Sejarah Berdirinya IPDN, Ternyata Rintisan Belanda

Sejarah Berdirinya IPDN, Ternyata Rintisan Belanda

Kasus penganiayaan senior kepada junior Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Lampung menjadi perhatian publik. Kasus ini lagi-lagi terjadi.--

RADARLAMPUNG.CO.ID - Kasus penganiayaan senior kepada junior Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Lampung menjadi perhatian publik. Kasus ini lagi-lagi terjadi.

Publik harus tahu sejarah berdirinya IPDN. Dirangkum dari berbagai sumber, sekolah ini dirintis pada zaman penjajahan Belanda pada 1920. Sebelumnya bernama OSVIA, MOSVIA, dan OSOBO.

Sebelum bernama IPDN, namanya Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) pada 1956. Pada 1970, APDN didirikan di 20 provinsi.

Provinsi itu yakni Banda Aceh, Medan, Bukit Tinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Tanjungkarang, Bandung, Semarang, Malang, Mataram, Kupang, Ujungpandang, Manado, Pontianak, Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Ambon, dan Jayapura. Pada 1991 adalah alumnus terakhir APDN.

BACA JUGA:Angkat Ekonomi Keluarga, Ibu Muda Asal Ciamis Sukses Jadi Agen BRILink

Di sisi lain pada 25 Mei 1967, pemerintah Indonesia meresmikan Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) yang berkedudukan di Kota Malang, Jawa Timur.

IIP diresmikan Presiden Soekarno. Pada 25 Mei 1972, IIP pindah ke Jakarta dan diresmikan Presiden Soeharto.

Pada 1992, pemerintah Indonesia mendirikan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).

Pada 2004 dengan peningkatan APDN, IIP, dan STPDN, sekolah kepamongprajaan menjadi IPDN.

BACA JUGA:Datangi Dermaga Penyeberangan Rawa Pitu Tulang Bawang, Polisi Sampaikan Dua Hal Penting

Salah satu mantan pejabat Lampung yang pernah mengenyam pendidikan di APDN Tanjungkarang adalah Loekman Djoyosoemarto.

Mantan bupati Lampung Tengah ini masuk APDN pada 1976 dan menyelesaikan studi 1981. Pada 1983, Loekman diangkat sebagai PNS di Lamteng yang dulu ibu kotanya masih di Metro.

Terkait kasus senior menganiaya junior, Loekman menyesalkan. "Seharusnya tidak sampai terjadi masuk rumah sakit. Itu barbar," katanya.

Loekman mengakui, dalam tradisi dulu ada. Namun, tidak sampai barbar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: