Seperti Pepatah Menyimpan Bangkai, Begini Motif Penganiayaan Enam Alumni IPDN di BKD Lampung

Kamis 10-08-2023,12:45 WIB
Reporter : Taufik Wijaya
Editor : Taufik Wijaya

Dengan budaya kontingen ini, rekan-rekan satu angkatan secara tidak langsung berubah statusnya menjadi hubungan kakak beradik. Budaya ini berlangsung turun temurun. Dari senioritas ke juniornya dan terus menurun ke junior selanjutnya. 

BACA JUGA:Bupati Winarti Isi Materi Kuliah Umum IPDN, Raih Penghargaan Kartika Pamong Praja

Bagi sebagian praja, sistem kontingen ini memiliki banyak sisi positif.

Namun bagi sebagian praja yang lain, sebaliknya. Sistem kontingen ini dipandang sebuah sistem kuno yang tidak berfaedah sama sekali.

Itulah mengapa ada sebagian Praja yang memilih lepas dari sistem kontingen ini. Konsekuensinya, praja bersangkutan akan dikucilkan oleh seluruh anggota kontingen.

Semua anggota kontingen juga akan menutup akses dan pintu bantuan bagi praja tersebut. 

BACA JUGA:Diibaratkan Bak Nelson Mandela Oleh Guru Besar IPDN, Ini Tanggapan Winarti

“Karena itu, kasus penganiayaan enam alumni ini terjadi. Mereka sebelumnya tidak masuk dalam kontingen. Jadi saat melapor ke BKD, mereka mendapat perlakuan kasar. Ini bentuk konsekuensi Praja yang tidak masuk kontingen,” ungkap sumber Radar Lampung. 

Sebelumnya, aksi kekerasan dalam kampus IPDN sempat terkuak pada 2007 silam.

Kala itu, seorang Praja Madya mahasiswa tingkat II, Cliff Muntu tewas secara misterius di kampus setempat.

BACA JUGA:Janjikan Korbannya Masuk IPDN, Oknum PNS Diringkus

Belakangan akhirnya terungkap bahwa kematian Praja asal Sulawesi Utara ini imbas kekerasan dalam kampus.

Pada 2 April 2007, Cliff Muntu dianiaya sejumlah seniornya. Aksi kekerasan itu diklaim sebagai bagian dari pembentukan disiplin pada para praja yang merupakan calon aparat pemerintahan dalam negeri. 

Imbas dari kasus tersebut, empat dari lima praja senior yang menjadi pelaku penganiayaan terhadap Cliff Muntu dipecat. Selain itu, mereka juga diwajibkan membayar biaya studi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah masing-masing sebesar Rp13 juta.

Puncaknya, muncul usulan agar IPDN ditutup. Beruntung usulan ini tidak sampai terwujud. IPDN akhirnya melakukan perombakan besar-besaran. Salah satunya juga mengevaluasi sistem senioritas dan kekerasan dalam kampus.

BACA JUGA:Bersama Praja IPDN, Babinsa Bumi Waras Bersih-bersih Pantai  

Kategori :