radarlampung.co.id - Gunung Anak Krakatau (GAK), pada Jumat malam (10/4) malam sekitar pukul 21.35WIB erupsi sebanyak dua kali.
Berdasarkan informasi dari situs Magma Kementerian ESDM. Erupsi GAK pada hari Jumat (10/4) sekitar pukul 21.58 WIB dengan tinggi kolom abu teramati ± 200 m di atas puncak (± 357 m di atas permukaan laut).
Sedangkan untuk letusan kedua kali terjadi sekitar pukul 22.35 WIB. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas sedang hingga tebal ke arah utara. Erupsi ini terekam di seismograf dengan amplitude maksimum 40 mm dengan durasi 2248 detik.
Kepala Pos Pantau GAK di Desa Hargopancuran, Kecamatan Rajabasa, Lamsel, Andi Suardi membenarkan telah terjadi erupsi di GAK pada Jumat malam. \"Iya benar, semalam terjadi erupsi di GAK selama dua kali,\" ungkap Andi.
Dengan erupsinya GAK selama dua kali, statusnya masih dalam kategori Waspada. Namun, masyarakat tetap harus tenang dalam menghadapi erupsi ini. Sebab, diperkirakan letusannya tidak terjadi bencana tsunami.
\"Kami meminta kepada masyarakat untum menjauhi GAK minimal 2 km. Jangan terlalu mendekati Gunung itu,\" ujarnya.
Sementara, Meletusnya Gunung Anak Krakatau, menyebabkan bau belerang yang tercium di dua Kecamatan yang ada di Lamsel, yakni Kecamatan Rajabasa dan Kalianda.
Warga Kecamatan Rajabasa berbondong-bondong menjauh dari permukaan laut. Informasinya, warga Desa Kunjir sudah mengungsi di area perkebunan dan huntara setempat.
“Nih, udah pada ngungsi semua. Ngacak, ada yang ke kebun, ada yang ke huntara juga,” kata Rudi (29), warga desa setempat saat dikonfirmasi Radar Lamsel, Sabtu (11/4).
Untuk berjaga-jaga, Rudi mengatakan banyak warga desanya yang ronda. Kebanyakan mereka di sekitar pantai untuk melihat perbedaan air laut. Menurut Rudi, warga yang ronda akan berjaga sampai pagi. “Ya, kita-kita saja yang jaga di sini. Semoga tidak terjadi apa-apa, aamiin,” ucapnya.
Kepala Desa Kunjir, Rio Imanda, mengamini jika warganya sudah banyak yang mengungsi. Langkah evakuasi dini ini dilakukan atas inisiatif warga. Selain itu, kata Rio, pemerintah desa juga tidak mau kecolongan karena mengingat kejadian tsunami pada Desember 2018 lalu.
“Iya linmas dan RT kita siagakan di lingkungan masing-masing, sebagai bentuk antisipasi hal-hal yang tidak kita inginkan,” katanya. (yud/rnd/yud)