE telah membebaskan diri dari penggunaan model penegakan hukum konvensional di mana petugas harus berhadapan langsung dengan pelanggar lalu lintas. Banyak manfaat dan manfaat yang bisa dirasakan masyarakat dengan adanya sistem penegakan hukum E-TLE, yaitu:
  1. Masyarakat akan lebih berhati-hati dalam berkendara agar tidak melanggar lalu lintas karena terpantau CCTV.
  2. Masyarakat akan terhindar dari praktik korupsi yang mungkin terjadi dalam proses penegakan hukum konvensional.
  3. Masyarakat yang melanggar lalu lintas dalam proses pengurusan penyelesaian proses hukum pelanggaran lalu lintas lebih praktis karena langsung membayar denda melalui Bank.
2. Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (Etle) Pelanggaran lalu lintas tidak dapat diabaikan karena sebagian besar kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh faktor manusia, pengguna jalan yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas. Meningkatnya pelanggaran lalu lintas menjadi tantangan baru bagi kepolisian untuk dapat menerapkan sanksi yang mendidik namun tetap memberikan efek jera. Salah satu cara untuk menekan pelanggaran adalah dengan melakukan sanksi administratif (tiketing) oleh polisi (Wulandari, 2020). Namun yang terjadi selama ini adalah sistem tilang seringkali diselewengkan oleh warga sipil dan anggota kepolisian untuk saling berkompromi agar kepentingan masing-masing dapat tercapai tanpa mengikuti prosedur yang berlaku, sehingga setiap tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat hanya tercatat di tiket dan diidentifikasi di bagian administrasi tiket. kemudian sanksi diterapkan, dan hanya sampai pada tingkat pencatatan akhir, sehingga apabila terjadi pelanggaran berulang oleh orang yang sama tidak ada peningkatan sanksi yang signifikan. Sistem tilang harus dikelola dengan baik agar dalam setiap pelaksanaannya menghasilkan efek jera bagi para pelanggar lalu lintas (Satrisni, 2018). E-TLE akan menjadi pendamping E-Tilang yang sebelumnya telah diterapkan Polri untuk menjawab tantangan zaman, dimana pengendara yang melanggar akan terdata melalui aplikasi milik personel kepolisian. Dengan digitalisasi ini akan memudahkan masyarakat untuk membayar denda melalui bank (Aprillia, 2020). Namun, tidak semua masyarakat bisa mengikuti prosedur tilang elektronik yang diberikan oleh pihak kepolisian, terutama bagi masyarakat awam yang belum memahami teknologi. Sistem E-TLE yang diterapkan memberikan perhatian kepada masyarakat, dengan adanya sistem E-TLE dirasakan hanya berdampak baik bagi masyarakat yang akrab dengan teknologi. Namun, masyarakat yang belum terbiasa dengan teknologi akan kesulitan untuk mengikuti perkembangan teknologi ini. Adapun faktor penghambat penerapan sistem ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) yang penulis temukan berdasarkan hasil kajian dari referensi dan penelitian berdasarkan wawancara lapangan menggunakan teori Soejono Soekanto yaitu teori faktor penghambat penegakan hukum yaitu:
  • Faktor hukum: Dalam praktek penegakan hukum di lapangan, ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan rumusan yang abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
  • Faktor Penegakan Hukum: Penegak hukum merupakan panutan dalam masyarakat, yang harus memiliki kemampuan tertentu untuk menampung aspirasi masyarakat. Penegak hukum harus peka terhadap masalah yang terjadi di sekitarnya atas dasar kesadaran bahwa masalah tersebut ada kaitannya dengan penegakan hukum itu sendiri.
  • Faktor Fasilitas: Tidak mungkin penegakan hukum berjalan mulus tanpa adanya fasilitas atau fasilitas tertentu yang mendukung pelaksanaannya. Sehingga dengan menggunakan rekaman CCTV, kita bisa melihat pengendara yang melanggar lalu lintas sehingga bisa langsung diproses dan membantu memantau kondisi di jalan.
  • Faktor Masyarakat: Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai perdamaian dalam masyarakat itu sendiri. Setiap anggota masyarakat atau kelompok setidaknya memiliki kesadaran hukum, masalah yang muncul adalah tingkat kepatuhan hukum yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau tidak mencukupi. Tingkat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
  • Faktor Kebudayaan Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat yaitu mengatur manusia agar manusia dapat memahami bagaimana seharusnya bertindak, bertindak, dan menentukan sikapnya ketika berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, budaya merupakan garis dasar perilaku yang dianggap baik harus diikuti dan apa yang dianggap buruk harus dihindari. E-TLE memiliki keunggulan lebih cepat daripada tiket konvensional. Kelebihannya adalah sistem ini sangat praktis dan cepat, sesuai dengan prinsip peradilan yang sederhana, cepat dan biaya rendah (Madiva, 2019).
Penerapan sistem E-ticketing ini untuk mempermudah kecepatan dan kenyamanan, keterbukaan proses ticketing atau sebagai pengganti proses on-site ticketing. Khususnya di kepolisian yang merupakan salah satu program Kapolri untuk menjadi polisi yang profesional, modern dan amanah. Program E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) dinilai mampu merespon pemberitaan di media elektronik dan media sosial tentang perilaku menyimpang aparat kepolisian dalam melakukan pungutan liar terhadap pelanggar lalu lintas. III.  KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan dan penelitian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
  1. Penegakan Hukum Pidana Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (Etle) sebagai model penegakan hukum berbasis teknologi merupakan bentuk progresifitas hukum untuk merespon tuntutan masyarakat dalam menghadapi permasalahan hukum saat ini. Satlantas Polresta Bandar Lampung bangkit dari kekakuan hukum yang ada untuk membuat Rule Breaking yang merupakan wujud dari hukum progresif yang digagas Satjipto Rahardjo. Menciptakan sistem baru dan berusaha meninggalkan cara lama tanpa meninggalkan unsur kepastian hukum dan memudahkan masyarakat, merupakan upaya penegakan hukum progresif yang dihadirkan dalam sistem E-TLE Satlantas Polrestabes Semarang. Dalam sistem penegakan hukum E-TLE masyarakat tidak perlu melakukan kontak langsung dengan petugas di lapangan sehingga kerentanan terhadap praktik korupsi dapat dihindari. Selain itu, penanganan proses hukum terkait pelanggaran lalu lintas lebih mudah dengan membayar denda langsung di Bank sehingga masyarakat tidak perlu menghadiri sidang di Pengadilan Negeri setempat.
  2. Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (Etle)
  3. Faktor hukum: Dalam praktek penegakan hukum di lapangan, ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan rumusan yang abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
  4. Faktor Penegakan Hukum: Penegak hukum merupakan panutan dalam masyarakat, yang harus memiliki kemampuan tertentu untuk menampung aspirasi masyarakat. Penegak hukum harus peka terhadap masalah yang terjadi di sekitarnya atas dasar kesadaran bahwa masalah tersebut ada kaitannya dengan penegakan hukum itu sendiri.
  5. Faktor Fasilitas: Tidak mungkin penegakan hukum berjalan mulus tanpa adanya fasilitas atau fasilitas tertentu yang mendukung pelaksanaannya. Sehingga dengan menggunakan rekaman CCTV, kita bisa melihat pengendara yang melanggar lalu lintas sehingga bisa langsung diproses dan membantu memantau kondisi di jalan.
  6. Faktor Masyarakat: Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai perdamaian dalam masyarakat itu sendiri. Setiap anggota masyarakat atau kelompok setidaknya memiliki kesadaran hukum, masalah yang muncul adalah tingkat kepatuhan hukum yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau tidak mencukupi. Tingkat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
  7. Faktor Kebudayaan: Mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat yaitu mengatur manusia agar manusia dapat memahami bagaimana seharusnya bertindak, bertindak, dan menentukan sikapnya ketika berhubungan dengan orang lain.
 DAFTAR PUSTAKA  1. Buku Abdulkadir Muhammad, 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Andi Hamzah, 2001, Asas-Asas Hukum Pidana,  Rineka Cipta, Jakarta, Barda Nawawi Arief. 2002. Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Jimly Asshidiqie dan Ali Safa’at, 2006. Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Sekjen dan Kepaniteraan MK-RI, Jakarta, Mardjono Reksodipuro,1997, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku Kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta, Marlina. 2011. Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, Naning Rondlon, 1983. Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum dan Lalu Lintas, Bina Ilmu,  Jakarta, Soerjono Soekanto, 1982, Sendi-Sendi Ilmu Hukumdan Tata Hukum, Alumni, Bandung, Soerjono Soekanto, 2006. Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, Soerjono Soekanto, 2004. Penelitian Hukum Normatif :Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo, Jakarta, 2004. 2. Undang-Undang dan Peraturan Lainnya Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen ke 4; Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara  Republik Indonesia; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor 3. Jurnal Wayne, A. M. 2020. Efektivitas Penerapan E-Tilang dalam Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas di Wilayah Hukum Polres Banyumas. Police Studies Review, 4(1), 57-120. Irsan, Y. M. 2018. Perspektif Penerapan E-Tilang Dengan Menggunakan Rekaman CCTV (Closed Circuit Television), (Studi Kasus di Wilayah Bandar Lampung) Setiyanto, S., Gunarto, G., & Wahyuningsih, S. E. 2017. Efektivitas Penerapan Sanksi Denda E-Tilang Bagi Pelanggar Lalu Lintas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Studi Di Polres Rembang). Jurnal Hukum Khaira Ummah, 12(4), 742-766 Milka, C. 2018. Analisis Kesiapan Inovasi E-Tilang Melalui Cameraclosed Circuit Television (Cctv) Di Kantor Kepolisian Resort Kota Besar Surabaya. Publika, 6 (2) Rahayu, P. T. 2020. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Pelanggaaran Lalu Lintas Dengan Sistem E-Tilang Di Wiayah Hukum Polres Magelang, (Doctoral Dissertation, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang). Arjuna, Y. D. 2020. Implementasi Program E-Tilang Dalam Penegakan Hukum Pelanggaran Lalu Lintas Di Wilayah Hukum Polres Banyumas. Advances in Police Science Research Journal, 4(1), 49-90 Noviani, I. G. A. K., & Astuti, P. 2017. Pelaksanaan Pengawasan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Melalui Proses E-Tilang di Polresta Sidoarjo. Jurnal Novum, 4(4), 167-174   Oleh Chitra Anggraini, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: