METAFUNGSI BAHASA
--
Oleh : Afrianto, S.S., M.Hum.
Kepakaran Linguistik Sistemik Fungsional
SEBAGAI piranti komunikasi, bahasa digunakan untuk menyampaikan arti dan maksud. Arti dan maksud tersebut dapat diketahui melalui fitur-fitur yang digunakan oleh pewicara.
Melalui fitur-fitur tersebut, pendengar atau pembaca dapat menangkap arti dan maksud. Jika dikaji lebih jauh, fitur-fitur tersebut menjadi ciri khas yang membentuk fungsi.
Dalam pandangan Systemic Functional Linguistics (SFL) atau dalam bahasa Indonesia disebut juga Linguistik Sistemik Fungsional (LSF), fungsi-fungsi tersebut membentuk satu kesatuan yang disebut metafungsi.
Dalam penelitian, metafungsi ini dikaji pada tataran klausa/kalimat. Kemudian, berdasarkan karateristik (fitur-fitur) dari klausa tersebut muncullah tiga fungsi dan inilah cikal bakal terbentuknya metafungsi bahasa yang memiliki tiga divisi, yaitu klausa sebagai representasi (clause as representation), klausa sebagai pertukaran (clause as exchange), dan klausa sebagai pesan (clause as message).
Kerangka teori yang dirumuskan oleh Halliday dan kemudian didukung oleh Matthiessen ini secara fundamental menjadi landasan dalam penelitian LSF. Matthiessen adalah kolega yang merevisi buku yang ditulis oleh Halliday, yaitu Introduction to Functional Grammar dan Halliday’s Introduction to Functional Grammar.
Berkaitan dengan fitur-fitur yang ada pada klausa dan fungsinya, metafungsi diwujudkan dalam tiga sistem, yaitu 1) sistem transitivitas (Transitivity System) merupakan perwujudan dari klausa sebagai representasi, 2) sistem modus dan residu (Mood and Residu System) merupakan perwujudan dari klausa sebagai pertukaran, dan 3) system tema-rema (Theme and Rheme System) merupakan perwujudan dari klausa sebagai pesan.
Selain itu, di semua lini pengunaan bahasa, ketiga metafungsi tersebut secara berkesinambungan berperan dalam pembentukan makna dan maksud dalam hubungannya dengan konteks (situasi dan sosial) karena pada satu sisi unsur bahasa (gramatika) tertentu berperan dalam metafungsi ideasional dan unsur yang lain berperan dan terealisasi pada tipe metafungsi yang lainnya.
Lebih jauh, dalam tataran komunikasi antar pewicara, metafungsi bermakna bahwa fungsi-fungsi bahasa dalam interaksi sosial saling terintegrasi pada tataran eksperi (expression), leksikogramatika (lexicogrammar), semantik (semantics), dan conteks (context).
Terdapat kesinambungan penggunaan bahasa pada tataran ekspresi, leksikogrammatika, semantik, dan konteks. Tataran tersebut menjadi pembentuk instansiasi (instantiation) pada konteks metafungsi tertentu.
Instansiasi merupakan perwujudan atau konfigurasi yang menjadi ciri atau karakterisitik dari suatu penggunaan bahasa (pada tingkat klausa) dan dibedakan berdasarkan fungsi pada konteks sosial tertentu.
Fungsi-fungsi tersebut saling terintegrasi dan sistematis. Inilah yang menjadi landasan kerangka teori Linguistik Sistemik Fungsional. Ahli bahasa (linguis) lain juga mendukung dan mengembangkannya.
Sehingga muncullah berbagai istilah baru. Misalnya; 1) metafungsi merupakan konfigurasi dari tiga komponen fungsi yaitu pengalaman (experiencial), interpersonal (interpersonal), dan tekstual (textual), 2) metafungsi direalisasikan melalui pilihan (choices) pada tataran leksikogrammatikal dalam hal ini metafungsi pengalaman (experiencial metafunction) terealisasi melalui pilihan transitivitas (Transitivity choice), kemudian metafungsi interpersonal (interpersonal metafunction) melalui pilihan Modus (Mood choice), dan metafungsi tekstual (textual metafunction) melalui pilihan Tema (Theme choice).
Jika dikaji lebih jauh, apakah teori ini dapat diaplikasikan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa Inggris, karena pada awalnya teori ini dikembangkan berdasarkan bahasa Inggris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: