Honorer K2 Daerah Lakukan Aksi Demo dan Mogok Kerja, Ketum PGRI Sodorkan Dua Opsi Penyelesaian

Kamis 20-09-2018,08:00 WIB
Editor : Redaksi

Radarlampung.co.id - Tahapan seleksi CPNS 2018 sudah dimulai kemarin (19/9) yakni pengumuman formasi melalui portal sscn.bkn.go.id, meski pun belum lengkap. Untuk pendaftaran baru akan dibuka 26 September mendatang. Dimulainya tahapan ini sekaligus memastikan bahwa pemerintah tetap pada rencana awal, tidak terganggu oleh aksi unjuk rasa sekaligus mogok mengajar guru honorer K2 di sejumlah daerah yang menolak rekrutmen CPNS 2018. Mereka nekat mogok kerja, karena kecewa tidak bisa mendaftar CPNS gara-gara terganjal syarat usia. Sejumlah guru honorer kategori dua (K-2) di daerah membentuk aliansi. Mereka kemudian menggelar aksi demo dan meninggalkan kewajiban mengajar alias mogok kerja. Aksi ini terjadi di Kota Depok, DKI Jakarta, sejumlah daerah di Provinsi Banten, dan di Tegal. Kemudian di Purbalingga, Karanganyar, Cirebon, Kota dan Kabupaten Bekasi, Cianjur, Tasikmalaya, Garut, sampai ke Banyuwangi, Jawa Timur. Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan dirinya memahami apa yang dirasakan apra honorer K-2 tersebut. Mereka sudah bekerja bertahun-tahun, tetapi nyatanya kesempatan untuk menjadi CPNS ditutup oleh pemerintah. Alasannya mereka tidak bisa mendaftar gara-gara tidak memenuhi kriteria usia maksimal 35 tahun. ’’Sebaiknya (pendaftaran CPNS baru, Red) ditunda dulu. Karena di daerah sudah rame,’’ katanya di Jakarta, Selasa (18/9). Menurut Unifah PGRI sudah berupaya mendampingi para honorer K-2 untuk menyuarakan aspirasinya ke pemerintah. Termasuk menggunakan cara-cara yang baik. Menurut Unifah pemerintah harus memiliki komitmen untuk menyelesaikan nasib para guru honorer tersebut. Dia menegaskan jika pemerintah sudah mentok tidak bisa mengangkat guru honorer K-2 itu menjadi CPNS, masih ada skema-skema lain yang bisa diambil. Cara yang bisa diambil pemerintah adalah segera mengeluarkan regulasi pengangkatan honorer K-2 itu menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sayangnya hingga saat ini peraturan pemerintah (PP) landasan untuk pengangkatan honorer K-2 menjadi PPPK tidak kunjung diterbitkan. Skenario penuntasan guru honorer K-2 berikutnya adalah dengan menghidupkan kembali Peraturan Pemerintah (PP) 48 tahun 2005. Di dalam PP tersebut ada skema pengangkatan tenaga honorer K-2 menjadi tenaga kontrak di pemerintah daerah (pemda). ’’Skema ini tidak membebani pemerintah pusat,’’ jelasnya. Unifah menuturkan yang dituntut para tenaga honorer K-2, baik guru maupun profesi lainnya, adalah kejelasan status. Selama ini para guru honorer K-2 sudah menambal kekurangn guru di sekolah negeri. Dia menjelaskan adanya aksi mogok mengajar oleh guru honorer, dikabarkan membuat sejumlah sekolah diliburkan. Kondisi ini lantas membuka fakta bahwa guru di Indonesia hingga saat ini masih kurang. Kalaupun ada pihak yang menyebutkan bahwa guru di Indonesia berlebih, Unifah mengatakan skema menghitungnya perlu dikaji ulang. ’’Jika dihitung guru PNS dengan guru honorer, memang banyak,’’ katanya. Namun pemerintah harus fair ketika memasukkan guru honorer dalam perhitungan jumlah guru nasional, juga harus memperhatikan kesejahteraannya. (jpnn)

Tags :
Kategori :

Terkait