Petani Jagung Way Kanan Keluhkan Harga yang Terus Merosot

Petani Jagung Way Kanan Keluhkan Harga yang Terus Merosot

(Foto Ist. For Radarlampung.co.id)--

RADARLAMPUNG.CO.ID - Petani jagung Way Kanan mengeluh terus merosotnya harga jual di pasaran. Kemerosotan ini terlihat dari lonjakan harga yang turun drastis.

Pantauan harga sebulan yang lalu, Juni 2022 harga jagung KW (kering super) menyentuh harga Rp 4.800 per Kilogram dan Asalan (Basah) Rp.4.600.

Saat ini, 6 Juli 2022 terjadi perrubahan harga, KW super dengan kadar Air 15 harga tertinggi Rp 4.650 dan Asalan Rp 4.500. 

Joni (35), salah seorang pembeli jagung lokal secara gamblang Juni menjelaskan, untuk harga jagung di lokasi (di tangan petani) berpacu dari harga pabrik. 

BACA JUGA:Polres Way Kanan Segera Miliki Gedung Pelayanan Terpadu Satu Atap, Berikut Ini Fungsinya

"Dari tangan petani langsung, harganya untuk KW super Rp 2.900 dan Asalan Rp 2.850, ini pun kami mesti hati-hati, menyesuaikan kadar air. Salah prediksi kerugian terjadi, apalagi harga yang masih gonjang-ganjing seperti ini," ujar Joni. 

"Entahlah, kalau setiap saat harga selalu merosot terus-terusan, gairah kami bertani jadi tidak semangat, padahal kalau dilihat dari harga pupuk tentu tak seimbang, apakah ini adil?," sambung Saputara (33), salah seorang petani jagung wilayah Kecamatan Gunung Labuhan, ditemui saat negosiasi harga dengan Juni. 

Keluhan itu rupanya tak hanya dirasakannya. Tetapi juga dirasakan Oksi (28), warga Bengkulu Jaya.

Di mana menurut Oksi, akibat harga yang terus merosot tersebut ia mulai berpikir untuk putar haluan menanam singkong di musim depan.

BACA JUGA:Tim Penilai PBB Kabupaten Way Kanan Diminta Lakukan Evaluasi Minimal 3 Bulan Sekali

"Saya merasa benar-benar kecewa akibat harga jagung yang tak bersahabat ini. Untuk mengolah jagung itu butuh biaya yang besar. Dimulai dari pembibitan, pupuk, pestisida, dan lain sebagainya," ungkapnya.

"Itu saja sudah memakan biaya fantastis, ditambah pembiayaan jasa ketika panen, lalu yang kami terima sangat sedikit, kalau turun  terus seperti ini berujung kerja rodi namanya, seperti zaman penjajahan saja," pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: