Kredit Sektor Pariwisata Lampung Masih Rendah

Minggu 06-09-2020,15:11 WIB
Editor : Ari Suryanto

RADARLAMPUNG.CO.ID - Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong sektor pariwisata di Lampung harus terus digenjot. Pasalnya, OJK Lampung mendata kredit sektor pariwisata di Lampung masih relatif rendah: sekitar 3,422 persen persen dari total kredit perbankan hingga Juni 2020. Secara rinci dijelaskan, total kredit perbankan Lampung hingga Juni 2020 tercatat sebesar Rp65,9 miliyar. Sedangkan kredit sektor pariwisata tercatat hanya sebesar Rp2,2 miliar. Atau hanya sekitar 3,422 persen dari total keseluruhan kredit perbankan. Kepala OJK Lampung Bambang Hermanto mengatakan, secara total, kredit pada sektor pariwisata tumbuh positif meskipun relatif rendah. Hanya saja, pada Mei 2020 mengalami penurunan: -0,39 persen. Subsektor pariwisata yang paling berdampak pada masa pandemi (April - Juni) yakni subsektor restoran atau rumah makan, subsektor angkutan pariwisata, dan subsektor jasa perjalanan pariwisata. Sedangkan sub sektor penyediaan akomodasi secara umum masih mengalami pertumbuhan positif. Terkait hal itu, OJK juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan guna mendorong peningkatan kredit/pembiayaan pada sektor pariwisata. Di antaranya dengan menerbitkan ketentuan baru di bidang perbankan dan melakukan penyesuaian terhadap ketentuan yang telah ada. Itu dilakukan dalam rangka memberikan relaksasi dan insentif bagi perbankan yang melakukan penyaluran kredit pada sektor pariwisata. Hal tersebut tertuang pada POJK nomor 15 / POJK.03/2018, tentang batas maksimum pemberian kredit (BMPK) atau batas maksimum penyaluran dana (BMPD) bank. Selain itu juga untuk mendorong pertumbuhan sektor pariwisata dan peningkatan devisa, yaitu menaikkan batas BMPK untuk pembangunan kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) yang ditetapkan dan diprioritaskan pemerintah pusat dalam peraturan presiden mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional sampai dengan 30 persen. OJK juga telah melakukan penyesuaian ketentuan, POJK nomor 17/POJK.03/2018, tentang perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 6/POJK.03/2016, tentang kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan moda inti bank atau perubahan POJK kegiatan usaha. Dalam POJK itu disebutkan, bank yang melakukan pembukaan jaringan kantor di kabupaten/kota kawasan strategis pariwisata nasional yang ditetapkan dan diprioritaskan pemerintah pusat, dikecualikan dari persyaratan ketersediaan alokasi modal inti dan perimbangan penyebaran jaringan kantor. Selanjutnya, OJK juga memfasilitasi penyediaan sumber pembiayaan dari pasar modal dan IKNB untuk pembangunan pengembangan 10 kawasan strategis pariwisata nasional selain Bali. Hal itu dilakukan melalui reksadana pariwisata terpadu (RDPT) sebesar Rp75 triliun, kredit sindikasi perbankan Rp75 triliun, pembiayaan dari IKNB (multifinance) sebesar Rp37,5 triliun, dan pembiayaan dari BUMN antara lain LPEI, PT SMI dan PT SMF sebesar Rp20 triliun. “Di tahun 2019, OJK juga bekerjasama dengan kementerian koordinator perekonomian memfasilitasi penambahan skim KUR khusus untuk kalster UMKM di sektor pariwisata. Di tahun tersebut, KUR khusus untuk UMKM di sektor pariwisata dianggarkan sebesar Rp20 triliun. Kita juga menginisiasi dan memfasilitasi dikeluarkannya suransi perjalanan wisata,” jelasnya. Selama masa pandemi COVID-19, OJK juga mengeluarkan beberapa kebijakan yang tertuang dalam POJK nomor 11/ POJK.03/2020, tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclocal untuk perbankan. Di antaranya, kolektibilitas satu pilar yakni penilaian kualitas kredit atau pembiayaan atau penyediaan dana lainnya hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga untuk kredit atau pembiayaan sampai dengan Rp10 miliyar. OJK juga menghimbau untuk tidak menggunakan debt kolektor sementara waktu. Bersama DSAI, OJK menerapkan pemanfaatan restrukturisasi COVID-19 bukan sebagai pemburukan kualitas kredit dalam pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) aset keuangan (PSAK 71), sehingga tidak perlu ada tambahan CKPM. Adapun restrukturisasi kredit yang diberikan yakni berupa penundaan atau keringanan kredit kepada debitur yang terdampak COVID-19 dalam bentuk, Penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan Tunggakan pokok, pengurangan Tunggakan bunga. Kemudian adapula, penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan, serta konversi kredit atau pembiayaan menjadi Penyertaan modal sementara. “Restrukturisasi ini diberikan maksimal satu tahun terutama untuk sektor formal, UMKM, dan pekerja berpenghasilan harian,” pungkasnya. (ega/sur)

Tags :
Kategori :

Terkait