Wow, Kepala BPKAD Beli Mobil Dari Fee Proyek

Senin 06-01-2020,20:23 WIB
Editor : Yuda Pranata

radarlampung.co.id - Desyadi Kepala BPKAD Lampung Utara (Lampura) yang menjadi saksi di persidangan suap fee proyek Kabupaten Lampung Utara atas terdakwa Candra Safari membeberkan bahwa Agung Ilmu Mangkunegara memotong fee proyek pengusaha dari tahun 2016 hingga 2019 untuk kepentingannya sendiri.

\"Saya pernah diminta beli mobil oleh Bupati (Agung, red). Dia bilang dananya ambil ke Syabudin pada tahun 2016, mobil yang saya beli waktu itu Toyota Harier seharga Rp750 juta. Lalu ada lagi mobil Mercy seri G 500, jadi dulu disuruh jual mobil terlebih dahulu dengan harga jualnya Rp650 juta. Terus beli lagi mobil Mercy, dengan ditambah Syahbudin sebesar Rp1 miliar, saat itu saya beli di Jakarta atas nama saya itu terakhir 2018. Namun mobil saat ini sudah dijual,\" ujarnya, Senin (6/1).

Mendengar hal itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiq Ibnugroho menanyakan ke Desyadi uang sebesar Rp1 miliar yang diterimanya dari Syahbudin (Kadis PUPR, red) atas perintah siapa. \"Penyerahan uang itu dari dan atas perintah siapa,\" tanya Taufiq.

Lalu Desyadi menjelaskan bahwa, penyerahan uang Rp1 miliar itu perintah dari Agung Ilmu Mangkunegara. \"Karena saat itu Bupati (Agung, red) minta carikan mobil seharga Rp1 miliar lebih dan minta ke Syahbudin. Lalu saat turun anggaran dari pusat saya belikan lah mobil itu,\" ungkapnya.

Setelah itu dirinya pun diperintahkan Agung mengambil uang dari Wan Hendri. Lalu uang tersebut ia ambil ke Wan Hendri. \"Saat itu saya mendatangi Wan Hendri disaat ada pengajian Pemda Lampura. Karena pada saat itu Bupati berhalangan hadir. Wan Hendri menyerahkan uang Rp100 juta, kemudian Rp75 juta ke Hendra salah satu Calon Legislatif dari Partai Nasdem, uang itu diserahkan karena Bupati punya hutang uang dengan jaminan sertifikat,\" ungkapnya.

Tidak hanya itu, Desyadi membeberkan lagi bahwa dirinya juga pernah di akhir tahun 2016 diperintahkan Agung untuk membeli mobil Toyota Alphard senilai Rp1,5 miliar. \"Sumbernya uang itu dari Syahbudin. Lalu Sekretaris Daerah (Sekda) Lampura Syamsir menyampaikan untuk memberikan cinderamata kepada para RT, yang mana biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp1,1 miliar. Dan saya minta sumber dananya dari Syahbudin sebesar Rp600 juta, Wan Hendri Rp400 juta, dan Afrizal Rp100 juta,\" katanya.

Berbeda dengan kesaksian Yulias Dwi Antoro yang merupakan mantan Kabid Bina Marga. Ia tidak pernah memberikan uang fee proyek kepada Agung. Namun, dirinya pernah menyerahkan kepada salah satu Kabag di Instansi Pemkab Lampura. \"Kalau ke Bupati (Agung Ilmu Mangkunegara, red) saya tidak pernah. Tetapi kalau ke pihak lain pernah seperti ke Kabag Instansi,\" ungkap Yulias.

Dalam kesaksiannya, Yulias sempat mencatut nama Polda Lampung. Selain itu, ia pun juga pernah beberapa kali dititipkan fee oleh rekanan. \"Ya ada beberapa (rekanan, red) yang menitipkan itu (fee, red) ke saya. Yang saya ingat cuma Yusman saja,\" bebernya.

Lalu JPU KPK Taufiq pun bertanya ke Yulias, di tahun 2017 total fee yang dikumpulkan dari para rekanan nilainya sudah mencapai berapa. \"Total fee berapa. Dan untuk anggaran fisiknya ini Bina Marga mendapatkan jatah berapa miliar,\" tanya Taufiq ke Yulias.

Mendengar pertanyaan itu, Yulias pun menjawab bahwa kalau untuk jatah yang didapat oleh Bina Marga di tahun 2017 itu sebesar Rp200 miliaran. \"Sedangkan total fee yang didapat sebanyak 57 miliar yang terkumpul. Artinya kalau dihitung potongan 20 persen,\" pungkasnya. (ang/yud)

Tags :
Kategori :

Terkait