Blessing in Disguise

Blessing in Disguise

Nanang Trenggono/FOTO NET --

Oleh: Nanang Trenggono

Perhelatan menuju pemilihan presiden tahun 2024, sudah sekian waktu tidak memberikan kepastian kepada masyarakat tentang penggabungan partai-partai politik peserta pemilu yang akan mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden lima tahun mendatang. 

Kondisi ini telah mempersempit waktu masyarakat sebagai pemilih untuk memberikan penaksiran siapa pasangan yang layak diplih menjadi pemimpin bangsa ke depan. 

Gusti Allah Ora Sare, demikian kita memahami, suatu kesulitan yang dihadapi partaipartai politik untuk berkoalisi menunjukkan tanda-tanda kemudahan. 

Titik terang itu adalah peristiwa putusan FIFA membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah kompetisi sepaka bola Piala Dunia U-20.

Kerja keras Presiden Jokowi selama tiga tahun sejak 2019 untuk mempromosikan Indonesia dalam pertandingan olah raga bergengsi skala internasional pupus. 

Kegagalan ini bagi seluruh lapisan masyarakat, tentu tidak hanya pencinta sepak bola, ibarat “sakitnya sampai di ulu hati.” 

Dengan mencoba tetap tegar Presiden Jokowi memberikan pesan baik verbal maupun non verbal dalam kapasitas sebagai pemimpin, yakni “tidak perlu saling menyalahkan.”

Faktor utama yang menjadi pertimbangan FIFA mengambil keputusan mencabut penetapan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, yaitu penolakan dua kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terhadap keikutsertaan Tim Israel bila berlaga di Indonesia. 

Meskipun, penolakan kedua tokoh tersebut terkesan ahistoris atau tiba-tiba. Terbukti argumentasi yang dikemukakan tidak mampu meyakinkan publik, bahkan ketika terlontar alasan “trauma dengan bom Bali,” pemikiran ini menyiratkan makna seolah-olah negeri ini tidak aman.

Sikap Gubernur Bali dan Jawa Tengah mengandung sifat antagonis, suatu bentuk perlawanan terhadap program Presiden Joko Widodo sebagai kepala pemerintahan. 

Bisa disebut antagonis lain, yaitu pada kondisi sekarang betulkah masyarakat Bali dan gagasan nasionalisme perlu diejawantahkan dalam dunia olah raga dengan ekspresi penolakan? 

Pernyataan ini tidak dimaksudkan untuk menyalahkan sifat antagonis yang ditampilkan, karena telah disampaikan rasionalitasnya ke publik.

Akhirnya, sikap dua gubernur itu diambil alih menjadi sikap politik partai melalui penegasan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: