BUAT Tommy Tjiptadjaja, hidup harus terus-menerus direnungkan. Jika bias, seperti dianjurkan filsuf agung Konfusius melalui kitab Lun Yu (论语), "一日三省" (yī rì sān xǐng), dalam sehari merenung berkali-kali.
"Ibarat orang naik tangga," tegas Tommy, Co-Founder & CEO Greenhope, perusahaan kantong plastik berbahan singkong.
"Jangan sampai ketika sampai di atas, baru sadar ternyata kita menyandarkan tangganya di tembok yang salah".
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan: Legenda Taekwondo Indonesia Alex Harijanto, Zhuan Xin Zhi Zhi
Apalagi di era keberlimpahan (abundance) seperti saat ini. Memperbanyak introspeksi menjadi lebih penting.
"Di saat dunia sudah penuh iri, Fomo (fear of missing out), takut ketinggalan, kita harus benar-benar reflect, kita itu pasnya ngapain, purpose hidup kita apa, definisi bahagia itu apa," kata lelaki yang dekat dengan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama ini.
Menurut Tommy, saat ini kerap terlihat keberlimpahan dalam kecemasan. Sementara dalam pengetahuan, justru mengalami pendangkalan.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan: Notaris Andyna Susiawati Achmad, Qian Li Zhi Xing, Shi Yu Zu Xia
Ini menyebabkan apa yang oleh Tom Nichols disebut sebagai the death of expertise (matinya kepakaran) muncul.
Sumber ilmu memang berlimpah dan bisa didapat dengan mudah sekaligus murah. Tapi penguasaan terhadapnya sering setengah-setengah.
Ini menyebabkan kita menjadi manusia yang mudah terombang-ambing, mengikuti ke mana arus mengarah.
Karena itu, Tommy berpesan, "Jangan ikut-ikut orang lain punya. Karena khawatirnya, kalau terlalu sering herding mentality (bermental ikut-ikutan), akhirnya malah berbondong-bondong tidak bahagia semua, rusak semua."
"Jadi, ayo kita pastikan tangga kehidupan kita telah bersandar ke tembok yang benar, yang sungguh-sungguh make things worthwhile," tegas penyuka roman Samkok ini.
Ada baiknya kita menghayati syair yang ditulis Qu Yuan 屈原, negarawan masyhur Periode Negara Berperang, "举世皆浊我独清, 众人皆醉我独醒" (jǔ shì jiē zhuó wǒ dú qīng, zhòng rén jiē zuì wǒ dú xǐng).