Polda Lampung Bentuk Tim Gabungan Usut Mafia Tanah di Lampung Selatan

Minggu 24-07-2022,17:26 WIB
Reporter : Syaiful Mahrum
Editor : Dina Puspa

BANDAR LAMPUNG, RADARLAMPUNG.CO.ID -  Dalam upaya mengusut tuntas mafia tanah di Desa Malangsari, Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan, Polda Lampung membentuk tim gabungan. Hal ini diungkapkan Dirkrimum Polda Lampung Kombespol Reynold Hutagalung.

"Kita bentuk tim gabungan dalam penanganan mafia tanah. Dari Polda Lampung dan Polres  Lampung Selatan ," katanya.

Kasus ini, kata Reynold, sudah diperintahkan untuk ditangani Polres  Lampung Selatan . "Saya sudah perintahkan kepada Polres  Lampung Selatan  untuk mengusut mafia tanah. Kita bentuk tim gabungan agar penyelidikan lebih cepat dan tidak mulai dari nol lagi," ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, sengketa tanah di Desa Malangsari, Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan, tak pernah usai. Jika tak ada penyelesaian akan menjadi bom waktu dan bisa-bisa menimbulkan konflik sosial.

BACA JUGA:Kembali ke Tanah Air pada 31 Juli, Berikut Kegiatan Jemaah Haji asal Mesuji selama di Arab Saudi

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung Sumaindra Jarwadi berharap, aparat penegak hukum   menuntaskan kasus dugaan mafia tanah yang terjadi Desa Malangsari.

"Di sini negara harus hadir. Bagaimana memberantas dugaan mafia tanah yang terjadi," katanya yang mendampingi warga Desa Malangsari saat berunjuk rasa di Tugu Adipura, Bandar Lampung.

Sumaindra melanjutkan, warga Desa Malangsari juga akan menyampaikan dugaan adanya mafia tanah ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Negara (BPN).

"Warga juga telah melaporkan dugaan adanya pemalsuan sertifikat tanah. Tentunya berharap Polda Lampung bisa mengusut tuntas dugaan adanya mafia tanah ini. Kita sama-sama perangi mafia tanah," ujarnya.

BACA JUGA:Dijatah Lagi 1200 Dosis PMK, Pesawaran Akui Masih Sangat Kekurangan Vaksin PMK

Proses dugaan mafia tanah, kata Sumaindra, jika melihat proses di Polres  Lampung Selatan  bahwa warga ditunjukkan beberapa dokumen.

"Ternyata ada dugaan pemalsuan dokumen. Pemalsuaan tanda tangan. Salah satunya warga atas nama Mardiono yang sedang membuat laporan ke Polda Lampung. Bahkan ada pemalsuan tanda tangan orang yang sudah meninggal dunia. Kita dorong Polda Lampung menuntaskan kasus ini," ungkapnya.

Tanah yang dipersengketakan, kata Sumaindra, seluas 10 hektare dengan sertifikat kepemilikan satu orang. "Dari 10 hektare itu sudah ada sekitar 3 hektare yang menjadi rumah dan bangunan. Ada 34 kepala keluarga. Bahkan ada masjid yang masuk dalam sertifikat itu," katanya.

Masyarakat menuntut hak tanah, kata Sumaindra, karena merasa tidak pernah nenjual.

BACA JUGA:Mulai Agustus Perizinan Minerba Kembali ke Provinsi, Pemprov Lampung Siapkan Pergub

"Nggak pernah menjual. Masyarakat juga melakukan penggarapan tanah secara sporadik. Mereka (masyarakat, Red) sudah menduduki tanah sejak 1970. Masyarakat juga tak pernah mengetahui adanya proses pengukuran yang dilakukan oleh BPN. Ini aneh karena penerbitan sertifikat tanah itu kan ada aturannya. Ada cek lokasi dan pengukuran. Tahu-tahu pada 2020 muncul sertifikat atas nama seseorang," ucapnya. (*)

Kategori :