Ironis Defisit BPJS Kesehatan Ditambal Cukai Rokok, Ini Kata Investor

Senin 24-09-2018,16:30 WIB
Editor : Redaksi

Radarlampung.co.id – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tengah mengalami digusur anggran yang mencapai Rp 16,5 triliun. Sehingga, pemerintah mengambil kebijakan cukai rokok untuk menutupi defisit anggaran kinerja keuangannya. Kepala Subdit Tarif Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Sunaryo menyebut cukai rokok yang diterima tahun ini diperkirakan mencapai Rp 148 triliun dimana sebesar 10 persen atau sekitar Rp 14 triliun merupakan pajak. Nilai yang diambil untuk dana talangan BPJS adalah 75 persen dari separuh pajak yang Rp 14 triliun tadi. Sehingga, didapat angka 75 persem dari Rp 7 triliun dan hasilnya Rp 5 triliun. Analis CSA Research Institute Reza Priyambada mengaku, kebijakan dana talangan cukai rokok untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan merupakan hal yang ironi. Namun, pemerintah dianggap wajar mengambil langkah tersebut lantaran cukai rokok menjadi porsi pendapatan terbesar. “Ironisnya disitu. BPJS sebagai lembaga yang dianggap membantu menyelamatkan kesehatan masyarakat justru dibantu dengan perusahaan yang merusak kesehatan,” ujarnya saat dihubungi oleh Jawapos.com, Minggu (23/9). Menurutnya, kebijakan tersebut tidak menjadi sentimen yang signifikan terhadap kinerja perusahaan rokok maupun harga saham yang dilihat memakai investor. Sebab, kebijakan apapun yang diputuskan oleh pemerintah permintaan rokok tetap tinggi. Seperti misalnya, kata Reza, jika pemerintah akan menaikan tarif cukai rokok sekalipun pengaruh negatif terhadap industri rokok masih kecil karena bagaimanapun perusahaan akan membebankan ke konsumen dengan menaikkan harga rokok. Begitu pula dengan adanya kebijakan larangan merokok dan iklan rokok tempat umum. “Pada kenyataan konsumen rokok masih tetap beli. Konsumen rokok konsumen yang royal. Si konsumennya udah biasa ngerokok gudang garam akan tetep beli meskipun harga dinaikkan,” tuturnya. Saat ini, Reza menambahkan, Investor tidak terlalu banyak merespon terhadap sentimen BPJS Kesehatan tersebut . Investor melihat pendapatan APBN cukai rokok sangat besar sehingga bisa digunakan. “Konsumen rokok dengan kata lain sangat besar, banyak dan potensial. Perusahaan rokok dia mengikuti jaman dalam artian selalu mengikuti selera pasar untuk dapat bertahan,” tandasnya. Seperti diketahui, dari kebijakan tersebut dikeluarkan tidak akan berdampak signifikan pada fluktuasi harga saham emiten rokok. PT Gudang Garam Tbk (GGRM) turun 475 poin atau 0,63 menjadi Rp 75.025 per lembar saham, dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) naik 20 poin atau 0,52 persen menjadi 3.900 per lembar saham. Begitu pula dengan PT Bantoel Internasional Investama Tbk (RMBA) turun 10 poin atau 3,12 persen menjadi Rp 310 per lembar saham, dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) turun 2 poin atau 1,14 persen menjadi Rp 173 per lembar saham. (jpc)

Tags :
Kategori :

Terkait