SURABAYA, RADARLAMPUNG.CO.ID - Moch Subachi Azal alias Mas Bechi (42), putra dati Pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Majmahal Bahrain Sidiqiyah di Jombang berakhir setelah Polda Jawa Timur menjemputnya dari persembunyiannya di Ponpes Siddiqiyah.
Penjemputan tersebut setelah Polda Jawa Timur menetapkan Mas Bechi sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) untuk kejahatan seksual terhadap santriwatinya.
Penjemputan Mas Bechi secara paksa tidak perlu terjadi secara dramatis jika Mas Bechi kooperatif setelah gugatan praperadilan dalam statusnya sebagai tersangka ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Jombang ditolak.
"Dengan demikian, seharusnya Mas Bechi menyerahkan diri untuk mempertanggungjawakan tuduhan sebagai predator kekerasan seksual terhadap sejumlah santriwatinya," kata Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dalam keterangan persnya kepada radarlampung.co.id, Minggu 10 Juli 2022.
BACA JUGA:Mas Bechi
Arist Merdeka menerangkan, bersamaan dengan ditangkap dan ditahannya terduga predator seksual terhadap santriwatinya oleh Polda Jawa Timur, Mentri Agama mengambil sikap mencabut izin operasional Ponpes Siddiqiyah. Dengan alasan telah melanggar hukum melakukan kekerasan seksual terhadap santriwatinya.
Dengan ditutupnya Pompes Siddiqiyah, telah menghilangkan kesempatan para santriwati mendapat hak atas pendidikan.
Untuk tidak menimbulkan ketidakpstian para santriwati mendapat hak atas pendidikan, Komnas Perindungan Anak meminta Menteri Agama untuk mencari solusi dan formulasi. Pasca dicabutnya izin operasional Ponpes Siddiqiyah.
Untuk memjamin ribuan keberlangsungan hak anak atas pendidikan di Ponpes Siddiqiyah, Komnas Perlindungan Anak meminta Menteri Agama dan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur menjamin hak anak pendidikan.
BACA JUGA:Cerita Kapolres Jombang Ketika Ingin Menjemput Bechi: Butuh Kesabaran Ekstra
Yakni dengan memberikan kesempatan kepada orang tua wali para santriwati untuk sementara hingga proses hukum terduga mmenjalani proses peradilan, menarik sementata anak-anaknya. Dan memindahkan anak-anak ke ponpes di wilayah Jombang yang berlatarbelakang anak dari keluarga yatim piatu.
Untuk penegakan hukumnya dan berkeadilan bagi korban, Komnas Perindumgan Anak meminta Polda Jawa Timur untuk menjerat dengan pasal 82 UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Penerapan Perppu nomor 01 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang ditetapkan 12 April 2022. Dengan acaman 20 tahun pidana penjara dengan kemungkinan mendapat hukuman berupa tambahan hukuman kebiri melalui suntik kimia.
Meningkatnya kasus kekerasan seksual di lingkungan lembaga pendidikan yang berlatarbelangagama dan non-agama, serta dalam lingkungan terdekat anak, sudah sepatutnya meminta kehadiran gubernur Jawa Timur untuk membangun gerakan perindungan anak.
Untuk memutus mata rantai kekerasan seksual di lingkungan lebih kurang 5000 lembaga pendidikan yang tersebar di Jawa Timur. Serta membangun gerakan perlindungan anak berbasis keluarga dan komunitas.
BACA JUGA:Polisi Ungkap Bechi Anak Kiyai di Jombang Dua Kali Cabuli Korbannya