Polisi Belum Bisa Temukan DPO Pengerusakan APK

Polisi Belum Bisa Temukan DPO Pengerusakan APK

RADARLAMPUNG.CO.ID - Penyidik Sat Reskrim Polresta Bandarlampung akan melakukan tindakan tegas terhadap tersangka dugaan perusakan APK: Aman Effendi, yakni dengan menjemput paksa jika tidak juga menghiraukan peringatan untuk kooperatif. Kasat Reskrim Polresta Bandarlampung Kompol Resky Maulana mengatakan, surat Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap tersangka perusakan APK milik paslon Yutuber: Aman Effendi belum dicabut, dan akan dijemput paksa. \"Dengan dasar DPO ini, kita akan lakukan upaya penjemputan paksa,\" katanya, Minggu (6/12). Menurutnya, upaya penjemputan tersebut telah dilakukan pihaknya sejak beberapa waktu lalu. Namun belum menemukan di mana keberadaan DPO tersebut. \"Kita juga sudah melakukan pencarian tetapi belum ketemu, nanti akan kita informasikan selanjutnya,\" tandasnya. Ya, Satreskrim Polresta Bandarlampung menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan pengerusakan APK di wilayah Beringin Raya, Kemiling, Bandarlampung. Penetapan satu orang dari tujuh yang dilaporkan oleh tim Yutuber diketahui atas nama AE yang berprofesi sebagai wiraswata, sejak Selasa (24/11) sore oleh penyidik Sat Reskrim. Sementara itu, Juendi Leksa Utama Selaku kuasa hukum dari terlapor mengatakan Sentra Gakkumdu Bandarlampung harus diselamatkan dari potensi pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus tersebut. “Sentra Gakkumdu Bandarlampung dalam memintai keterangan klarifikasi belum mendapatkan informasi lengkap prihal dugaan tindak pidana pengrusakan dan penghilangan APK. Padahal dalam kenyataannya keterangan yang disampaikan klien kami melalui rekaman di sentra gakkumdu ternyata rekaman tersebut didapatkan tim pelaporan dengan cara melawan hukum, yaitu adanya dugaan ancaman kekerasan. Di sinilah kami menilai adanya potensi pelanggaran HAM tersebut,\" katanya. Untuk diketahui, Aman Efendi disangkakan dengan pasal 69 huruf (g) junto Pasal 187 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dengan ancaman pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan, dan denda paling sedikit Rp100 ribu, atau paling banyak Rp1 juta. (mel/sur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: