Resesi di Depan Mata, Pemerintah Diminta Lakukan Ini

Resesi di Depan Mata, Pemerintah Diminta Lakukan Ini

RADARLAMPUNG.CO.ID - Pertumbuhan ekonomi Lampung yang bergerak turun di triwulan II 2020 menimbulkan kekhawatiran. Yakni terkait bakal terjadinya resesi --jika pertumbuhan ekonomi triwulan selanjutnya tetap minus. Karenanya, Pemerintah daerah disarankan perlu mengubah pola untuk mendorong pertumbuhan ke angka positif. Pengamat Ekonomi yang merupakan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila) Marselina Djayasina mengatakan, dilihat dari komposisi ekonomi, Lampung sebenarnya terbentuk dari agrobisnis atau sektor pertanian. Sektor ini juga mendukung ekspor Lampung. Namun, jika pemerintah daerah tetap berpegang pada pola lama atau tetap mengandalkan ekspor komoditas pertanian, dikhawatirkan akan membuat ekonomi Lampung semakin terpuruk. “Karena memang permintaan dari luar negeri tidak ada, mereka juga resesi. Intinya dari sisi itu kita tidak bisa terlalu banyak berharap,” katanya. Karena itu, menurutnya pemerintah harus mulai beralih pada usaha mikro yang di dalam. Jadi perekonomian mengandalkan internal, mungkin dengan melirik sektor-sektor yang selama ini dilupakan dan hanya dianggap sebelah mata, seperti sektor UMKM yang selama ini sekedarnya saja. Padahal, menurut dia, sektor UMKM ini ternyata bisa tetap eksis di tengah masa pandemi --meski terdampak cukup besar. “Tapi yang dilihat bukan hanya sektor ekonomi mikronya, lebih mendasar lagi. Bukan UMKM yang berupa perusahaan yang kecil, tapi lebih kepada industri rumah tangga,” tambahnya. Menurutnya, fokus pembangunan industri Lampung harus mulai berpindahkan pada sektor industri rumah tangga. Kiblat pembangunan ekonomi harus lebih kepada usaha kecil yang berbasis rumah tangga. Ini juga sejalan dengan keinginan pemerintah, yang rencananya akan memberikan bantuan modal kepada rumah tangga. Ketika sudah bicara tentang rumah tangga, itu berarti peran RT, camat, dan lurah juga dibutuhkan. Mereka harus sudah mulai mendata rumah tangga yang mempunyai potensi dan memikirkan jenis usahanya. Kemudian diberikan pelatihan. “Kita juga bisa membantu membeli produk mereka, karena pasar dalam negeri ini besar lho. Kita bermain di Lampung aja besar, apalagi kalau sudah dikirimkan ke pulau Jawa dan lain-lain. Nah, ini yang sudah mulai dilupakan pemerintah,” katanya. Pemerintah juga, lanjut dia, harus mulai melakukan sosialisasi dan pelatihan. Seperti pengemasan yang higienis, serta pelatihan digital marketing. Ketika rumah tangga siap memasarkan produk mereka, barulah pemerintah bisa masuk untuk memberikan modal. “Jadi jangan kasih dulu uangnya ketika belum dilatih. Kalau tidak bantuan itu akan sia-sia, hilang begitu saja,” tambahnya. Namun, sambung dia, jika memang resesi tidak dapat dihindari, penghematan sudah pasti harus dilakukan pemerintah. Karena memang pendapatan daerah terbatas. “Terjadinya resesi itu kan artinya perekonomian tidak tumbuh, bahkan minus. Jadi yang paling parah terdampak memang lapangan kerja,” tambahnya. Secara teori, kata dia, 1 persen pertumbuhan ekonomi turun, berarti ada 400 ribu lapangan kerja yang hilang. Jadi kalau 3 persen turun, bisa dibayangkan ada 1,2 juta pengangguran yang akan terbentuk. Ketika pengangguran sudah terpuruk di atas 4 persen maka perekonomian sudah dipastikan hancur. “Itu yang ditakutkan. Karana itu, walau pun mereka di-PHK tapi mereka harus tetap diberikan solusi untuk bergerak,” tambahnya. Dalam konsep pembangunan, sambung dia, ada sumber pendanaan, yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan hutang. Di Lampung sendiri hanya dapat mengandalkan APBD. Sementara APBD terbesar merupakan dana kucuran dari pusat. “Karena PAD kita nggak banyak, penyerapan pajak kita rendah dan tidak bisa diandalkan. Jadi kemungkinan APBD Lampung ini akan terpotong juga terutama dana DAU, DAK, dan lain-lain. Oleh karena itu cara satu-satunya yang bisa diambil yakni dengan mengintensifkan penerimaan pajak daerah,” katanya. Jadi, sambungnya, pajak tetap harus dipungut, pengemplank pajak harus ditertibkan, serta retribusi parkir yang biasanya dilakukan pereman harus mulai diambil alih pemerintah daerah. “Jadi lebih kepada usaha intesifikasi, yakni mulai menutup kebocaran penyerapan pajak,” katanya. Lebih jauh dia mengatakan, meski dari sisi pendapatan turun, namun pembangunan harus berjalan seperti biasanya. Karena itu pemerintah harus mulai mencoret belanja-belanja yang tidak penting. Di samping itu, ketakutan masalah kesehatan di masyarakat tidak boleh terjadi. Pemerintah dapat mulai memberikan pengertian kepada masyarakat tentang era normal baru. Sehingga masyarakat dapat tetap beraktifitas menggerakan ekonomi namun tetap dengan protokol kesehatan. Kemudian, meski pemasukan tidak ada, pemerintah juga tidak bisa memotong gaji karyawan. Itu akan mengurangi daya beli. Sehingga menurutnya gaji 13, THR, dan tunjangan lain harus tetap diberikan. Karena memang itu yang menggerakan ekonomi. “Jadi mulai sekarang pemerintah harus berhemat, rapat DPR tidak perlu lagi ke Jakarta karena sekarang sudah lebih mudah, kita bisa melakukan daring. Sehingga tidak perlu ada uang pesawat, uang bensin, menginap, dan lain-lain yang tidak perlu. Jadi meski menghemat tapi aktifitas pemerintahan tetap berjalan,” pungkasnya. (ega/sur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: