KONSEP agroforestri mempunyai daya tarik besar bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dikarenakan agroforestri memiliki manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat terutama dalam aspek ekonomi, ekologi dan sosial.
Perspektif masyarakat saat ini sudah bergeser yang sebelumnya hanya memanfaatkan lahan dengan satu jenis tanaman kayu yang secara ekonomi memperlukan waktu yang lama proses pemanenan nya padahal mereka memerlukan adanya pendapatan yang bisa memenuhi kebutuhan kesehariannya.
Berdasarkan hal tersebut, kini mereka beralih dengan menambah tanaman tumpang sari atau musiman misal tanaman jagung, cabe atau pun buah dengan sistem agroforestri untuk menambah pendapatan secara kontinuitas dalam jangka waktu yang pendek. Apakah benar agroforestri dapat memenuhi harapan tersebut?
Definisi dan Tipe Agroforestri
Secara sederhana agroforestri adalah sistem budidaya tanaman kehutanan yang dilakukan bersama dengan tanaman pertanian, peternakan, atau perikanan bahkan dapat dikombinasikan dengan usaha pelebahan madu (Wulandari et al., 2021) .BACA JUGA:Marwah DPRD Lamsel Teruji, Usulan Pokir Tak Terealisasi
Berdasarkan tipenya, ada 2 kelompok agroforestri, yaitu sistem agroforestri tradisional dan sistem agroforestri komplek. Sistem agroforestri tradisional adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih tanaman semusim. Sistem agroforestri komplek adalah sistem pertanian menetap yang banyak melibatkan jenis tanaman pohon baik sengaja ditanam maupun tumbuh secara alami. Ciri utama dari sistem agroforestri komplek ini adalah kenampakan fisik dan dinamika didalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam. Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal sistem agroforestri ini dibedakan menjadi dua yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan agroforestri yang lokasinya jauh dari tempat tinggal.BACA JUGA:Indonesia Perkuat Kerja Sama dengan India, Sepakat Mendorong Partisipasi di IPEF
Agroforestri di Provinsi LampungLampung adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang sudah menerapkan sistem agroforestri. Semua wilayah di Lampung telah menerapkan sistem agroforestri baik di hutan maupun di pekarangan rumah masyarakat.
Pengelolaan agroforestri menjadi sangat penting dilakukan karena di lahan agroforestri terdapat pangan yang diharapkan dapat mendukung ketahanan pangan masyarakat setempat.
Hal ini didukung oleh pendapat Mayrowani dan Ashari (2011), d ikatakan bahwa agroforestri dapat memberikan manfaat langsung kepada manusia, sehingga diharapkan dapat membantu mengoptimalkan suatu bentuk pengguna a n lahan secara berkelanjutan untuk menjamin kebutuhan pangan.
Jenis tanaman agroforestri yang banyak ditanam oleh petani Lampung dalam melakukan pengayaan tanaman secara terus menerus pada bagian-bagian kosong dari lahan kelola mereka yaitu dengan berbagai jenis pepohonan baik kayu atau pun buah.
BACA JUGA:Indonesia Perkuat Kerja Sama dengan India, Sepakat Mendorong Partisipasi di IPEF
Hal ini bertujuan agar petani dapat meningkatkan hasil produktivitas tanaman dari lahan kelolanya secara agroforestri baik dari tanaman semusim dan tanaman tahunan.
Selain itu, adanya intergrasi antar jenis tanaman dan sistem pengelolaan a groforestr i yang saling melengkapi dan sesuai dengan lokasi dan tujuan yang akan diinginkan adalah hal penting yang juga harus diimplementasikan secara optimal .
Menurut Alfatikha et al. (2020), jenis tanaman agroforestri yang banyak ditemukan pada lahan agroforestri masyarakat sekitar hutan di Lampung adalah Alpukat (Persea americana), Durian (Durio zibethinus), Kopi ( Coffea robusta ) , Kakao (Theobroma cacao), Cengkeh (Eugenia aromatic), Duku (Lansium domesticum), Kemiri (Aleurites molucana), Pisang (Musa sp), Melinjo (Gnetum gnemon) dan tanaman empon-emponan seperti Laos (Alpinia galangal), Jahe (Zingiber officinale) dan Kunyit (Curcuma longa).
Hampir semua jenis tanaman tersebut memiliki nilai ekonomi.
BACA JUGA:Langganan Sambung Baru ICONNET Berhadiah Wisata Religi, Buruan Daftar!
Pendapatan Masyarakat dari Agroforestri
Pendapatan dari penerapan sistem agroforestri oleh petani cukup besar kontribusinya dalam menopang kehidupan keluarga petani dibandingkan sistem monukultur (satu jenis tanaman) . Pengelolaan agroforestri memberikan kontribusi sebesar 36% dari seluruh pendapatan petani (Madyantoro et al . , 2015).
Jumlah ini cukup besar mengingat hasil agroforestri seringkali hanya menjadi pendapatan sampingan karena mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai petani .
Bahkan Wulandari (1999) dan Wulandari (2013) membuktikan bahwa hasil agroforestri dari pekarangan dan hutan rakyat merupakan pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran antara 10% - 35% dari total pendapatan.
Hasil -hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya pengelolaan agroforestri bagi masyarakat setempat karena nilai kontribusi yang dihasilkan lebih dari 3 0%.
BACA JUGA:Ini 12 Link Twibbon yang Bisa Digunakan untuk Meriahkan Hari Gigi Nasional
Data ini juga diperkuat juga dengan hasil penelitian oleh Puspasari et al. (2017), yang menyatakan bahwa hasil atau pendapatan dari sistem agroforestri lebih tinggi dibandingkan sistem non agroforestri .
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pendapatan dari 34 orang responden di Lampung Barat dengan rata-rata luas lahan 0 , 5 - 2 ha di areal kerja Hutan Kemasyarakatan ( HKm ) yang dikelola secara agroforestri berkisar antara Rp 11.846.000,-/kk/tahun sampai dengan Rp 57.444.000,-/kk/tahun, atau artinya memiliki pendapatan rata-rata Rp 24.815.000,-/kk/tahun.
Adapun kegiatan non agroforestri dengan jumlah 27 orang responden memperoleh pendapatan antara Rp 0/kk/tahun sampai dengan Rp 88.800.000/kk/tahun, atau dengan kata lain pendapatan rata-rata nya sebesar Rp 13.026.979/kk/tahun.
Dengan demikian terbukti bahwa pendapatan masyarakat yang mengimplementasikan agroforestri dalam mengelola lahannya akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan non agroforestri.
BACA JUGA:Ini Kata Luhut Soal Rencana Pemerintah Terkait Pembatasan Penjualan Kendaraan Berbasis BBM
Sinergisme Program Petani Berjaya di Lampung dan Agroforestri
Petani Berjaya merupakan suatu sebutan yang ditetapkan oleh Pemerintah Lampung untuk program pembangunan Pertanian dan Perkebunan. Pemerintah berharap pengelolaan pertanian ataupun perkebunan pada semua lahan di Lampung menjadi terkelola lebih baik.
Program ini memberikan pilihan: apakah masyarakat memilih bantuan pupuk atau bantuan biaya pendidikan bagi anaknya.
Umumnya, suatu provinsi yang mempunyai kepadatan penduduk tinggi seperti Provinsi Lampung akan memerlukan lahan kelola yang luas atau optimalisasi lahan yang tepat agar ketahanan pangan masyarakatnya terjamin (Wulandari, 2017).
Adanya kendala keterbatasan lahan maka pengelolaannya harus efektif dan memperoleh produksi tinggi. Tujuan optimalisasi lahan ini dapat dicapai salah satunya melalui pengelolaan secara agroforestri.
BACA JUGA:Kepulauan Mentawai Diguncang Gempa, Warga Dilaporkan Mengungsi
Tujuan dari Program Lampung Berjaya pun sesuai dengan pengelolaan lahan secara agroforestri agar dapat memberikan dukungan ketahanan pangan masyarakat. Artinya, impelementasi agroforestri dan Program Petani Berjaya dapat disinergikan.
Berdasarkan kondisi di lapang, bahwa masyarakat memerlukan ketersediaan pangan untuk keluarganya secara berkelanjutan. Hal ini dapat terjadi jika optimal dalam pengelolaan lahannya secara agroforestri, terlebih jika didukung dengan adanya bantuan pupuk melalui Program Bertani Berjaya.
Bila dana bantuannya dipilih untuk biaya pendidikan anak, maka dana yang semula dialokasikan untuk biaya pendidikan bisa untuk beli pupuk. (*)
*) Penulis: Yudi Safril Ariza , Puspa Hartati , Cindy Yoeland V iolita, Christine Wulandari, Samsul Bakri dan Hari Kaskoyo
**) Program Studi Magister Kehutanan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung