Mahathir juga sudah memenuhi janji No 3: menjadikan isteri Anwar sebagai Wakil Perdana Menteri.
Tinggal janji No. 1 yang belum tiba waktunya. Masih kurang dua bulan lagi.
Kian dekat masa penantian itu kian seru pula pergulatan politik. Tidak semua suka Anwar. Juga tidak semua suka Mahathir.
Anak buah Anwar terus mendesak Mahathir agar segera memberi kepastian: kapan akan menyerahkan jabatan ke Anwar.
Sebaliknya, anak buah Mahathir mendesak agar tidak perlu memberikan jabatan perdana menteri ke Anwar. Janji politik, kata mereka, bukanlah UU --bukan pula konstitusi.
Bahkan anak buah Mahathir sudah menyiapkan langkah kuda. Siapa tahu Anwar mengeluarkan Mahathir dari koalisi Pakatan Harapan.
Mahathir --kata anak buahnya itu-- bisa menggandeng UMNO ke dalam koalisi baru. Toh sama-sama berideologi Islam, Pribumi, dan Melayu. Daripada tetap dengan Anwar yang dinilai sudah terlalu tunduk ke partai Tionghoa, DAP.
Anak buah Mahathir ini sudah menghitung kekuatan kursi di parlemen. Mereka yakin koalisi Pribumi Bersatu dan UMNO --ditambah lainnya--bisa mengalahkan PKR plus DAP.
Tapi Mahathir tidak suka dengan langkah kuda seperti itu.
Langkah kuda anak buahnya itulah yang dianggap Mahathir sebagai \'kudeta internal\'.
Mahathir marah besar.
Terutama karena akan mengajak UMNO itu.
Reputasi Mahathir memang akan habis kalau UMNO digandeng dalam koalisi-baru-menendang-Anwar ini.
Tapi sebenarnya Mahathir tidak marah kalau dilakukan langkah bunglon. Tujuannya sama: menendang Anwar.
Ia lebih setuju kalau anggota DPR dari UMNO itu bergabung ke Mahathir tanpa membawa bendera UMNO. Mereka harus keluar dulu dari UMNO --membawa kursinya ke Partai Pribumi.
Mahathir juga sudah menghitung: banyak yang mau dengan cara seperti itu.