Ingat Ya, Ngajak Golput Bisa Dipidana
RADARLAMPUNG.CO.ID – Pernyataan Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto bahwa pihak yang mengajak untuk tidak memilih dalam pemilu bisa dipidana mendapat dukungan. Bahkan, Korps Bhayangkara memastikan pidana terhadap orang yang menghasut untuk golput bisa dilakukan dengan dua Undang-Undang (UU), yakni UU Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Pemilu. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, pidana terhadap pihak yang menghasut untuk golput itu dijerat pidana, namun bergantung perbuatan dan sarana yang digunakan. “Ini berpengaruh terhadap UU mana yang akan dipakai,” jelasnya di Mabes Polri, Rabu (27/3). Bila perbuatan itu dipastikan pidana, dengan media atau sarana elektronik, maka penyidik bisa menjeratnya dengan UU ITE. “Sesuai dengan perbuatan dan fakta hukum yang terjadi,” imbuhnya. Dalam UU Pemilu juga terdapat pasal untuk menjerat penghasut untuk golput tersebut. Pada pasal 105 menyebutkan barang siapa menghasut seseorang untuk tidak memenuhi hak pilih bisa dipidana. “Ada denda juga ya,” urainya. Selanjutnya, mekanismenya bila ditemukan adanya perbuatan menghasut untuk golput, penyidik harus mencocokkannya dengan barang bukti yang didapatkan. Yang kemudian bisa disusun konstruksi hukumnya. “Hingga tepat mana regulasi yang dikenakan,” jelasnya. Dia menjelaskan, pastinya semua untuk menjerat secara hukum itu bergantung dari peristiwanya. “Jadi, diharapkan setiap orang untuk tidak melakukan ajakan dan hasutan untuk golput,” urainya. Karena itu, Polri akan memonitoring kemungkinan adanya ajakan untuk golput. Baik secara media elektronik atau sarana lainnya. “Kita lihat semua,” papar mantan Wakapolda Kalimantan Tengah tersebut. Sementara Direktur Eksekutif Partnership for Advancing Democracy and Integrity (PADI) M. Zuhdan menuturkan, sebenarnya ajakan golput merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan hak politik warga atau civil liberties. “Seharusnya kebebasan sipil itu dilindungi negara, bukan diancam pidana. Karena negara ada untuk melindungi hak politik warganya,” ujarnya. Warga negara bisa menyuarakan pendapatnya baik melalui pemilu atau pun mekanisme lainnya. “Jangan sampai publik menganggap bahwa satu-satunya jalur suara itu hanya pemilu,” jelasnya. Adanya ajakan golput itu harusnya membuat negara berpikir, mengapa partisipasi politik warga menurun dalam pemilu. “Apakah karena faktor rasional atau justru negara belum siap menyelenggarakan demokrasi yang substansial,” terangnya. (fin/kyd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: