Fitoremediasi Limbah Budi Daya Ikan Gabus Gunakan Daun Mint

Fitoremediasi Limbah Budi Daya Ikan Gabus Gunakan Daun Mint

Oleh: - Indra Gumay Yudha - Maulid Wahid Yusuf - Putu Cinthia Delis 1 (*) *Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Lampung RADARLAMPUNG.CO.ID-Akuaponik merupakan sistem kultur terpadu yang mengintegrasikan antara subsistem budi daya dan subsistem hidroponik. Produk yang dihasilkan sistem akuaponik ini lebih sehat karena memanfaatkan bahan organik pada aplikasinya. Program ini dilakukan di Kelurahan Pinangjaya, Bandarlampung. Bekerja sama dengan mitra kelompok pembudi daya ikan Mina Bintang Berjaya, target luaran yang dicapai dari program kemitraan masyarakat ini (1) memperkenalkan teknologi akuaponik kepada kelompok mitra dengan memadukan teknik budi daya ikan dan teknik hidroponik, (2) meningkatkan produktivitas hasil budi daya ikan dengan kualitas air dengan pengelolaan air yang ramah lingkungan sehingga menghasilkan produk ikan gabus sebagai komoditas unggulan di Kelurahan Pinangjaya, (3) membangun kemitraan dan kerja sama yang efektif antara perguruan tinggi dengan kelompok-kelompok masyarakat di Kelurahan Pinangjaya, (4) mengembangkan pola pemberdayaan kolaboratif melalui pendampingan dalam transfer keterampilan, modal dan akses pemasaran yang lebih luas. Metode yang digunakan dalam pemberdayaan didasarkan pada ketersediaan SDM pengelola, teknologi, aspek finansial dan dampak sosialnya. Hasil pengabdian masyarakat menunjukkan bahwa teknologi fitoremediasi limbah budi daya menggunakan tanaman mint mampu memberikan solusi pada permasalah keterbatasan air bersih yang dihadapi oleh pembudidaya ikan air tawar di Kelurahan Pinang Jaya yang berlokasi di Bandarlampung. Selain mendapatkan hasil panen ikan, pembudidaya juga mampu menghasilkan sayur organik yang dapat menambah profit yang diperoleh. Sehingga, aplikasi teknologi tekologi akuaponik dapat meningkatkan kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat di Kelurahan Pinang Jaya. Sektor Perikanan dan Kelautan termasuk ke dalam sektor utama penyedia bahan pangan di Provinsi Lampung. Baik itu dalam bidang budidaya laut, payau dan tawar, bidang pengolahan hingga usaha dan pemasaran hasil perikanan. Komoditas perikanan unggulan di lampung adalah udang, kerapu, rumput laut dan teri nasi. Sumbangsih sektor perikanan tidak kurang dari 30% dari PAD Lampung pada tahun 2012. Secara nasional, aktivitas perikanan Lampung telah memberikan kontribusi yang signifikan yang menjadikan Indonesia termasuk ke dalam kelompok empat besar produsen perikanan dunia dengan total produksi 754.610 MT dengan nilai US$ 2.224.782.000 (FAO, 2000). Budidaya ikan termasuk kegiatan dalam usaha pemenuhan kebutuhan keuangan masyarakat. Lampung memiliki potensi budidaya ikan tawar yang potensial. Ini bisa dilihat makin meningkatnya produksi ikan air tawar yang mencapai rata-rata 275.000 ton per tahun. Produksi tersebut berasal dari sekitar 1.150 hektare lahan budidaya yang tersebar di sejumlah kecamatan. 1.150 hektare tersebut merupakan lahan yang telah dimanfaatkan, sedangkan luas areal yang belum dimanfaat mencapai 11.000 hektare atau sekitar 90%. Berdasarkan data statistik tahun 2011, luas areal bersih kegiatan budidaya perikanan yaitu untuk tambak 14.050 hektare (ha), kolam 6.192 ha, minapadi 1.023 ha, keramba 1.131 ha, KJA 290 ha, dan budidaya ikan laut sebanyak 1.031 ha. Masyarakat dengan kegiatan budidaya tidak banyak, dikarenakan lahan yang sudah tidak mencukupi lagi untuk usaha budidaya ikan skala besar. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan tentang poin mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif, pemanfaatan teknologi akuaponik merupakan solusi untuk mengembangkan lahan produktif. Sistem budidaya ini dipadukan dengan pemeliharaan tanaman. Budidaya sistem akuaponik mempunyai prinsip memanfaatkan air secara terus menerus dari pemeliharaan ikan ke tanaman dan sebaliknya dari tanaman ke kolam ikan. Sistem ini menyebabkan kondisi perairan budidaya selalu dalam kondisi optimal, sehingga komoditi yang dibudidayakan dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal. Pada sistem ini, ikan dan tanaman tumbuh dalam satu sistem yang terintegrasi, dan menciptakan suatu simbiotik antara keduanya. Pengelolaan air yang baik akan membuat proses budidaya berjalan sehat, dalam hal ini ikan yang dibudidayakan akan memiliki tingkat resiko rendah terinfeksi penyakit. Tidak adanya penyakit dalam budidaya akan membuat hasil panen yang baik dan dapat maksimal termasuk kedalam kegiatan usaha masyarakat sebagai sumber pendapatan. Kegiatan budidaya sistem akuaponik ini dapat mengefektifkan penggunaan lahan, sehingga dapat dilakukan pada daerah yang memiliki lahan sedikit. Semakin lama, perkembangan budidaya ikan di Kelurahan Pinang Jaya semakin meningkat sehingga menyebabkan banyaknya penggunaan air bersih di wilayah tersebut. Hal ini bisa menyebabkan berkurangnya keberadaan air bersih di wilayah tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menggunakan teknologi yang lebih baik dalam pengolahan air kolam sehingga bisa digunakan lagi untuk kegiatan budidaya. Salah satunya dengan menggunakan sistem teknologi akuaponik. Bahan yang digunakan pada pengenalan fitoremediasi limbah menggunakan teknologi akuaponik di Kelurahan Pinang Jaya: Pipa paralon ¾ inchi, pompa air, Rockwool, Netpot, Sumbu flannel, kolam bulat terpal, ikan gabus, benih daun mint dan pakan ikan. Metode yang dilakukan, di antaranya pertama tahap persiapan. Tahap persiapan berupa survei lokasi dan persiapan bahan serta sosialisasi kepada kelompok mitra survei. Observasi lapang dilaksanakan untuk mengumpulkan data awalan yang akan dianalisis kembali untuk menyusun program kerja dan jadwal kegiatan. Selain itu kegiatan survei juga bertujuan untuk mengkonsultasikan jadwal kegiatan kepada masyarakat dan mencari umpan balik dari masyarakat untuk memperbaiki rencana program kerja sehingga sesuai dengan keinginan masyarakat. Kedua, sosialisasi dan penyuluhan mengenai teknologi akuaponik kepada mitra. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai sejauh mana pengetahuan mitra mengenai teknologi akuaponik. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk memberikan informasi mengenai tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh melalui penerapan teknologi akuaponik. Sosialisasi kepada mitra dilakukan melalui pertemuan kelompok pembudidaya yang akan terlibat dalam kegitan ini. Kelompok pembudidaya tersebut merupakan kelompok yang sudah bersedia menjadi mitra yang telah didapatkan pada saat survey dilaksanakan. Ketiga, persiapan perlengkapan. Kegiatan ini merupakan kegiatan persiapan perizinan kepada instansi terkait. Selain itu juga membahas persiapan alat dan bahan untuk pembuatan instalasi akuaponik. Keempat, desain dan instalasi teknologi. Desain akuaponik berupa sistem resirkulasi budidaya dengan menerpkan sistem produksi terintegrasi. Air yang berada di media budidaya akan dialirkan menuju talang pemeliharaan tanaman mint menggunakan pompa dan kemudian dialirkan kembali ke kolam terpal budidaya ikan. Aliran air pada talang diatur sedimikian sehingga memiliki ketinggian tidak lebih dari 2cm. Hal ini dimaksudkan agar akar sayuran tidak mengalami kebusukan. Teknologi akuaponik memanfaatkan limbah budidaya ikan gabus berupa amonia dan fosfor yang terdapat pada air media budidaya ikan. Menurut Boyd (1998), ikan akan menghasilkan limbah nitrogen dalam bentuk amonia melalui insang dan akan secara alami dikonversi menjadi nitrit dan nitrat. Limbah budidaya ini selanjutnya akan berperan sebagai pupuk untuk memenuhi nutrisi sayuran sehingga sayuran yang dipanen merupakan sayuran organik dengan nilai ekonomis yang tinggi. Hal ini akan memberikan keuntungan pada ikan yang dibudidaya karena akan menjernihkan air sehingga dapat mempertahankan kondisi air yang baik serta memberikan nutrient yang dibutuhkan oleh sayuran. Keuntungan lainnya adalah proses penggantian air yang tidak perlu sering dilakukan sehingga akan menghemat sumber air bersih dan dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh dari hasil panen ikan dan sayuran. Akuaponik merupakan teknologi yang sangat efisian dalam pengelolaan sumberdaya air dan sesuai untuk diterapkan pada lahan terbatas.

Hasil dan Pembahasan

Kegiatan dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2021 tersebut dengan melibatkan mitra dari kelompok pembudidaya ikan di Kelurahan Pinang Jaya, Bandarlampung. Pendampingan dilakukan dosen dari Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Program ini merupakan tranfer teknologi yang penting untuk dilakukan agar dapat mendaur ulang air limbah budidaya melalui fitoremediasi tanaman. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan penambahan hasil produksi berupa sayuran organik melalui pemanfaatan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan budidaya ikan. Kegiatan ini juga diharapkan dapat meningkatkan produktifitas masyarakat dan daya saing daerah melalui pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Langkah kerja teknologi budidaya ikan dan tanaman dengan sistem akuaponik, pertama persiapan instalasi kolam budidaya. Kolam terpal bundar dipilih karena fleksibel dalam pengaturan desain dan tata letaknya. Selain itu, kolam budidaya jenis ini bersifat non permanen dan dapat dipindah-pindah. Dengan mengosongkan sedikit ruang serta mengatur desain dan letak, kolam terpal bundar dapat dipasang sesuai dengan keinginan. Kolam terpal bundar mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kolam terpal semen ataupun kolam fiber. Kolam terpal bundar dapat dipindah tempat serta lebih fleksibel dalam penyesuaian diameter kolam yang ingin dipakai. Hal ini tentunya dapat mengurangi masalah lahan budidaya yang kian sedikit. Kedua, persiapan instalasi akuaponik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan akuaponik yaitu dengan mempertahankan kelancaran sirkulasi air. Air dari kolam terpal bundar akan disirkulasi menggunakan pipa paralon menuju media penanaman sayuran. Air yang telah dilewatkan ke media penanaman sayuran ini masih mengandung banyak senyawa organik yang dihasilkan oleh kotoran dan limbah pakan gabus. Air ini akan menjadi pupuk bagi tanaman dimana tanaman akan berfungsi sebagai fitoremediasi yang menyerap Selanjutnya, air yang kandungan organiknya telah diserap oleh tanaman akan disirkulasi kembali ke dalam kolam budidaya. Ketiga, penyemaian sayuran. Penyemaian sayuran dilakukan sebelum tanaman diletakkan pada netpot. Penyemaian benih dilakukan pada wadah terpisah. Setelah bibit berusia 5 hari, baru dapat ditanam di media akuaponik. Keempat, penebaran ikan. Penebaran ikan dalam kolam budidaya dapat langsung dilakukan agar air budidaya cukup mengandung nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh benih. Sehingga, benih mendapatkan nutriasi yang cukup untuk kebutuhan pertumbuhan sayuran. Padat tebar ikan dan sayuran yang akan digunakan dalam teknologi akuaponik disesuaikan dengan jenis ikan yang akan dipelihara. Pada kegiatan ini ikan yang dipelihara adalah ikan gabus dengan padat tebar 100 ekor dengan ukuran tebar 10-12 cm/ekor. Sementara sayuran yang akan dipelihara adalah dari jenis daun mint dengan kepadatan yaitu 100 bibit per kolam. Kelima, pemeliharaan dan perawatan. Pemeliharaan akuaponik dilakukan seperti pemeliharaan ikan dan tanaman pada umumnya. Ikan diberi pakan secara rutin dan dilakukan pengecekan kualitas air secara berkala. Selain itu, kontrol kesehatan ikan dan tanaman juga perlu dilakukan. Hal yang paling perlu diperhatikan adalah kelancaran sirkulasi air dari kolam menuju media penanaman sayuran dan kembali ke kolam budidaya. Teknologi akuaponik ini memungkinkan pembudidaya untuk mengurangi frekuensi pengurasan air pada kolam sehingga dapat menghemat penggunaan air bersih. Graber & Junge (2009) menyatakan bahwa metode akuaponik murah, menguntungkan, serta efektif mengubah nutrien menjadi biomassa. Hal yang masih perlu dilakukan adalah penambahan air pada kolam budidaya untuk mengganti air yang berkurang akibat terjadinya proses penguapan. Kelebihan sistem ini adalah pemanfaatan limbah sebagai pupuk bagi sayuran sehingga sayuran tidak lagi memerlukan pupuk. Keenam, pemanenan. Pemanenan daun mint dapat dilakukan setelah 1,5 bulan pemeliharaan dalam sistem akuaponik. Sedangkan ikan budidaya dapat dipanen setelah dipelihara selama 5-6 bulan. Hal ini berarti bahwa dalam kurun waktu 5-6 bulan dapat dilakukan empat siklus penanaman/pemanenan mint. Selain itu, proses pemanenan sayuran yang dipelihara menggunakan sistem akuaponik dapat dilakukan dengan lebih mudah dan tidak perlu membersihkan media tanah karena sayuran sudah bersih dengan penanaman tanpa menggunakan media tanah. Kesimpulan bahwa pemasangan akuaponik memiliki kelebihan dalam daur ulang limbah air, menghemat penggunaan air bersih serta memberi nilai tambah dengan pemanenan sayuran pada lahan yang terintegrasi, maka diharapkan mitra pokdakan Mina Bintang Berjaya dapat memperoleh manfaat dari kegiatan Fitoremediasi Limbah Budidaya Ikan Gabus Menggunakan Daun Mint (Mentha Piperita) di Kelurahan Pinang Jaya, Bandarlampung. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: