Pro Kontra Pemakaian Ganja Medis, Taufik Basari: Kita Harus Berpikiran Terbuka
FOTO DOK. PRIBADI - Taufik Basari.--
BANDAR LAMPUNG, RADARLAMPUNG.CO.ID – Belakangan, sejumlah pihak mengusulkan agar ganja diperbolehkan untuk dunia medis atau sebuah upaya pengobatan. Terkait ini, Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari memberikan diskursus mengenai ganja untuk kebutuhan medis.
Menurut Taufik Basari, masyarakat perlu mengetahui bahwa secara hukum dan berdasarkan UU Narkotika. Sebenarnya narkotika merupakan obat. Namun karena terdapat efek samping jika tidak digunakan dengan standar pengobatan yang tepat, maka dari itu diaturlah golongan-golongan narkotika.
Golongan I, adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi. Serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Golongan II, adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan
BACA JUGA:Catat, Ini Tahapan Pemilihan Muli Mekhanai Bandar Lampung
Golongan III, adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan
Kedua, lanjut Taufik Basari, berdasarkan Peraturan Menteri Kesahatan (Permenkes) yang menjadi lampiran UU, sejak dahulu hingga yang terakhir tahun 2021, ganja dan seluruh produk turunannya ditempatkan sebagai narkotika golongan 1 yang hanya dapat digunakan untuk riset. Dan tidak dapat untuk terapi kesehatan.
“Akibatnya, pasien seperti anak dari Ibu Santi yang menderita cerebal palsy tidak dapat menggunakan ganja untuk pengobatan. Bahkan dalam kasus Fidelis Arie, yang memberikan ganja untuk pengobatan istrinya harus berakhir pada proses hokum,” kata Taufik Basari dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 3 Juli 2022.
Taufik Basari melanjutkan, peristiwa yang dialami Ibu Santi dan Ibu Dwi Pertiwi yang memperjuangkan pengobatan anaknya, serta Fidelis yang membantu pengobatan istrinya hingga harus berhadapan dengan hukum, merupakan masalah kemanusiaan yang harus dicarikan jalan keluarnya.
BACA JUGA:Untuk Warga Pringsewu, Diimbau Beli Hewan Kurban di Daerah Ini
“Kita tidak boleh berpandangan konservatif dalam merumuskan kebijakan narkotika. Jika terdapat penelitian yang menunjukkan turunan dari tanaman ganja dapat digunakan sebagai pengobatan maka kita harus memiliki pikiran terbuka untuk merumuskan perubahan kebijakan,” kata politikus Partai NasDem ini.
Selama ini, lanjut Taufik Basari, ketika ada yang mengangkat isu tentang ganja untuk kebutuhan medis, seringkali langsung mendapatkan stigma dan diberikan berbagai macam tuduhan.
Di tingkat internasional, Expert Committee on Drugs Dependence (ECDD), yaitu mekanisme expert di bawah World Health Organization (WHO) pada tahun 2019 memberikan rekomendasi kepada The Commission on Narcotic Drugs (CND).
Yang dibentuk UN Economic and Social Council (UN ECOSOC) dan WHO, untuk menghapus cannabis dan cannabis resin dari Schedule IV Convention on Narcotics Drugs 1961. Dan hanya berada pada Schedule I Convention dimaksud.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: