Catatan H. Ardiansyah, Chairman Radar Lampung Group Ini kisah menarik di balik jatuhnya saya dari kuda di Perkebunan Karet Itera Lampung, Minggu, 28 Juli 2019. Sabtu malam saya mau menemui anak yang mondok di Az Zahra Wai Hui. Sebenarnya jadwal besok Minggu, namun karena ada rencana Minggu ikut endurance, maka saya dan istri majukan Sabtu malamnya. Tiba di pondok setelah Maghrib menjelang isya. Maka sayapun ke masjid An Nur di sebelah kiri pondok. Ternyata lagi ada kajian yang disampaikan ustadz Agus Supriyadi, LC. Tema seputar kurban. Salah satu poin yang saya resapi adalah jangan sampai kita tergolong orang orang yang kikir karena tidak mau berkurban. Padahal sesungguhnya kalau kita berniat sungguh sungguh, Allah pasti akan memudahkan dan mengabulkannya. Sangat mudah bagi Allah untuk mencabut rezeki yang sudah kita terima itu. Misalnya, kita kecelakaan yang membuat kita patah tulang. Bayangkan berapa juta yang harus kita keluarkan untuk mengoperasi tulang kita itu. Bahkan jumlahnya bisa lebih dari 20 juta. Sangat sedikit dibanding biaya untuk membeli seekor kambing. Yakni sekitar 3 juta. Saya teringat 3 hari lalu ustad Agus ini sudah me Wa saya. Mengajak saya berkurban di Pondoknya Ulul Albab. Saya tak jawab WA itu karena sepertinya saya tak ikut kurban di pondok itu seperti tahun tahun sebelumnya. Saya memang sudah ikut kurban tapi jumlahnya sangat tidak memadai untuk ukuran saya. Mendengar ceramah itu timbul kekhawatiran dalam diri sendiri. Karena apa yang disampaikan oleh ustadz Agus ini sesuatu yang bisa terjadi pada siapapun. Maka seusai kajian dan sholat isya saya temui ustad Agus dan menyatakan saya ingin ikut kurban di pondok. Dan malam itu juga uangnya saya transfer. Lega saya sudah menunaikannya. Besok pagi saya pun ikut endurance. Dan terjadilah peristiwa yang tidak saya duga itu. Secara tiba tiba Alfath, kuda yang saya tunggangi, bergerak cepat tanpa bisa saya kendalikan lagi. Saya tarik kuat kuat juga tidak berhenti. Saya berteriak wow, malah semakin cepat. Saat itu berkecamuk dalam pikiran saya, dan saya merasa akan jatuh. Ada keinginan saya untuk melompat tapi saya khawatir resikonya bisa lebih parah. Akhirnya saya pasrah dan sudah terbayang tulang saya ada yang patah bahkan bisa lebih parah dari yang dialami teman saya Farizal dulu yang mengalami patah tulang selangka. Akhirnya saya pun pasrah berserah diri pada Allah. Saya hanya berharap, ya Allah jika pun aku ditakdirkan jatuh, ringankanlah akibatnya. Hal yang menakjubkan adalah saya teringat dengan pembayaran kurban saya pada malam itu. Saat berlari kencang itu, sekitar 150 meter saya melihat ada pagar. Saya berharap kuda saya berhenti di sana. Tapi saya tidak menunggu. Dan saat itu saya teringat pesan teman teman jika dalam keadaan seperti itu peluklah leher kuda. Dan itu saya lakukan. Apa yang terjadi saya sudah tak ingat. Yang saya tahu saya sudah jatuh dan ternyata, kuda yang saya tunggangi itu berhasil melompat parit yang cukup lebar. Secara teori membungkukan badan ke depan adalah cara.agar kuda bisa melompati sesuatu. Padahal, sungguh saya tak melihat ada parit itu. Saya bersyukur, kuda melihat parit yang sebenarnya posisi tertutupi rumput. Atau bisa jadi saat saya membungkuk ingin memeluk lehernya, kuda memahami sebagai perintah melompat. Saya tidak bisa membayangkan kalau kuda itu terjerambat dalam parit saat berlari kencang. Dan tentunya tidak bisa dibayangkan keadaan saya saat itu. Tapi Alhamdulillah. Allah melindungi saya dan kuda saya. Saya hanya mengalami luka memar dan otot kaki kiri yang agak tertarik. Tadi malam diurut kondisinya sudah membaik. Sehingga saya sudah bisa berjalan lagi tanpa meringis menahan sakit. Dan kuda saya tidak cidera sedikitpun. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah ini. (Ardiansyah)
Drama di Atas Kuda Pacu
Senin 29-07-2019,11:03 WIB
Editor : Widisandika
Kategori :