Penegakan Hukum Pidana Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE)
PENEGAKAN HUKUM PIDANA MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS BERBASIS ELECTRONIC TRAFFIC LAW ENFORCEMENT (ETLE)
(Studi di Wilayah Polresta Bandar Lampung) ABSTRAK Oleh Chitra Anggraini Abstrak Guna melaksanakan penegakan hukum pidanamengenai pelanggaran lalu lintas berbasis electronic traffic law enforcement (Etle) masih adanya isu permasalahan yang menjadi hambatan dalam penegakan hukum terhadap sanksi yang diterapkan berbasis electronic traffic law enforcement (Etle) antara lain,: Keterbatasan sarana prasarana, Kebutuhan anggaran yang besar, Ketidaktaatan masyarakat terhadap aturan, dan Budaya masyarakat yang baru patuh apabila melihat polisi. Permasalahan: Bagaimanakah kebijakan hukum pidana terhadap pelanggaran lalu lintas berbasis electronic traffic law enforcement (Etle)?, Mengapa terjadi hambatan dalam penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran lalu lintas berbasis electronic traffic law enforcement (Etle)? Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normatif, dimana penulis akan memaparkan secara lengkap permasalahan yang terjadi dalam pelanggaran lalu lintas dan upaya penanggulangannya oleh pihak kepolisian. Dalam penelitian ini penulis akan lebih banyak menggunakan data sekunder, Sedangkan data primer akan digunakan sebagai pelengkap untuk mendukung data sekunder berupa wawancara langsung dengan pihak terkait. Hasil penelitian: Kebijakan hukum pidana terhadap pelanggaran lalu lintas berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (Etle) telah diatur dalam Pasal 272 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) yang menyebutkan, “Untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat digunakan peralatan elektronik”. Ayat (2) menyebutkan, “Hasil penggunaan peralatan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Hambatan dalam penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran lalu lintas berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (Etle) di dasarkan pada faktor sara prasarana, faktor masyarakat, faktor budaya, dan faktor penegak hukum. Saran: Polri harus gencar mengadakan sosialisasi mengenai ETLE. Jika diperlukan sosialisasi juga dapat dilakukan melalui media cetak dan elektronik agar masyarakat paham dan mengerti mengenai penegakan ETLE. Mengenai budaya masyarakat yang baru patuh apabila melihat polisi, hal ini mungkin dapat dihilangkan secara perlahan seiring dengan penerapan ETLE. Namun harus tetap ada polisi berjaga di jalan untuk mengantisipasi pelanggaran lalu lintas yang tidak dapat dilakukan melalui ETLE. Kata Kunci : Penegakan Hukum Pidana, Pelanggaran Lalu Lintas, Electronic Traffic Law Enforcement 1. PENDAHULUAN Pengaruh globalisasi dalam segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini tidak dapat dihindarkan dan akibatnya telah dirasakan hampir di semua negara terutama di negara berkembang. juga diikuti dengan perkembangan ekonomi rakyat. Perkembangan ekonomi yang signifikan ini juga diikuti dengan meningkatnya mobilitas penduduk dari satu daerah ke daerah lain. Pada titik ini, peran penting transportasi juga akan terasa. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dinamika kehidupan, menuntut setiap manusia berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Jarak ke tempat yang akan ditempuh setiap manusia berbeda-beda sifatnya dan terkadang harus ditempuh dengan beberapa moda transportasi (Rakhmadani, 2017). Tentu saja perkembangan saat ini memiliki kelebihan dan kekurangan dan salah satu kelemahan yang paling sering terjadi adalah tingginya tingkat kemacetan pada jam sibuk (Sitepu, 2019). Kemacetan merupakan salah satu dampak negatif dari kemajuan pembangunan khususnya di bidang produksi kendaraan bermotor yang pada gilirannya menyebabkan lalu lintas jalan semakin padat (Wayne, 2020). Terjadinya pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu bentuk permasalahan yang sering menimbulkan permasalahan di jalan raya. Hal ini terlihat dari indikasi angka kecelakaan yang terus terjadi, bahkan cenderung meningkat setiap tahunnya. Karena pada dasarnya pelanggaran lalu lintas merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan. Kesadaran akan keselamatan tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk melindungi keselamatan orang lain. Secara sederhana, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat diartikan sebagai suatu sistem terpadu yang terdiri dari Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas, dan Angkutan Jalan. Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan dan pengelolaannya. Pelanggaran adalah perbuatan (perkara) yang melanggar suatu tindak pidana yang lebih ringan dari pidana. Pelanggaran dalam arti lain dapat diartikan sebagai perbuatan yang melanggar sesuatu dan berkaitan dengan hukum, yang artinya tidak lain adalah perbuatan melawan hukum (Irsan, 2018). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pelanggaran lalu lintas adalah seseorang yang menyimpang dari ketertiban lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna kendaraan bermotor, dimana akibat dari penyimpangan tersebut menimbulkan kecelakaan lalu lintas bagi pengguna jalan lainnya, baik korban jiwa maupun luka-luka. Bukti pelanggaran yang disingkat tilang adalah denda yang dikenakan oleh Kepolisian kepada pengendara yang melanggar peraturan lalu lintas. Pengadilan bersama kepolisian dan kejaksaan merupakan lembaga yang diberi mandat untuk menangani perkara pelanggaran lalu lintas berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan peraturan terkait lainnya. Pada bagian isi dijelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh undang-undang ini adalah: a. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib dan lancar serta terintegrasi dengan moda transportasi lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Salah satu penyebab tingginya angka kecelakaan lalu lintas adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam berkendara, misalnya tidak memperhatikan dan mentaati peraturan lalu lintas yang ada, tidak memiliki kesiapan mental saat berkendara atau berkendara dalam keadaan lelah.(Rahayu, 2020). Kondisi ketidaksiapan pengemudi dalam berkendara memungkinkan terjadinya kecelakaan yang dapat membahayakan keselamatan pengguna jalan lainnya, selain penyebab kecelakaan lalu lintas yang telah dijelaskan di atas, terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan juga dipengaruhi oleh usia pengemudi itu sendiri. Kenyataan yang sering dijumpai sehari-hari masih banyak pengendara yang belum siap mental, para pengendara ini saling mendahului tanpa mempedulikan keselamatan diri sendiri maupun orang lain. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada dasarnya dapat dihindari jika pengguna jalan mampu berperilaku disiplin, sopan dan hormat saat berkendara. Pembinaan dan penegakan disiplin lalu lintas di jalan memerlukan aturan hukum yang tegas, dan mampu mencakup semua penegakan terhadap pelanggaran yang terjadi, sehingga pelanggaran tersebut dapat ditindak tegas dan dapat dilakukan upaya pencegahan sebelum terjadinya pelanggaran. Secara umum permasalahan pelanggaran lalu lintas sering dialami oleh setiap daerah di Indonesia, hal ini dapat dibuktikan dengan indikasi angka kecelakaan lalu lintas yang sering meningkat setiap tahunnya (Arjuna, 2020). Perkembangan transportasi lalu lintas mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dimana keadaan ini merupakan bentuk dari perkembangan teknologi yang semakin modern. Faktor penyebab terjadinya masalah lalu lintas adalah manusia sebagai aktor utama yang menggunakan jalan, jumlah kendaraan, kondisi kendaraan, dan kondisi rambu lalu lintas yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas. Polisi mengeluarkan undang-undang baru dalam penegakan ketertiban lalu lintas yang diberi nama ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement). ETLE merupakan digitalisasi proses tilang dengan memanfaatkan teknologi yang diharapkan dapat lebih efisien dan efektif dalam seluruh proses tilang serta membantu pihak kepolisian dalam pengelolaan administrasi (Sutrisno, 2019). Bukan rahasia lagi bahwa praktik suap dalam operasi lalu lintas sering terjadi, itulah alasan kepolisian Indonesia telah menerapkan sistem E-ticket dan sistem ETLE yang diyakini dapat mengurangi praktik pungli (pungutan liar) dan suap. Proses ticketing ini dibantu dengan pemasangan kamera CCTV (Closed Circuit Television) di setiap lampu merah untuk memantau kondisi jalan. Berbeda dengan E-Tilang, penegak hukum ETLE menggunakan kamera pengintai atau CCTV, sedangkan tilang elektronik yang melakukan tindakan adalah anggota di lapangan. Perkembangan kejahatan atau tindak pidana dalam masyarakat yang sedang mengalami modernisasi meliputi masalah yang berkaitan dengan frekuensi kejahatan, kualitas kejahatan, dan kemungkinan jenis kejahatan atau kejahatan baru. Salah satu penanganan masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi seperti rekaman kamera CCTV (Noviana, 2017). Rekaman CCTV merupakan media yang dapat digunakan untuk memuat setiap rekaman informasi yang dapat dilihat dan didengar secara berulang dengan bantuan fasilitas perekaman CCTV. Rekaman CCTV digunakan sebagai bukti bahwa sistem menggunakan kamera video untuk menampilkan dan merekam gambar pada waktu dan tempat tertentu di mana perangkat ini dipasang menggunakan sinyal tertutup, tidak seperti televisi yang menggunakan sinyal siaran. Oleh karena itu, penelitian ini melihat bagaimana manajemen penerapan ETLE di Polresta Bandar Lampung dapat meningkatkan kesadaran berlalu lintas bagi pengguna jalan di Bandar Lampung. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu kajian yang berusaha mengidentifikasi hukum-hukum yang ada dalam masyarakat dengan maksud untuk mengetahui gejala-gejala lainnya. Serta mempelajari, melihat dan menelaah beberapa hal teoritis mengenai asas hukum. Konsepsi, pandangan, doktrin hukum, peraturan hukum dan sistem hukum yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Pendekatan yuridis normatif terhadap masalah dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang jelas tentang pokok persoalan gejala dan objek yang diteliti yang bersifat teoritis berdasarkan kepustakaan dan kepustakaan terkait. II. PEMBAHASAN 1. Penegakan Hukum Pidana Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (Etle) E-TLE atau yang disebut Electronic Traffic Law Enforcement adalah sebuah sistem yang dibuat oleh Polresta Bandar Lampung bekerjasama dengan instansi pemerintah Kota Bandar Lampung terkait sebagai model penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas berbasis teknologi. Di era milenial ini, sumber daya kita dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan zaman dengan selalu berpikir ke depan dan kreatif dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat saat ini. Munculnya sistem E-TLE Satlantas Polresta Bandar Lampung merupakan jawaban atas tuntutan masyarakat saat ini yang menginginkan sistem penegakan hukum yang bersih, transparan, dan tentunya berkeadilan. Beberapa urgensi dalam pembuatan sistem E – TLE, diantaranya :
- Rendahnya kepatuhan pengguna jalan terhadap peraturan lalu lintas
- Tingkat efektivitas penegakan hukum belum maksimal
- Melaksanakan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Pasal 184 bahwa alat bukti yang sah adalah:
- keterangan saksi;
- pernyataan ahli;
- surat;
- Petunjuk;
- pernyataan terdakwa.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumentasi Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumentasi Elektronik dan/atau hasil cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perpanjangan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 272, yaitu: (1) Untuk mendukung tindakan pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, dapat digunakan perangkat elektronik. (2) Hasil penggunaan alat elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
- Meningkatkan kualitas pelayanan publik
- Meningkatkan kesadaran pemilik Ranmor untuk penyesuaian identitas (Pasal 71 ayat (1) huruf c UU RI No. 22 Tahun 2009)
- Kepedulian pemilik angkutan umum untuk mengawasi pengemudi the
- Efisiensi personel yang berkinerja tidak di lapangan
- Meminimalisir penyalahgunaan wewenang petugas di lapangan
- Meminimalkan masalah dalam tindakan konvensional
- Pelanggaran lalu lintas yang terekam CCTV oleh Dishub di Tangkap kemudian dikirim ke Operator Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung.
- Data Rekam Foto diidentifikasi oleh Petugas Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung menggunakan aplikasi Regident Ranmor.
- Setelah kendaraan teridentifikasi oleh Petugas Satlantas Polrsta bandar Lampung teridentifikasi, kemudian data dan bukti pelanggaran yang terekam CCTV dikirimkan ke alamat pelaku.
- Setelah data dan bukti pelanggaran dikirimkan ke alamat yang tertera pada data yang digunakan, maka pelanggar dapat melakukan konfirmasi melalui call center Satlantas Polrestabes Semarang.
- Saat melakukan konfirmasi konfirmasi, kemungkinan dalam data identitas pemilik Ranmor yang didapat petugas Satlantas bisa saja orang lain yang menggunakannya, data tersebut akan dikirimkan kembali ke pelanggar baru karena sudah ada konfirmasi dari pemilik Ranmor.
- Setelah menerima bukti pelanggaran beserta data-data pelanggar, pelanggar dapat langsung membayar denda tilang di Bank dan tidak perlu menghadiri sidang tetapi jika pelanggar tidak mengkonfirmasi atau tidak membayar denda di Bank maka ranmor STNK yang terekam oleh pelanggaran tersebut akan di Block.
- Masyarakat akan lebih berhati-hati dalam berkendara agar tidak melanggar lalu lintas karena terpantau CCTV.
- Masyarakat akan terhindar dari praktik korupsi yang mungkin terjadi dalam proses penegakan hukum konvensional.
- Masyarakat yang melanggar lalu lintas dalam proses pengurusan penyelesaian proses hukum pelanggaran lalu lintas lebih praktis karena langsung membayar denda melalui Bank.
- Faktor hukum: Dalam praktek penegakan hukum di lapangan, ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan rumusan yang abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
- Faktor Penegakan Hukum: Penegak hukum merupakan panutan dalam masyarakat, yang harus memiliki kemampuan tertentu untuk menampung aspirasi masyarakat. Penegak hukum harus peka terhadap masalah yang terjadi di sekitarnya atas dasar kesadaran bahwa masalah tersebut ada kaitannya dengan penegakan hukum itu sendiri.
- Faktor Fasilitas: Tidak mungkin penegakan hukum berjalan mulus tanpa adanya fasilitas atau fasilitas tertentu yang mendukung pelaksanaannya. Sehingga dengan menggunakan rekaman CCTV, kita bisa melihat pengendara yang melanggar lalu lintas sehingga bisa langsung diproses dan membantu memantau kondisi di jalan.
- Faktor Masyarakat: Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai perdamaian dalam masyarakat itu sendiri. Setiap anggota masyarakat atau kelompok setidaknya memiliki kesadaran hukum, masalah yang muncul adalah tingkat kepatuhan hukum yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau tidak mencukupi. Tingkat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
- Faktor Kebudayaan Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat yaitu mengatur manusia agar manusia dapat memahami bagaimana seharusnya bertindak, bertindak, dan menentukan sikapnya ketika berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, budaya merupakan garis dasar perilaku yang dianggap baik harus diikuti dan apa yang dianggap buruk harus dihindari. E-TLE memiliki keunggulan lebih cepat daripada tiket konvensional. Kelebihannya adalah sistem ini sangat praktis dan cepat, sesuai dengan prinsip peradilan yang sederhana, cepat dan biaya rendah (Madiva, 2019).
- Penegakan Hukum Pidana Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (Etle) sebagai model penegakan hukum berbasis teknologi merupakan bentuk progresifitas hukum untuk merespon tuntutan masyarakat dalam menghadapi permasalahan hukum saat ini. Satlantas Polresta Bandar Lampung bangkit dari kekakuan hukum yang ada untuk membuat Rule Breaking yang merupakan wujud dari hukum progresif yang digagas Satjipto Rahardjo. Menciptakan sistem baru dan berusaha meninggalkan cara lama tanpa meninggalkan unsur kepastian hukum dan memudahkan masyarakat, merupakan upaya penegakan hukum progresif yang dihadirkan dalam sistem E-TLE Satlantas Polrestabes Semarang. Dalam sistem penegakan hukum E-TLE masyarakat tidak perlu melakukan kontak langsung dengan petugas di lapangan sehingga kerentanan terhadap praktik korupsi dapat dihindari. Selain itu, penanganan proses hukum terkait pelanggaran lalu lintas lebih mudah dengan membayar denda langsung di Bank sehingga masyarakat tidak perlu menghadiri sidang di Pengadilan Negeri setempat.
- Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Berbasis Electronic Traffic Law Enforcement (Etle)
- Faktor hukum: Dalam praktek penegakan hukum di lapangan, ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan rumusan yang abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
- Faktor Penegakan Hukum: Penegak hukum merupakan panutan dalam masyarakat, yang harus memiliki kemampuan tertentu untuk menampung aspirasi masyarakat. Penegak hukum harus peka terhadap masalah yang terjadi di sekitarnya atas dasar kesadaran bahwa masalah tersebut ada kaitannya dengan penegakan hukum itu sendiri.
- Faktor Fasilitas: Tidak mungkin penegakan hukum berjalan mulus tanpa adanya fasilitas atau fasilitas tertentu yang mendukung pelaksanaannya. Sehingga dengan menggunakan rekaman CCTV, kita bisa melihat pengendara yang melanggar lalu lintas sehingga bisa langsung diproses dan membantu memantau kondisi di jalan.
- Faktor Masyarakat: Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai perdamaian dalam masyarakat itu sendiri. Setiap anggota masyarakat atau kelompok setidaknya memiliki kesadaran hukum, masalah yang muncul adalah tingkat kepatuhan hukum yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau tidak mencukupi. Tingkat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
- Faktor Kebudayaan: Mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat yaitu mengatur manusia agar manusia dapat memahami bagaimana seharusnya bertindak, bertindak, dan menentukan sikapnya ketika berhubungan dengan orang lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: