OJK Temukan 105 fintech P2P Lending Ilegal dan Tutup 99 Investasi Bodong

Sabtu 04-07-2020,15:36 WIB
Editor : Yuda Pranata

radarlampung.co.id - Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (SWI OJK) menemukan sebanyak 105 fintech peer to peer (P2P) lending ilegal yang melakukan kegiatan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau pinjaman online tanpa ijin.

Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam L Tobing mengatakan, penawaran fintech P2P lending ilegal ini sangat berbahaya bagi masyarakat, sebab mereka menawarkan pinjaman mudah namun dengan resiko tinggi yang mungkin tidak disadari oleh masyarakat.

“Resikonya seperti bunga dan denda yang sangat besar, jangka waktu yang singkat dan berbagai macam teror serta intimidasi yang akan dilakukan apabila peminjam tidak membayar dengan tepat waktu,” katanya melalui video conference, Jumat (3/7).

Selain itu, fintech P2P lending ilegal ini juga kerap meminta atau menyalin data nomor yang ada di ponsel peminjam agar dapat diakses. Kebocoran data tersebut juga memberikan resiko bersar kepada masyarakat, lantaran dapat diperdagangkan di pasar gelap.

Seperti yang diketahui, sambung dia, di masa pandemi covid-19 ini banyak masyarakat yang membutuhkan dana segar untuk kebutuhan yang mendesak. Hal tersebut yang kemudian dimanfaatkan fintech P2P lending ilegal untuk menawarkan pinjaman cepat serta iming-iming dana yang besar.

“Jadi mereka mengincar masyarakat yang membutuhkan uang untuk kebutuhan uang atau konsumtif,” tambahnya.

Lebih jauh dia mengatakan, sejak tahun 2018 sampai dengan Juni 2020, SWI telah menangani sebanyak 2.591 entitas fintech P2P lending ilegal. Jika dilihat, jumlah antara fintech P2P lending ilegal memang lebih banyak daripada yang terdaftar di OJK, yakni sebanyak 159 perusahaan. Hal ini menimbulkan kerugian yang besar bukan hanya untuk masyarakat, tapi juga negara.

“Keberadaan mereka ini merugikan pemerintah karena potensi penerimaan negara dari pajak tidak bisa dihitung. Kita juga tidak bisa mengetahui data rill jumlah pinjaman yang diterima masyarakat dari fintek landing ini karena banyaknya fintek landing ilegal yang memberikan pinjaman,” tambahnya.

Bahaya lainnya, sambung dia, masyarakat juga tidak dapat mengetahui jika dana-dana yang diberikan mereka sebagai pinjaman merupakan dana-dana yang didapat dari pencucian uang.

Selain itu menemukan 105 fintech P2P lending ilegal tersebut, SWI juga menghentikan kegiatan 99 kegiatan investasi ilegal tanpa ijin. “Jadi kegiatan ini dilakukan melalui teknologi informasi, seperti internet maupun media sosial yang memang sangat menggiurkan bagi masyarakat,” katanya.

Investasi bodong ini kerap menawarkan imbal bagi hasil yang sangat tinggi dan katanya tanpa resiko. Hal ini pula yang kerap menjadi jebakan bagi masyarakat untuk menjadi korban penipuan investasi bodong. Hal ini juga dilihat SWI sebagai kejahatan perekonomian masyarakat.

Tongam menyebutkan, dari 99 entitas tersebut terdiri dari Perdagangan Berjangka/Forex Ilegal sebanyak 87 entitas, Penjualan Langsung (Direct Selling) Ilegal sebanyak 2 entitas, Investasi Cryptocurrency Ilegal sebanyak 3 entitas, Investasi uang sebanyak 3 entitas dan lainnya sebanyak 4 entitas.

Investasi ilegal ini biasanya tidak memiliki ijin ataupun badan hukum. Kalau pun punya, mereka biasanya tidak mengantongi ijin produk atau kegiatan investasi yang disebutkan. Sehingga masyarakat perlu hati-hati terhadap penawaran investasi ilegal yang mengiming-imingi kemudahan untuk mendapat dana segar.

“Kalau ada penawaran yang sangat menarik atau imbal hasil yang sangat tinggi, cek 2 L yakni Legal dan Logis. Legal artinya tanyakan badan hukumnya, ijin produk dan kegiatannya. Kalau tidak ada ijin jangan diikuti. Kemudian Logis, lihat rasionalitas imbal hasilnya,” katanya.

SWI melakukan sejumlah strategi dalam penanganan investasi ilegal, yakni secara preventif dengan selalu mengedukasi masyarakat dan menyosialisasikan kepada masyarakat terkait bahayanya investasi bodong. Serta tindakan refresif dengan menghentikan kegiatan investasi ilegal dan memblokir situs web serta aplikasi mereka melalui Kominfo. (Ega/yud)

Tags :
Kategori :

Terkait